Keesokan harinya, Aleeta terbangun seorang diri di dalam kamarnya. Pria bernama Nicholas itu sudah tidak ada, bahkan pakaian pria itu juga sudah tidak ada. Aleeta sedikit mendesah lega, karena setidaknya apa yang ia harapkan semalam bisa terkabul pagi ini.
Aleeta harus segera bangun sebelum Mary masuk ke kamarnya, dan melihat kondisinya yang begitu kacau. Aleeta tidak memakai pakaian apapun, karena gaun tidurnya semalam sudah di rusak oleh Nicholas. Aleeta mencoba bangkit, meraih jubah tidur yang tersampir di ranjangnya. Tanpa Aleeta tahu kalau jubah tidur itu yang di pakai Nicholas semalam. Mary muncul dari balik pintu, setelah Aleeta berhasil memakai jubah tidur, menutupi leher dan juga tubuhnya yang terdapat beberapa tanda merah yang di buat oleh Nicholas. “Anda sudah bangun rupanya.” Mary mendekat seraya tersenyum. “Nona ingin mandi sekarang?” “Ya. Sekarang saja,” sahut Aleeta cepat. “Baiklah. Mari sNicholas menatap Mary yang baru saja memasuki dapur. Tidak seperti biasanya wanita itu pergi sebelum menyiapkan apapun untuk Nicholas. Meskipun makanan sudah tersedia di atas meja. Tapi biasanya Mary pasti akan tetap berada di sana untuk melayani keperluan Nicholas.“Maaf, Tuan. Sudah membuat Anda menunggu lama,” ujar Mary penuh penyesalan.“Hm. Aku juga baru saja duduk,” sahut Nicholas datar.Mary segera menyiapkan minuman untuk Nicholas. Seperti biasa, setiap pagi pria itu pasti akan meminum secangkir kopi hitam sebelum berangkat bekerja. “Silakan, Tuan.” Mary meletakkan cangkir kopi Nicholas tepat di sebelah tangan pria tersebut.“Dimana wanita itu?”Mary menoleh ketika mendengar pertanyaan tersebut. “Maksud Anda, Nona Aleeta?” Tanyanya. Namun, Nicholas tidak menjawab. Pria itu hanya diam seraya menyesap kopinya. “Nona sedang berganti pakaian, Tuan. Saya baru saja membantunya mandi,” imbuh Mary.“Bukank
“Jangan terlalu berisik. Aku takut jika temanmu akan semakin panik ketika mendengar suaramu,” ujar Nicholas seraya mencengkeram erat rahang Aleeta.Aleeta menggeleng dengan mata yang mulai berair.“Aku mohon, pergilah,” lirih Aleeta. Ia meringis ketika Nicholas mulai meremas rahangnya. Aleeta yakin, dalam sekali sentak pria itu bisa meremukkan rahangnya.“Bagus. Teruslah memohon supaya temanmu itu bisa mendengarnya.” Kata Nicholas sembari tertawa.“Nicho, aku mohon—Nicho!” Aleeta menjerit ketika Nicholas langsung mengangkat tubuhnya dari kursi roda begitu saja. “Lepaskan aku!”“Ya. Teruslah berteriak.”“Aku mohon. Lepaskan aku!” Aleeta berteriak sembari meronta dalam gendongan Nicholas.Tapi Nicholas tampak tidak peduli. Ia terus menggendong Aleeta, dan masuk ke dalam kamar wanita itu. Begitu sampai, Nicholas langsung melempar tubuh Aleeta ke atas ranjang, sementara ia menutup pintu dengan cara menendangnya
