Happy Reading.
"Zayla! Bangun!" Arion mengguncang tubuh Zayla, berharap gadis cantik itu terbangun.Keringat dingin membasahi wajah cantik Zayla. Ia terlihat gelisah dan terus memanggil nama mama dan papanya. Sampai akhirnya Zayla benar-benar membuka matanya dengan nafas yang tersengal-sengal.Nafas Zayla memburu. Ia cukup merasa lega begitu melihat ada sang kakak di hadapannya. "Kak!" Gadis cantik itu langsung menghambur ke pelukan hangat Arion. Sedangkan yang dipeluk sama sekali tidak memberikan respon apapun."Lepas! Jangan cengeng. Mana main sebut mama dan papa lagi," Arion melepaskan pelukan Zayla dengan kasar. Tujuannya kesana adalah, untuk meminta disiapkan air hangat seperti tadi malam.Namun Zayla justru masih tertidur. Lebih parahnya lagi adiknya itu malah mengigau, sangat menjengkelkan menurut Arion."Aku bermimpi ketemu sama mama dan papa, Kak. Kami ketemu di sebuah taman. Tapi, disaat aku ingin ikut bersamanya, mereka justru menangis dalam pelukanku, dan berkata, " Maafkan kami Nak. Gara-gara kami hidup kamu menderita." Entah apa maksud dari ucapan mereka, aku enggak ngerti, Kak," tutur Zayla panjang lebar.Gadis cantik itu sama sekali tidak menghiraukan sikap acuh kakaknya. Ia masih ingat dengan jelas bagaimana pertemuannya dengan kedua orang tuanya dia alam mimpi yang terasa begitu nyata."Halah, jangan ngarang deh kamu. Mana ada kamu menderita. Justru kamu hidup mewah di sini. Karena aku masih berbaik hati menampung kamu di rumah besar ini," sanggah Arion dengan cepat. Ia tidak mau termakan dengan mimpi palsu adiknya itu."Satu lagi. Yang seharusnya minta maaf itu kamu, bukan mama dan papa. Mereka berdua meninggal gara-gara kamu, gadis sial*n!" Geram Arion tanpa segan mengumpat gadis polos di depannya.Kedua mata Zayla mengembun. Ia tak menyangka kakak yang sang ia sayangi justru mengatakan kalimat pedas yang sangat menusuk hati. Air mata yang Zayla tahan dari tadi, kini telah tumpah."Aku enggak bohong, Kak. Aku benar-benar bermimpi ketemu sama mama dan papa. Aku juga mengakui kesalahan ku yang sudah membuat orang tua kita meninggal. Makanya aku ingin menebus kesalahan aku dengan cara mengabdi sama Kaka," suara Zayla bergetar, tatkala mengatakan keinginannya."Semua itu tidak akan cukup! Kamu harus hidup menderita di dunia ini. Kau dengar baik-baik! Sampai kapanpun aku gak akan pernah memaafkan kesalahan kamu, gadis sial*n! Bahkan menjadi pembantu di rumah ini saja tidak akan cukup menebus semua kesalahan kamu terhadap keluargaku!" Desis Arion dengan rahang mengeras. bahkan ia mencengkam dagu Zayla sampai gadis itu kesakitan."Aaaakkh! Sakit Kak," seru Zayla meneteskan air mata. Kakak yang dia puja-puja kebaikannya, kini telah menjelma menjadi sosok monster mengerikan. Jadi, perubahan sikap Arion adalah, karena ia mengalahkan Zayla atas kematian kedua orang tuanya."Cepat siapkan air hangat. Aku mau mandi," titah Arion menghempaskan cengkeramannya secara kasar.Zayla hanya bisa menangis dalam diam. Ia tak mampu untuk melawan setiap. ucapan dan perlakuan kakaknya itu. Dengan langkah cepat, Zayla pergi ke kamar Arion untuk menyiapkan air hangat sesuai dengan perintah kakaknya.Selagi menunggu sang kakak selesai mandi, Zayla memilih untuk menyibukkan diri di dapur. Ia akan memasak menu kesukaan kakaknya. Udang krispi dan cumi asam manis. Entah kenapa Arion malah menyukai masakan sederhana itu, padahal mereka tinggal di kota Amerika. Zayla pikir kakaknya tersebut akan menyukai makanan mahal di kota itu. Namun, ternyata dugaannya salah.Lagipula Zayla juga menyukai menu yang sama dengan Arion, jadi mereka bisa berbagi nanti. Walaupun sebenarnya