Di balik selimut tebal berwarna abu-abu yang membuat suhu ruangan begitu dingin itu menjadi penghangat boleh balutan selimut dan pelukan hangat dari kulit yang menempel pada tubuh Alya itu mulai Mengusik alam bawah sadar wanita tersebut.Alya mulai menggeliat, dengan begitu perlahan karena kelopak matanya pun mulai terbuka. Menyeimbangkan lampu kamar yang meremang itu bersamaan dengan iris berwarna kecoklatan itu mulai membuka sempurna penuh kebingungan.“Astagfirullah!” gumam Alya dengan suara Pelannya. Tubuhnya terasa hangat dan nyaman dia pun mulai tersadar jika dirinya tidak sedang terlelap pada sebuah bantal empuk yang beberapa hari menemaninya.Dia mulai menoleh, menatap ke atas dan mendapati pria yang tak lain adalah suaminya, Evan, itu masih terlelap dengan kelopak mata yang masih tertutup rapat sempurna. “Astagfirullah, kenapa aku bisa ketiduran seperti ini diperlukan Pak Evan?” Tanya Alya pada dirinya sendiri. Detak jantungnya mulai bertalu tak karuan, saat tersadar jarak
Alya terdiam saat Evan dengan kasar menolak sarapan yang telah disiapkan olehnya. Tak hanya sampai disitu, pria itu dengan Seenaknya saja menuduh dirinya yang tidak tidak. Apa Alya terlihat memiliki niat jahat seperti itu pada suaminya?Seharusnya Evan dapat berpikir realistis, jika Alya memang memiliki melihat seperti itu kenapa tidak dilakukan olehnya sejak dulu. Dan lebih memilih meminta dirinya untuk dinikahi secara siri pada Evan yang Bahkan untuk menuntut apapun itu tidak akan bisa Alya lakukan karena memang pernikahan mereka tidak tercatat pada catatan Sipil. Dan Alya tidak bisa melakukan tuntutan apapun kepada Evan nantinya.Alya masih berdiri di tempatnya, menatap pintu yang sudah kembali rapat tertutup sejak kapan keluar dari sana.“Sabar, Al. Kamu tidak boleh terpancing amarah juga seperti suami itu,” kata Alya pan. Dia menghela nafas beratnya, sebelum akhirnya dia benar-benar meninggalkan ruang tamu itu dan berlalu menuju ke pantry untuk sarapan seorang diri.Dua piring n
Alya dan Raffi yang mendapati sikap aneh Evan itu pun terdiam. Sama-sama menatap punggung yang semakin menghilang dari arah pandangnya itu. Merasa sikap yang sedang Evan lakukan itu sangat aneh menurut keduanya.Raffi menoleh dan menatap bingung pada Alya. Segala pertanyaan itu pun berhasil muncul yang semakin membuat pria yang baru mengenal Alya itu semakin penasaran. “Pak Evan kenapa?” tanya Raffi dalam kebingungannya. Berharap dia mendapat jawaban dari Alya atas sikap yang sedang Evan tunjukkan kepadanya itu. Alya yang ditanya seperti itu oleh Raffi pun bingung. Sebab dia pun tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa pada Raffi atas kalimat yang pria itu tanyakan kepadanya. Tak mungkin juga Alya menjawab, karena sebenarnya dia pun bingung sebab apa yang membuat Evan bersikap seperti itu kepadanya. “Aku juga nggak tahu, Mas,” jawab Alya sekenanya.Alya tersenyum canggung kepada Raffi. Sebab, tidak jadi mengajak sarapan bersama atas masakan yang telah dia masak meski hanya
“Tuh. Pak Evan datang pagi-pagi dengan wajah tak bersahabatnya tadi. Tumben sekali dia datang bawa kotak makanan, tetapi saat masuk dan kami sapa hormat dia. Malah dia buang kotak makannya itu ke tong sampah,” kata salah satu karyawan wanita yang sebelumnya bergosip pada salah satu rekan kerjanya itu. Raffi yang mendengar kabar dari sang rekan itu pun terkejut. Pandangan matanya mengikuti ke mana arah pandangan rekan wanitanya itu menuju ke tong sampah yang tak jauh dari mereka. Apa yang mereka bilang itu ternyata benar adanya. Kotak makan yang Alya bawa sebelumnya tadi telah berada di dalam tong sampah tersebut.Raffi mendekat, tangannya pun terulur guna bisa menggapai kotak yang sempat dia pegang sebelumnya. JIka Evan membuang kotak bekal Alya dari dirinya. Lalu untuk apa pria itu justru malah membuang kotak makan yang seharusnya isinya dia nikmati bersama dengan Alya. “Pak. Buat apa diambil. Itu kan sudah dibuang oleh Pak Evan. Tadi beliau bilang jangan sampai ada yang berani me