Johan yang mendengar Aleeta berteriak di seberang telepon seketika menjadi panik. Ia yakin, pria itu pasti ingin menyakiti Aleeta. “Jangan sentuh Aleeta, berengsek!” Teriaknya sembari menatap telepon yang ia genggam.Tidak ada sahutan. Yang ia dengar hanya suara Aleeta yang sedang mencoba memohon di seberang sana.“Sialan! Kamu lihat saja aku pasti benar-benar akan membunuhmu!” Johan kembali berteriak lalu membanting ponsel genggamnya ke atas lantai.Pria itu jatuh terduduk ke atas lantai. Kedua tangannya menjambak rambutnya kuat-kuat. “Arrgghh!” Teriak Johan.Ia ingin menolong Aleeta, tapi ia tidak bisa. Ia ingat, setakut apa suara Aleeta tadi. Ketika wanita itu memohon ampun pada pria bernama Nicholas. Johan ingin sekali menolongnya. Tapi apa kenyataannya? Ia justru hanya bisa diam di rumahnya, tanpa tahu harus menolong Aleeta dengan cara apa.“Jo, tumben kamu ...” Thomas tidak jadi melanjutkan kalimatn
“Mari saya antar ke rumah sakit, Nona.” Kata Mary setelah ia memastikan bahwa Nicholas sudah benar-benar berangkat bekerja.Mary segera mendorong kursi roda Aleeta keluar kamar. Sementara Aleeta hanya duduk lemah di atasnya.Aleeta benar-benar sudah kehilangan tenaga. Di tambah dengan rasa sakit di kaki kirinya yang sejak tadi tak kunjung hilang.“Mary.”“Ya, Nona.”“Apa Nicho benar-benar sudah pergi?” Tanya Aleeta dengan suara lemah. “Sudah, Nona. Tuan Nicholas sudah berangkat bekerja,” jawab Mary seraya membuka pintu rumahnya. Kemudian kembali mendorong kursi roda Aleeta.Saat sudah sampai di depan gerbang rumah Nicholas. Mary berhenti dan memanggil Steven yang tengah berjaga di pos jaga.“Ada apa?” Pria bernama Steven itu keluar seorang diri. Karena Mark sedang di beri tugas lain oleh Nicholas.“Tolong antar kami ke rumah sakit. Kaki Nona Aleeta kembali terluka.” Kata Mary.
Rumah Nicholas ternyata jauh lebih besar dan mewah dari yang di bayangkan Aleeta. Bahkan halaman di sekitar rumahnya pun juga tak kalah luasnya. Benar-benar seperti istana yang ada di cerita dongeng yang pernah Aleeta baca. Sayangnya, di rumah sebesar ini tidak ada banyak orang di dalamnya. Nicholas hanya memiliki dua penjaga, Mark dan Steven. Lalu Mary yang hanya di beri tugas untuk memasak sekaligus merawat dan menjaga Aleeta. Sedangkan untuk urusan rumah lainnya, Nicholas lebih sering menggunakan jasa layanan kebersihan ketimbang mencari dan menambah karyawan baru di rumahnya. Entah apa alasannya, Aleeta tidak tahu dan tidak ingin tahu. Lagipula untuk apa juga ia bertanya-tanya kepada Nicholas soal urusan rumahnya? Biarkan saja pria itu yang mengaturnya. Memangnya Aleeta punya hak apa? “Nona, sarapan Anda sudah siap.”Aleeta menoleh ketika Mary memanggilnya dari pintu belakang. Padahal awalnya tadi Aleeta bilang ingin menunggu di hal
Hari ini genap satu Minggu pria bernama Nicholas itu tidak pernah menampakkan dirinya di hadapan Aleeta. Kemana sebenarnya pria itu pergi? Meski berulang kali Aleeta mencoba untuk tidak peduli. Tapi tetap saja, kata kemana itu pasti selalu muncul di kepala Aleeta. Setelah hari itu, hari dimana Nicholas menyetubuhinya dengan kasar hingga membuat jahitan di kakinya terbuka. Sampai detik ini pria itu benar-benar tidak pernah menampakkan batang hidungnya. Pria itu seolah menghilang tanpa jejak.Apa Aleeta senang selama seminggu ini karena tidak bertemu dengan Nicholas? Tentu saja iya. Tapi ada saja yang membuat Aleeta heran. Rumah yang ia tinggali ini adalah rumah Nicholas. Kalau pria itu tidak pulang ke rumahnya, lalu dia pulang kemana? Pria itu pergi kemana? Ataukah ke rumah orang tuanya? Aleeta benar-benar tidak tahu.Aleeta baru saja selesai melakukan check-up di rumah sakit. Untuk mengetahui perkembangan perihal kakinya. Ketika Mary mendorong kursi rodanya menuju lobi, sudah ada mob