Arion tidak akan sudi berbagai dengan Zayla.Arion terlihat sudah rapi dengan setelan jas kerjanya. Ia menuruni anak tangga satu persatu dan menuju ke meja makan. Arion tertegun saat melihat menu di atas meja makan. Menu yang mengingatkannya pada sang mama. Sebab hampir setiap hari mamanya itu selalu memasakkan menu favoritnya dan juga Zayla.Hati Arion seperti diremas, tatkala bayangan sang mama tersenyum hangat kepadanya di meja makan saat makan bersama keluarga. Belum lagi sang papa ketika berdebat karena merasa cemburu saat istri tercintanya memberikan perhatian lebih kepada Arion.Cairan bening mengalir di kedua pipi Arion. Ia merasa tak sanggup lagi berada lebih lama di meja makan itu yang hanya akan mengingatkannya pada kenangan indah bersama keluarga besar Wesley."Kakak menangis?" Suara lembut Zayla berhasil menyadarkan Arion dan langsung menghapus air matanya dengan kasar.Lagi-lagi Arion pergi meninggalkan meja makan tanpa menyentuh sedikitpun masakan Zayla yang ia buat dengan sepenuh hati. "Kak Ion enggak mau sarapan dulu? Aku masak menu kesukaan kita, Kak," cetus Zayla seraya mengikuti langkah kaki sang kakak yang hampir sampai di pintu utama."Jangan pernah memasaknya lagi untukku. Atau aku akan melenyapkan mu saat itu juga. Mengerti!" Desis Arion menatap marah."Tapi kenapa Kak? Bukankah K--""Apa kau tuli, huh! Sekali lagi kau membangkang maka aku akan benar-benar melenyapkan mu dari muka bumi ini!" Sentak Arion mencengkeram pergelangan tangan Zayla dengan kasar."I-iya Kak," Zayla hanya bisa patuh. Ia merasa Arion semakin tidak waras. Bagaimana mungkin kakaknya itu berkata akan melenyapkannya hanya karena memasak menu kesukaan mereka berdua.Selepas kepergian Arion, Zayla kembali ke meja makan dengan berlinangkan air mata. Mana mungkin ia membuang masakannya itu. Lebih baik Zayla menyantapnya sendiri karena ia juga merindukan masakan mamanya yang selama ini selalu memanjakannya dengan kasih sayang yang tiada batas. Sama seperti papanya yang juga berlomba ingin memberikan yang terbaik untuk Zayla."Ma, Pa. Aku merindukan kalian. Kakak sangat membenciku. Aku harus bagaimana Ma, Pa." Ratap Zayla seraya menyendokkan nasi ke dalam mulutnya. Sedangkan air mata masih terus mengalir membasahi pipi yang sangat mulus itu.Sedangkan di dalam mobil, Arion sangat frustasi. Ia memukul-mukul stir mobilnya dengan keras untuk melampiaskan kekesalan hatinya. Ia marah karena merasa tak berdaya saat mengingat kedua orang tuanya yang sangat ia cintai."Kenapa kalian pergi begitu cepat. Bukankah kalian berjanji akan menemaniku saat menikah nanti. Bahkan kalian juga berjanji akan memberikan hadiah spesial untukku. Tapi, mana buktinya. Kalian justru pergi meninggalkan aku bersama dengan anak pungut itu. Seharusnya dia yang mati, bukan kalian!" Teriak Arion menarik rambutnya kasar. Ia sangat rapuh dan butuh pelukan dari kedua orang tuanya."Mungkin pergi dari kota ini adalah jalan satu-satunya agar aku bisa melupakan kenangan indah bersama kalian, Ma, Pa. Aku akan mencoba untuk berdamai dengan keadaan." Arion berkata penuh tekad. Walaupun dalam hati ia bersumpah tidak akan pernah memaafkan adik angkatnya itu.Happy Reading. Pagi-pagi sekali, Arion menyuruh Zayla untuk bersiap karena mereka akan pergi ke luar negeri. Awalnya Arion hanya ingin pindah rumah ke luar kita saja, tetapi ia mengingat sebagian saham properti di perusahaannya juga ada di kota J. Jadi, Arion memilih untuk pindah ke sana saja sambil lalu mengembangkan bisnisnya di kota itu. Untuk perusahaan yang ada di kota A, ini. Arion memasrahkannya kepada Zack, asisten pribadinya. Ia belum tahu sampai kapan akan tinggal di kota Jakarta, karena mungkin saja ia masih akan kembali lagi ke A. "Zayla! cepat! Kenapa lelet sekali sih." Teriak Arion dari lantai bawah. Sudah 1 jam ia menunggu adik angkatnya yang sedang bersiap di dalam kamar. "Maaf, Kak. Aku sedang mengemas barang-barang yang akan kita bawa ke rumah yang baru," ucap Zayla terburu-buru menuruni anak tangga dengan menarik satu koper besar. "Untuk apa membawa barang sebanyak itu, huh! Merepotkan!" Geramnya menatap Zayla deng