Sinar matahari pagi menembus jendela kantor, menerangi ruangan kerja Alya yang penuh dengan tumpukan kain dan sketsa desain. Alya, seorang desainer muda berbakat di sebuah perusahaan fashion ternama di Tangerang, sedang sibuk dengan rancangan desain pakaian terbaru yang sedang ditunggu oleh Heru, atasannya.Hari ini, Alya harus menyelesaikan rancangan desain untuk sebuah koleksi baju musim panas, pesanan internasional. Deadline sudah semakin dekat, dan Alya masih harus menyelesaikan banyak detail kecil.Dia yang harus menghabiskan waktu cuti kemarin, berhasil membuat pekerjaannya itu harus tertunda. Dan kini yang sedang terjadi pada Alya adalah dia yang sedang dikejar oleh permintaan Heru yang meminta cepat untuk diselesaikan. Selain berkutat pada sketsa dan kain yang ada di atas meja tak jauh darinya. Alya juga berkutat dengan rancangan desain pakaian di layar komputernya. Deadline semakin dekat, dan ia masih belum puas dengan hasil karyanya. Ia mencoba berbagai kombinasi warna, bah
Alya terdiam, terperangkap dalam kebingungan. Pertanyaan Vira tentang siapa yang mengambil tempat sarapan paginya itu bagaikan bom waktu yang siap meledak. Dia tidak ingin membohongi Vira, tapi dia juga tidak ingin mengungkapkan rahasia yang disembunyikannya.Menjawab siapa yang mengambil tempat makannya pagi tadi, sama saja memancing rasa ingin tahu Vira atas apa yang terjadi padanya itu. Tidak ingin berbohong, tapi Alya harus melakukan itu semua dari Vira. "Alya, jawab aku. Siapa yang mengambil tempat makanmu itu? Apa ada kejadian yang belum aku tahu?” tanya Vira dengan tatapan menelisik menunggu jawaban dari sang teman Vira dapat melihat sesuatu yang sedang berusaha Alya tutupi dari dirinya. Dia sangat merasa, ada sesuatu yang sedang Alya sembunyikan dari dirinya. Alya menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Salah menjawab, akan berakibat fatal untuknya, Evan dan juga keluarganya. "Aku tidak tahu siapa yang mengambil tempat makanku Mbak. Pagi tadi, aku tinggal di
Kalimat yang Alya katakan itu terputus saat mendapati seseorang muncul dari balik punggung Heru, Alya sangat mengenalnya. Alya tak menyangka jika ternyata Pak Heru dan juga Evan makan siang di tempat yang sama dengannya. Tatapan mata yang begitu tajam yang Alya dapatkan dari Evan saat melihatnya bersama dengan orang lain yang tak lain adalah pria yang berhasil membuat suasana hati Evan itu buruk pagi tadi. “ya, tadi pagi Pak Evan yang minta untuk teman buat ketemu klien karena harus ada desain rancangan dan juga biaya yang harus disepakati. Jadi, saya yang menemani beliau dan ada berita bagus buat kalian berdua.” Heru menatap dengan senyum yang berbinar bergantian pada Alya dan juga Vira, bawahannya. Alya dan juga Vira yang mendengar kabar bagus dari sang atasan itu pun saling pandang satu sama lain. Alya dan Vira belum mengerti maksud apa yang Heru katakan pada mereka itu. “Pak.”Raffi menyapa dengan senyum ramah pada Evan yang sejak tadi diam dengan wajah kesal yang ditunjukka
Alya memasuki unit apartemen Evan dengan wajah lelahnya. Seharian berputar dengan rancangan desain berhasil membuat pikirannya sangat erat. Tapi saat dia melakukan kakinya ke dalam unit Evan kemudian merasa seperti ada aura yang tak biasaKetegangan udara yang begitu mencekam, aura tak bersahabat mah dapat ia rasakan. Lalu, dengan tiba-tiba dia merasakan sebuah tarikan yang begitu kasar dan membuatnya terdorong masuk ke Unit apartemen yang masih gelap dan sunyi sebab lampu penerangan belum menyala.“Akh!” Sebuah pekikan itu pun keluar dari bibir Alya. Dia tersentak kaget, nyaris kehilangan keseimbangan, matanya membelalak saat lampu apartemen itu tiba-tiba menyala dengan terang.Alia dapat menyaksikan sendiri raut wajah penuh amarah tak bersahabat dari pria Arogan yang menjadi suaminya itu.“Pak, anda sudah pulang?” tanya Alya dengan takut-takut saat mendapati aura tak bersahabat dari sang suami.Tidak ada jawaban yang Alya dengar dari pria yang terlihat penuh amarah itu.Alya mengump