Happy Reading. "Cantik sekali." Ucap pria itu sambil menaiki ranjang dan ikut berbaring di samping Serly. Wanita itu sama sekali tidak sadar akan keberadaan pria yang kini sedang memeluknya. Tepat jam 3 dini hari, Serly terbangun dari tidurnya karena merasa ngantuk. Ia merasakan berat pada bagian perutnya, saat diperiksa ternyata ada tangan kekar yang melingkar di sana. "Aaaakkkh! Kamu siapa!" Teriak Serly menghempaskan tangan kekar itu secara kasar. Kemudian ia turun dari atas ranjang dan kembali berteriak. "Tol--eemmhp""Shuuut! Jangan teriak, nanti dikira ada maling," bisik pria itu sambil membekap mulut Serly menggunakan tangannya. Suara itu ... Serly sangat hafal dengan pemiliknya. Ia melepaskan tangan yang menutup mulutnya agar bisa melihat siapa sosok pria tersebut. "Kak Ansel--" Suara Serly tercekat di tenggorokan tatkala melihat wajah pria yang sudah menyelinap masuk ke dalam kamarnya. Ia sampai menjauhkan diri dari saking takutnya. Bagaimana tidak, seringai di bibir An
Happy Reading. Zayla nampak cemas, ia terlihat mondar-mandir di dalam kamar karena tak mendapatkan balasan pesan dari Serly sampai pagi ini. "Serly ke mana sih, kenapa pesanku enggak di balas?" Ucap Zayla terus berusaha menghubungi ponsel Serly lagi. Namun, panggilannya tak kunjung mendapatkan jawaban. "Sayang," suara bariton menyapa Zayla dari arah pintu kamar. "Kamu ngapain di sana?" tanyanya sembari menghampiri wanita cantik itu. "Aku lagi mikirin Serly, Kak. Aku khawatir dengan keadaannya, aku takut terjadi sesuatu sama dia. Kalau cuma pergi ke kota C, enggak mungkin dia belum sampai 'kan," cicit Zayla tak berhenti mencemaskan sahabatnya. "Serly bukan anak kecil, dia bisa menjaga dirinya sendiri di luar sana," kata Arion berusaha menenangkan sang pujaan hati. "Ck! Kak Ion enggak akan ngerti dengan apa yang aku rasakan saat ini. Firasat ku benar-benar enggak enak, Kak," ungkap Zayla sambil berjalan ke sisi ranjang dan duduk di sana. "Mungkin Serly lagi istirahat akibat kecape
Happy Reading. Setelah pergulatan semalam, Serly terlelap dalam tidurnya akibat kelelahan. Ansel yang sudah bangun terlebih dahulu terus memandangi wajah cantik Serly. "Maaf, sudah berbuat hal sekeji ini. Tapi percayalah kalau aku sangat mencintaimu, aku melakukan semua ini demi bisa memiliki mu." Ucap Ansel berkata lirih. Tangannya membenarkan anak rambut yang berserakan di wajah sang pujaan hati. "Sebelumnya aku enggak pernah merasakan jatuh cinta, tapi setelah mengenalmu rasa itu tumbuh dengan sendirinya dan berkembang begitu pesat. Apa pun akan aku lakukan demi bisa bersamamu." Tukas Ansel penuh tekad. Pandangan Ansel tertuju pada ponsel miliknya yang tergelak di atas lantai akibat perbuatan brutalnya semalam. Layarnya terus berkedip, menandakan adanya notifikasi yang masuk. Gegas Ansel meraih benda pipih tersebut dan melihat banyaknya panggilan dari Mama dan Papanya. Ada pesan juga dari mereka. "Kamu di mana, Nak. Adik kamu mau melahirkan.""Ansel, cepat ke rumah sakit Cakraw
