Happy Reading. Saya dan Arion masih hanyut dalam indahnya cinta yang mengalir pada tautan bibir mereka. Sampai akhirnya sebuah suara berhasil menghentikan kegiatan dua insan tersebut. Pyaaar! Suara pecahan gelas terdengar begitu memekakkan telinga, yang berasal dari arah pintu kamar."Mama, Papa, Kak Ansel!" Pekik Zayla terkejut. Ia lansung berdiri dari duduknya dan menjadi salah tingkah. Berbeda dengan Arion yang terlihat santai seolah tidak terjadi apa-apa diantara dirinya dan Zayla barusan. Justru ia senang jika adegan itu disaksikan oleh keluarga Orlando yang akan mempermudah baginya dalam menikahi Zayla. Rina masih bengong di tempatnya dengan tangan yang mengambang di udara karena sempat memegang satu gelas berisi susu sebelum akhirnya gelas itu terlepas dan jatuh ke lantai. Tanpa berkata sepatah kata pun, Rina berlalu dari sana. Ia terlalu shock menerima kenyataan yang ada, apa lagi Rina melihat secara langsung adegan panas saat Zayla dan Arion menyatukan bibir mereka. Beg
Happy Reading. Rina, Bagas dan Ansel menatap Zayla dan Arion yang juga tengah menatapnya. Mereka semua hanya saling pandang tanpa berani membuka suara, lebih tepatnya bingung mau memulainya dari mana. "Khem! Sepertinya ada yang harus kamu katakan, Arion," cetus Ansel membuka percakapan. Ia sudah tidak tahan terus berdiam diri di ruangan itu. "Benar. Aku akan mengatakan hal penting kepada kalian semua. Aku harap, tidak ada yang keberatan dengan niat baikku ini," ucap Arion sembari menatap sang pujaan hati yang terlihat tegang. "Om, Tante, Ansel. Secara pribadi saya ingin meminta maaf atas kesalahan saya terhadap Zayla di masa lalu. Mungkin kesalahan saya sangatlah fatal dan tak pantas dimaafkan, tetapi setidaknya saya ingin mengutarakan rasa penyesalan ini yang teramat bodoh di masa lalu," "Saya berjanji akan membahagiakan Zayla setelah ini, karena dia lah prioritas saya. Bukan karena kehadiran anak diantara kita, tapi sudah dari lama saya memang mencintai putri Om dan Tante sebel
Happy Reading. Wajah Zayla dan Arion nampak sumringah sampai memancarkan cahaya kebahagiaan yang teramat terang. Terlihat jelas bahwa mereka sedang bahagia sekali sekali. Kini keduanya berdiri di atas balkon kamar sambil menatap gemerlapnya bintang di atas langit sana. "Apa kamu bahagia dengan keputusan keluarga kita, hum?" ucap Arion dengan posisi memeluk Zayla dari arah belakang. Menopang kan dagunya pada pundak sang pujaan hati sehingga pipi mereka menempel sempurna. "Sangat bahagia, Kak. Aku merasa senang sekaligus geli," jawab Zayla sambil terkekeh kecil. Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang. "Apanya yang geli, atau geli karena apa?" tanya Arion penasaran. Tangannya terus mengusap perut buncit Zayla dengan sangat lembut. "Aku bahagia karena cinta kita bisa bersatu. Namun, aku juga geli jika memikirkan kita akan menikah, sedangkan kita dibesarkan oleh Mama, Papa, sebagai seorang Kakak dan Adik. Aduh, apa jadinya menikah dengan Kakak sendiri. Hahaha," Zayla tertawa lepa
Happy Reading. Jam 6 pagi, seluruh anggota keluarga Orlando berkumpul di ruang makan untuk melaksanakan sarapan pagi. Namun, orang yang mereka tunggu belum juga muncul di sana, sehingga terpaksa sarapan pagi ditunda sampai Zayla dan Arion turun dan bergabung dengan mereka. "Ke mana mereka, tumben sudah jam segini belum juga turun," ucap Rina menatap jam dinding yang sudah melewati jam makan pagi. "Biar aku panggilkan mereka, Ma," usul Ansel lekas berdiri dari duduknya dan menuju ke kamar Arion terlebih dahulu, setelah ia baru akan ke kamar sang Adik. Tok! Tok! Tok! "Arion! Bangun, sarapan pagi sudah siap, kami semua menungguku di bawah." Teriaknya dari luar pintu. Akan tetapi, tidak ada respon dari salam sana, membuat Ansel kesal saja karenanya. Tidak ingin berlama-lama di sana, Ansel pun beralih ke kamar Zayla yang terletak di sebelah kamar Arion, hanya terhalang dinding saja. "Zayla, Dek, bangun yuk. Kita sarapan pagi bersama, Mama sama Papa nungguin di bawah." Suara Ansel di