Happy Reading. "Kak, bolehkah aku kuliah di Fakultas Gremora?" Zayla bertanya sangat hati-hati karena takut terkena amukan lagi oleh sang kakak. Sebab, ia sudah mengganggu kegiatan Arion di ruang kerjanya. Menunggu besok pun sepertinya tak ada guna. Arion pasti akan berangkat ke perusahaan yang telah dia kuasai sebagian saham propertinya Arion menatap Zayla begitu tajam, sehingga menciptakan suasana mencekam di ruangan tersebut. Gadis cantik itu hanya bisa menundukkan kepala begitu dalam, ia sangat takut melihat ekspresi dingin Arion. "Untuk apa kamu masuk kuliah? Jika kamu kuliah, siapa yang akan menggantikan tugas mu di rumah ini. Ingat! Aku enggak akan pernah memperkerjakan asisten rumah tangga di sini," kecam Arion penuh penekanan. "Aku janji akan tetap menjalankan tugasku dengan baik Kak. Tolong izinkan aku kuliah ya," pinta Zayla sangat memohon kepada sang kakak angkat. "Kalau aku enggak mau membiayai kuliah mu, gimana?" Arion
Happy Reading. Seperti Biasa, Arion tidak memakai kemeja yang telah dicuci dan dikeringkan semalaman oleh Zayla. Ia berangkat ke perusahaan menggunakan kemeja yang lain, membuat jerih payah Zayla sia-sia saja. Meskipun begitu, Zayla tetap melayani sang kakak dengan sangat baik, ia sudah bertekad bahwa akan meluluhkan hati Arion supaya bisa kembali seperti dulu lagi Arion telah sampai di depan gedung besar pencakar langit yang bertuliskan nama 'Rengganis' di depan gedung tersebut. Perusahaan terbesar di kota J yang bergerak di bidang properti, sebagian saham di sana adalah milik keluarga Wesley, karena Dario sudah membelinya dulu saat ia masih hidup dan tinggal di kota tersebut. Kedatangan Arion membuat gempar seisi perusahaan tersebut. Para karyawan menatap takjub akan ketampanan Arion yang sangat mempesona seolah bercahaya terang di mata mereka. Sikap dingin Arion semakin menambah kesan seksi di sana, belum lagi postur tubuhnya yang tinggi tegap, hidup
Happy Reading. Hari pertama mengikuti ospek, membuat Zayla sedikit kelelahan karena sengaja dikerjai habis-habisan oleh kakak seniornya yang bernama Rula Yocelyn. Dia sangat tidak suka akan kehadiran sosok Zayla di kampus tersebut, pria incarannya justru mendekati mahasiswi itu sehingga membuat Rula menaruh dendam kepadanya. Rula menyukai Ansel, teman seangkatannya. Hanya saja pria itu tidak sedikitpun menaruh rasa kepada Rula. Kehadiran Zayla mampu membuka hati seorang Ansel yang selama ini tertutup. "Capek? Ini, minumlah," ucap Ansel seraya seraya memberikan satu botol air mineral kepada Zayla. "Ah, enggak usah, Kak. Makasih. Aku ada juga kok," tolak Zayla dengan halus. Ia pun mengambil air miliknya di dalam tas, Zayla hanya ingin menjaga jarak dari siapa pun demi kelangsungan hidupnya. Sebab, ancaman Arion masih terus terngiang di ingatannya. "Oke," Ansel sama sekali tidak kecewa atas penolakan itu, justru ia semakin kagum dengan