Happy Reading. Ansel buru-buru masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lupa ia membawa pakaian ganti yang memang tersedia di dalam mobilnya. Terpaksa Ansel numpang kamar mandi di ruangan VIP tempat Zayla dirawat. Dalam benaknya cuma ada Serly, Serly daan Serly. Ingin secepatnya Ansel menghubungi wanita cantik itu dan mengatakan alasannya kenapa pergi pagi-pagi sekali tanpa menunggunya bangun tidur. Ansel tidak mau calon istrinya salah faham atas tindakannya tadi. Yah setelah pergulatan panas itu Ansel mengklaim bahwa Ansel adalah calon istrinya. Zayla keheranan dengan sikap sang Kakak yang tidak biasa. Ia merasakan ada sesuatu yang tengah Ansel sembunyikan darinya, tetapi ia tidak tahu itu apa. "Kenapa melamun, hum?" ucap Arion memecah keheningan. Ia menggenggam tangan sang istri lalu menciumnya. "Enggak kok, aku cuma kepikiran sama Serly," jawab Zayla tidak berbohong. Entah kenapa yang ada dalam benaknya adalah sikap aneh sang Kakak dan juga keadaan Serly yang membuat
Happy Reading. "Kak!" Zayla merengek karena Arion selalu menggodanya. Namun, ia harus menahan rasa kesalnya karena sang buah hati sedang kehausan. "Cup, cup, cup, anak Mama. Briel haus ya, hum?" ucap Zayla menirukan suara anak kecil. Ia pasti akan memanjakan putranya dengan kasih sayang hingga dewasa nanti. Intinya selama Zayla masih hidup, ia akan selalu mencintai Gabriel. "Kenapa enggak dikasih susu formula saja sih, Sayang. Biar kamu enggak kecapean kalau tiba-tiba Gabriel haus tengah malam," usul Arion sambil melihat proses menyus*i Gabriel. "Selama aku masih sehat dan bisa memberikan ASI dengan baik kepada putra kita, aku enggak butuh susu formula. Sudah kewajiban seorang Ibu untuk menyus*i anaknya, kecuali bagi mereka yang punya alasan tertentu hingga benar-benar tak bisa menyus*i. Aku ingin menjadi Ibu seutuhnya untuk Gabriel, Kak," ungkap Zayla begitu mulia. Di zaman modern ini, sangat jarang sekali ada seorang wanita yang mau berkorban untuk anaknya agar bisa memberikan
Happy Reading. "Keluar!" Titah Ansel menatap lekat wajah Rula. "Ansel, tolong bantu aku kali ini saja. Aku mohon jangan usir aku dari dalam di sini," Rula benar-benar tidak tahu lagi harus membujuk Ansel dengan cara apa supaya dia mau menolongnya. "Kau mau aku menolong mu 'kan? Kalau begitu turun dan pindah ke kursi belakang," tukas Ansel sambil menatap para pria berbaju hitam yang kini mulai memeriksa setiap mobil yang berjejer di depannya. Rula tersenyum saat mendengar ucapan Ansel, ia sudah salah berburuk sangka kepada pria yang memang baik hati itu. Tanpa menunggu lama, Rula bergegas turun dari dalam mobil berwarna hitam itu, lalu pindah ke kursi belakang sesuai dengan yang diperintahkan oleh sang pemilik mobil tersebut. "Di sana ada jaket dan masker, kau pakai saja itu supaya tidak ada yang mengenalimu," kata Ansel. "Setelah itu berbaringlah," imbuhnya memasang wajah serius. Lagi-lagi Rula hanya bisa patuh dengan perintah Ansel. Diberikan pertolongan dia sudah sangat bahagi
Happy Reading. Serly pulang lebih awal diantar oleh Emeli karena tadi sempat pingsan di kantor akibat kelelahan. Dia memang disuruh pulang oleh Liam, asisten Thomas--pemilik perusahaan Company. "Kenapa sampai pingsan, kamu sakit?" tanya Emeli. "Kita ke dokter ya," imbuhnya sangat khawatir melihat wajah pucat Serly. "Enggak usah, aku cuma kecapean kok. Mending kamu balik lagi ke kantor, maaf sudah merepotkan mu," kata Serly tulus. "Hey, jangan merasa enggak enak, aku tulus kok bantuin kamu. Pokoknya kalau butuh apa-apa, kamu telepon saja aku," Emeli memang sangat tulus kepada Serly, hanya saja temannya itu masih sangat canggung. "Iya, makasih banyak, Emeli," Serly bersyukur bisa mendapatkan teman sebaik dan setulus Emeli, hal tersebut mengingatkannya kepada Zayla yang sangat ia rindukan. Setelah Emeli kembali ke perusahaan company, Serly duduk termenung, ia memikirkan masa depannya yang sudah dibuat hancur oleh Kakak dari sahabatnya sendiri. "Huh! Kacau! Coba saja dia mau berjuan