Happy Reading. Serly datang menemui Zayla di kediaman Wesley, untuk berpamitan. Ia merasa gugup karena takut bertemu dengan Ansel, pria yang berhasil membuatnya berdebar apabila berhadapan dengannya. "Semoga dia enggak ada di sini." Ucapnya sebelum akhirnya menekan bel rumah. Tak perlu menunggu lama, pintu rumah pun terbuka lebar, menampilkan sosok Zayla di sana dengan bibir yang tersenyum lebar. "Serly!" Teriaknya sembari memeluk sang sahabat. "Uh, aku sangat merindukanmu Zay," ucap Serly membalas pelukan sahabatnya. Sebelum berangkat ke sana, Serly memberitahukan Zayla terlebih dahulu bahwa dirinya akan berkunjung. Tentu saja kedatangannya disambut sangat antusias oleh Zayla yang juga merindukannya. "Ayo ke dalam," ajak Zayla menarik tangan Serly penuh semangat. Ia tidak membiarkan Serly duduk di ruang tamu, melainkan membawanya masuk ke dalam kamar. Serly mengekori Zayla sampai tiba di kamar yang dulu sering ia tempati saat menginap di sana. Mereka pasti akan tidur berdua di
Arion pulang dari kantor dengan dua kresek di tangannya yang berisi camilan pesanan Zayla. Bibirnya terus mengembangkan senyum karena merasa sangat dibutuhkan oleh calon istrinya itu. Hidupnya menjadi sangat berguna untuk calon anaknya yang belum lahir. "Selamat sore, Ma, Pa," sapa Arion kepada Rina dan Bagas yang duduk di ruang tamu. "Sore," jawab Rina sedikit heran. Ia sampai menatap suaminya untuk meminta penjelasan kenapa calon menantu mereka bersikap sangat aneh sejak pagi tadi. "Namanya juga orang jatuh cinta," ucap Bagas sambil mengedikkan bahu. Ia tidak heran dengan sikap Arion karena dulu ia juga merasakan hal yang sama dengan apa yang Arion rasakan sekarang. Bahkan, tak jarang kedua orang tuanya mengatakan Bagas sudah gila karena selalu bertingkah aneh. "Selamat sore bumil ku," seru Arion memasuki kamar sang pujaan hati yang memang sengaja tidak dikunci. "Kak Ion," pekik Zayla lekas menghampiri calon suaminya. Kedua matanya berbinar tatkala melihat buah tangan yang Ario
Happy Reading. "Cantik sekali." Ucap pria itu sambil menaiki ranjang dan ikut berbaring di samping Serly. Wanita itu sama sekali tidak sadar akan keberadaan pria yang kini sedang memeluknya. Tepat jam 3 dini hari, Serly terbangun dari tidurnya karena merasa ngantuk. Ia merasakan berat pada bagian perutnya, saat diperiksa ternyata ada tangan kekar yang melingkar di sana. "Aaaakkkh! Kamu siapa!" Teriak Serly menghempaskan tangan kekar itu secara kasar. Kemudian ia turun dari atas ranjang dan kembali berteriak. "Tol--eemmhp""Shuuut! Jangan teriak, nanti dikira ada maling," bisik pria itu sambil membekap mulut Serly menggunakan tangannya. Suara itu ... Serly sangat hafal dengan pemiliknya. Ia melepaskan tangan yang menutup mulutnya agar bisa melihat siapa sosok pria tersebut. "Kak Ansel--" Suara Serly tercekat di tenggorokan tatkala melihat wajah pria yang sudah menyelinap masuk ke dalam kamarnya. Ia sampai menjauhkan diri dari saking takutnya. Bagaimana tidak, seringai di bibir An
Happy Reading. Zayla nampak cemas, ia terlihat mondar-mandir di dalam kamar karena tak mendapatkan balasan pesan dari Serly sampai pagi ini. "Serly ke mana sih, kenapa pesanku enggak di balas?" Ucap Zayla terus berusaha menghubungi ponsel Serly lagi. Namun, panggilannya tak kunjung mendapatkan jawaban. "Sayang," suara bariton menyapa Zayla dari arah pintu kamar. "Kamu ngapain di sana?" tanyanya sembari menghampiri wanita cantik itu. "Aku lagi mikirin Serly, Kak. Aku khawatir dengan keadaannya, aku takut terjadi sesuatu sama dia. Kalau cuma pergi ke kota C, enggak mungkin dia belum sampai 'kan," cicit Zayla tak berhenti mencemaskan sahabatnya. "Serly bukan anak kecil, dia bisa menjaga dirinya sendiri di luar sana," kata Arion berusaha menenangkan sang pujaan hati. "Ck! Kak Ion enggak akan ngerti dengan apa yang aku rasakan saat ini. Firasat ku benar-benar enggak enak, Kak," ungkap Zayla sambil berjalan ke sisi ranjang dan duduk di sana. "Mungkin Serly lagi istirahat akibat kecape
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is