Happy Reading. Suara bel rumah berhasil mengganggu ketenangan Zayla yang sedang memasak di dapur. "Siapa yang bertamu di pagi-pagi buta begini." Gumam Zayla sembari melangkah untuk membukakan pintu rumah. Zayla mengerutkan kening tatkala melihat tamu siapa yang datang. Seorang wanita dewasa berpakaian seksi sedang berdiri di hadapannya. "Maaf, cari siapa ya?" Tanya Zayla bersikap sopan. "Arion nya ada?" wanita seksi itu justru menanyakan keberadaan Arion. Wajahnya terlihat sangat judes dan ... Genit. Yeah, Zayla dapat melihatnya dari gerakan wanita tersebut yang sejak tadi tak bisa diam. "Kakak masih tidur, mungkin sebentar lagi dia bangun," balas Zayla berusaha tersenyum ramah. Walau bagaimanapun, wanita seksi itu adalah tamu sang kakak. "Kakak? Jadi, kamu adiknya Arion? Wah, cantik banget. Perkenalkan namaku Bianca," setelah mengetahui status Zayla yang ternyata adalah adik dari pria yang dia cintai, tentu sikap Bianca berubah mele
Happy Reading. Wajah Zayla terlihat sangat pucat. Sudah satu bulan ini ia disibukkan dengan aktivitas di kampus, belum lagi aktivitasnya di rumah yang sangat berat, sehingga membuat tenaganya melemah. Kurangnya istirahat membuat kekebalan tubuh Zayla menurun. Akan tetapi, Zayla berusaha terlihat baik-baik saja di depan sang kakak agar tak mendapatkan omelan lagi karena sudah menjadi wanita lemah. Mengenai nasibnya di kampus yang selalu ditekan dan diancam oleh Rula membuat psikisnya sedikit terguncang. Bahkan saat pulang ke rumah pun ia harus dihadapkan dengan kemesraan sang kakak dengan kekasihnya yang tidak Zayla sukai. Seperti sekarang, Bianca duduk di atas pangkuan Arion dengan tangan yang bergerak nakal. Zayla merasa tidak rela jika sampai kakaknya dinodai oleh wanita seperti Bianca itu. Entah kenapa feelingnya mengatakan bahwa kekasih sang kakak bukanlah wanita baik-baik. "Sarapannya sudah siap, Kak. Kalau begitu aku ke kamar dulu dan be
Happy Reading. "Aakh! Lepas! Sakit, Kak Rula," rintih Zayla di ruangan toilet. Rambutnya ditarik paksa oleh kakak seniornya itu seperti halnya apa yang dilakukan oleh Arion kemarin. "Kau mau cari mati ternyata ya. Sudah aku tegaskan agar kamu menjauhi Ansel, tapi apa, kalian justru semakin lengket bahkan pulang bersama," Rula semakin kencang menarik rambut Zayla sehingga wanita itu tak bisa berkata-kata dari saking sakitnya. "Memangnya apa salahku, Kak. Kalian juga enggak punya hubungan apa pun, dan aku hanya temenan sama kak Ansel, enggak lebih," papar Zayla berusaha meluruskan kesalahpahaman yang ada. "Heh! Ansel itu milikku! Aku enggak mau dengar alasan apa pun dari mulutmu itu. Pokoknya kamu harus menjauhi Ansel, paham!" Rula menghempas rambut Zayla begitu kasar, sampai gadis cantik itu membentur dinding toilet. Beruntung tidak ada mahasiswa lain di dalam sana sehingga perbuatan Rula tidak ada yang tahu. Zayla menangis di depan c
Happy Reading. Hati Zayla benar-benar hancur, kenyataan bahwa dirinya hanya anak angkat sungguh meruntuhkan semangat hidupnya. Kenapa mama dan papanya menutupi kebenaran itu selama mereka ada? Kenapa baru sekarang Arion mengatakannya? "Kak Ion pasti bohong. Dia hanya marah sama aku karena aku pulang sama kak Ansel. Dia berkata seperti itu agar aku tak lagi membuatnya marah." Monolog Zayla dengan kedua mata sembabnya. Ia belum bisa memejamkan mata barang sedetikpun, karena terus terngiang akan perkataan Arion di pikirannya. Akan tetapi, bukti yang ditunjukkan Arion pada saat dirinya diambil dari panti asuhan, kembali mematahkan semangat hidupnya. Zayla terlalu naif untuk mengakui kebenaran tersebut. Ia hanya takut dibuang oleh Arion di saat ia tidak mempunyai siapa pun di dunia ini.Zayla meraih ponselnya yang baru dikembalikan oleh Arion beberapa waktu yang lalu. Ia mencari nama Serly di kontaknya, kemudian meneleponnya untuk mengutarakan apa y
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is