Happy Reading. "Ada apa, hum?" tanya Ansel sangat lembut, ia takut menyinggung perasaan sang pujaan hati. Serly masih setia memeluk tubuh Ansel yang membuatnya sangat hangat dan nyaman. Kepalanya menggeleng pelan seolah enggan menjawab pertanyaan Ansel. Sekalipun Serly bercerita, dia bingung memulainya dari mana. "Ya sudah kalau enggak mau cerita, tapi aku siap menjadi pendengar yang baik buat kamu kapanpun kamu mau," ucap Ansel tulus. Ia mencium puncak kepala Serly penuh dengan cinta. "Jangan pergi," hanya itu yang Serly katakan, itupun suaranya hampir tak terdengar. "Aku akan di sini menemanimu, kalaupun kamu mengusir ku, aku akan tetap di sini," kata Ansel terkekeh kecil. Serly mengulas senyum samar yang dapat dilihat oleh Ansel. Dalam hati ia sangat senang mempunyai Ansel yang mau mencintainya dengan sepenuh hati, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa dirinya sangat kecewa terhadap perlakuan Ansel semalam. Padahal pria itu hanya perlu menunggu dan berusaha lebih keras lagi dal
Happy Reading. 2 tahun kemudian. "Mama Biel mau cucu," teriak bocah berusia 2 tahun setengah sambil merengek manja minta dibuatin susu. Logatnya masih belepotan dan dibuat buat cadel, padahal Gabriel sudah bisa mengucapkan huruf R, hanya saja bocah itu kadang manja dan berbicara seperti itu. "Iya, sayang. tunggu sebentar. Mama lagi ganti popok adik kamu," balas Zayla dari dalam kamar. Yeah, dia sudah punya anak lagi berjenis kelamin perempuan. "Mana biar aku yang ganti pokok si cantik, kamu temui Gabriel sebelum anak itu berulah," Arion mengambil alih pekerjaan sang istri yang belum selesai mengganti popok sang putri. "Makasih, Dear," satu kecupan mendarat sempurna di pipi Arion dari sang istri tercinta. Arion tersenyum lembut kepada bayi mungil nan cantik versi dirinya perempuan. Kedua anaknya mewarisi wajah Arion semua, Zayla hanya mengandung dan melahirkannya tanpa ada satupun anak-anaknya yang mirip dengannya. Gisella Arieta Wesley, nama yang cantik secantik wajah bayi mung
Happy Reading. Randy menatap sang adik yang baru pulang dari cafe depan setelah makan siang bersama dengan Johan. Wajah ibu hamil itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun, seolah sudah mati rasa akan cinta. Ah, bukankah Laudya memang tidak pernah jatuh cinta selama ini? Kepada Rafly pun ia tidak merasakannya dan cuma sebatas partner ranjang saja. "Gimana?" cetus Randy bertanya kepada sang adik, ia sangat penasaran proses Johan mendekati adiknya tersebut. "Gimana apanya?" Laudya justru bertanya balik karena tak mengerti dengan maksud dari ucapan sang Kakak. "Acara makan siang tadi," Randy tidak langsung to the point, tangannya meletakkan lap meja yang sedari tadi ia genggam sehabis membersihkan tempat di sana karena sebentar lagi toko kue akan segera tutup. "Lancar," jawab Laudya sekenanya, ia tidak berpikir kalau pertanyaan sang Kakak mengarahkan pada hal lain bukan pada acara makan siang saja. Randy menghela nafas kasar karena sang adik tak kunjung mengerti maksud perkataannya, s
Happy Reading. Kota D. Laudya dan Randy sukses memulai hidup baru hanya berdua di sana. Kehamilan Laudya sudah berusia 3 bulan, dia sangat sehat dan bisa bekerja dari rumah dengan membuka usaha usaha kecil-kecilan, yaitu toko kue aneka rasa. Sisa uang pemberian dari Rafly masih sangat banyak, tetapi tidak Laudya pakai semuanya karena dipersiapkan untuk biaya persalinannya nanti. Sekarang tabungannya mulai menipis setelah membuka toko kue dengan biaya pembelian tanah yang cukup mahal. Meskipun mereka tinggal jauh dari kota besar, tetap saja apa-apa serba mahal. Itupun menghabiskan hampir semua tabungan yang Laudya punya. Sebagian kecil ia sisakan untuk calon anaknya nanti. Laudya memang berbakat di bidang pembuatan kue sesuai dengan kemampuannya selama ini. Sebelumnya dia juga bekerja di pabrik kue pie dan kek, sekarang dia tidak akan kesulitan jika membuka toko kue kecil-kecilan karena sudah berpengalaman di bidang tersebut. Akan tetapi, Laudya sedikit bimbang karena semakin bert
Happy Reading. Waktu berlalu sangat cepat, tak terasa sudah dua bulan dari kematian Juanda. Semua orang sudah kembali pada aktivitasnya masing-masing, begitu juga dengan Zayla yang kembali memasuki kuliah di fakultas yang sama dengan Serly. Kehadirannya di sana disambut hangat oleh teman-temannya di kampus. Mengenai Gabriel sudah ada Ririn yang menjaganya selama Zayla beraktivitas di kampus. "Aku seneng banget bisa menikmati suasana kampus walaupun di kampus yang berbeda. Tapi, di sini aku mendapatkan kenyamanan yang sangat luar biasa yang enggak aku dapatkan di kampus sebelumnya," ucap Zayla sambil menikmati suasana taman di belakang kampus. "Aku ikut bahagia, Zay. Ini adalah impianku dari dulu bisa satu kampus sama kamu," Serly tersenyum senang kepada sahabat sekaligus adik iparnya itu. "Uh, sayang banyak sama Kakak iparku yang cantik ini," pelukan hangat Zayla berikan kepada Serly, mereka berdua sama-sama bahagia akan hal itu. Takdir berpihak kepadanya sehingga tetap menyatukan
Happy Reading. Rula menangis histeris saat mengetahui bahwa Papanya sudah meninggal dalam keadaan mengenaskan. Sungguh hatinya sangat sakit, walaupun ia tahu orang seperti apa sang Papa, tetap saja tidak ada seorang anak yang membenci Papanya sendiri. Roger mendekati sang istri yang duduk di samping makam mertuanya. Padahal dia belum sempat bertatap muka dengan Juanda bahkan di hari pernikahannya sekalipun dia tidak bisa menghubunginya. Roger menyerahkan semuanya ke wali hakim saat melaksanakan acara pernikahan kala itu bersama Rula. "Jangan menangis, kasian anak kita," ucap Roger memperingatkan sang istri akan calon anaknya. "Kamu enggak tahu rasanya kehilangan orang yang paling kamu cintai di dunia ini. Papa adalah cinta pertamaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja setelah kepergiannya, apa kamu waras berkata seperti itu, huh!" akibat terlalu sedih, Rula marah-marah kepada suaminya sendiri dan salah mengartikan ucapan Roger barusan. 'Sabar Roger, hormon ibu hamil memang naik
Happy Reading. Jika kemarin adalah hari bahagia bagi Ansel dan Serly, sekarang adalah hari terbahagia bagi Zayla dan Arion. Sesuai yang telah direncanakan, mereka berdua melangsungkan acara resepsi pernikahan di sebuah hotel bintang 5 milik keluarganya sendiri di tengah-tengah kota. Tamu yang hadir melebihi banyaknya tamu Ansel dan Serly 2 minggu yang lalu, sekarang pengantin baru itu turut andil dalam pernikahan Zayla dan Arion. Bahkan mereka lah yang meng-handle semua persiapan acara tersebut. Semua anggota keluarga mengucapkan selamat kepada sang pengantin baru, yeah anggaplah begitu walaupun mereka sudah lama resmi menjadi pasangan suami istri. Sekarang hanyalah pesta perayaannya yang digelar sangat mewah. "Aku enggak nyangka bisa hidup bersamamu," ucap Arion tak melepaskan genggaman tangannya kepada sang istri. "Aneh ya, Kak. Kita dibesarkan sebagai Kakak dan Adik, eh sekarang malah jadi pasangan suami istri," balas Saya terkekeh kecil. "Andaikan Mama sama Papa masih ada, me
Happy Reading. Laudya menunggu sang Kakak di depan rumah, hatinya begitu resah, ia benar-benar mencemaskan Kakaknya yang pergi entah ke mana. Hingga datang sebuah taksi dan berhenti di dekatnya, ternyata Randy penumpang dari taksi tersebut. "Kakak dari mana, aku cariin dari tadi," ucap Laudya menghampiri sang Kakak, wajahnya terlihat sangat lesu seolah ada beban berat di pundaknya. "Maaf, sudah membuat mu khawatir. Ayo ke dalam ada yang mau Kakak bicarakan," setelah membayar taksi barusan Randy masuk ke dalam rumah diikuti oleh Adiknya. "Mau bicara soal apa, Kak?" tanya Laudya begitu penasaran, tatapannya tak lepas dari wajah sang Kakak yang tak bersemangat. "Besok kita akan pindah ke luar kota, kita mulai semuanya dari nol, kita besarkan anak kamu bersama-sama. Jangan pernah menghubungi pria itu dengan tujuan meminta tanggung jawab, jangan merendahkan harga diri kamu di depan pria brengsek seperti itu. Ada Kakak yang selalu ada buat kamu, asalkan kita sama-sama jujur dalam hal a
Happy Reading. Tanpa sepengetahuan Laudya, Randy mencari alamat rumah pria yang sudah menghamili adiknya. Ia harus meminta pertanggungjawaban kepada pria itu apa pun yang terjadi, Randy tidak mau Laudya hamil tanpa suami. Berbekalkan nomor Rafly yang ia curi dari ponsel adiknya, Randy nekat pergi ke rumah pria itu yang katanya ada di tengah-tengah kota. Randy mendapatkan informasi itu dari sosial media yang ternyata Rafly bukanlah orang sembarangan. Dari semalam Randy menghubungi nomor Rafly tetapi tak ada jawaban dari sana, membuat Randy semakin kalang kabut dibuatnya. Tentu saja Rafly tidak bisa dihubungi, ia sedang patah hati dan mengurung diri di dalam kamarnya sejak semalam. Lebih tepatnya setelah ia menjadi pusat perhatian di pesta pernikahan Serly yang tak sengaja menjatuhkan gelas di dekat pintu ruang acara. Tok! Tok! Tok! "Raf, ada yang cari kamu di bawah, turun yuk," ucap Mayang dari balik pintu kamar, ia paham bagaimana perasaan putranya saat ini, karena itulah ia mema
Happy Reading. Malam yang seharusnya menjadi malam pertama yang indah bagi pengantin baru, tidak dengan Serly dan Sean. Pengantin wanita mengadakan sidang keluarga di ball room hotel setelah para tamu undangan pulang semua. "Jelaskan kenapa bisa seperti ini?" cetus Serly menatap satu persatu wajah orang-orang yang sudah membohonginya. "Pa, Ma, Siapa yang akan menjelaskannya?" cecar Serly menatap kedua orang tuanya, mereka berdua juga tidak tahu harus menjelaskannya dari mana. "Begini saja, Nak. Bagaimana kalau Ansel yang menjelaskannya secara detail sama kamu di kamar," tawar Rina kepada sang menantu, ia juga enggan mengatakan secara langsung bagaimana asal mula rencana itu tersusun. Tatapan Serly menghunus tajam pada sang suami yang duduk di sampingnya, menuntut persetujuan dari suaminya itu. "Baiklah, aku yang akan menceritakan semuanya sama kamu. Kalau begitu ayo kita ke kamar, kasian orang tua kita pasti kelelahan dan ingin beristirahat," kata Ansel menatap sendu, Ia takut is