“Apa kamu baik-baik saja?”Nicholas menoleh pada Julian. Pria itu yang tadi mengajak Nicholas agar datang ke klub elite milik Daniel sepulang bekerja. Hari ini adalah hari Sabtu, tapi tidak ada kata libur bagi Nicholas. Ia masih tetap harus bekerja, sementara orang-orang sibuk menikmati hari weekend mereka.“Hm.” Nicholas bergumam, menyesap minuman berjenis martel dalam diam.“Kenapa dengan wajahmu?” Julian mulai menggoda.Nicholas melirik tajam. “Memangnya ada apa dengan wajahku?” Tanyanya kasar.“Ya ... Seperti orang yang baru saja patah hati. Apa kamu sedang patah hati, Nich?” Julian menyengir.Nicholas menatap sepupu berengseknya itu. “Apa kamu ingin lehermu patah malam ini?”Bukanya tersinggung, Julian justru tertawa. Lalu meraih minumannya sendiri.“Sebaiknya kamu jangan macam-macam, Julian.”Nicholas menoleh pada Lukas yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya.
“Sudah cukup, Nich. Kamu sudah terlalu mabuk!” Teriak Victor ketika Nicholas terus menghabiskan botol Martell XO yang keempat. Nicholas seolah kehilangan kendali. Pria itu terus saja menegak minuman beralkohol itu tanpa henti. Tidak peduli jika dirinya kini mulai kehilangan setengah kesadaran. “Sial! Dia sepertinya benar-benar gila,” sahut Julian. Lukas hanya tersenyum ketika Nicholas berhasil mendorong tubuh Julian dengan begitu mudah, padahal kondisi pria itu sudah mabuk parah. “Aku rasa kita semua dalam masalah besar jika Mama Karina tahu, kita yang membawa Nicholas ke sini,” ujar Lukas santai. “Sialan! Kamu jangan membuatku semakin bertambah pusing.” Julian mengacak rambutnya. “Ya. Lagipula kita nggak akan terkena masalah jika kamu bisa menutup mulut soal hal ini dari ibumu,” desis Victor. Lukas terkekeh di tempatnya. Memerhatikan Julian dan Victor yang tampak kesulita
Aleeta bernapas lega ketika penerbangan itu akhirnya berakhir setelah ia mencoba bertahan selama hampir dua jam lamanya. Kali ini Aleeta memutuskan untuk melangkah keluar terlebih dahulu. Mendahului Nicholas yang masih sibuk menyimpan Ipad-nya.Perjalanan tadi bisa di katakan sebagai perjalanan termewah yang pernah Aleeta rasakan selama ini. Namun, juga merupakan perjalanan paling menyesakkan yang pernah di rasakan oleh Aleeta.“Tampaknya kamu terlihat bersemangat sekali,” cibir Nicholas saat melihat Aleeta berjalan tergesa menuruni tangga jet.Aleeta tidak menjawab. Ia mengabaikan ucapan Nicholas dan memilih berdiri agak jauh ketika mereka sudah sama-sama turun ke bawah.“Mobil jemputannya ada di sebelah sana,” ujar Nicholas seraya menunjuk sebuah mobil hitam yang sudah menjemputnya.Aleeta hanya berdehem lalu segera melangkah ke arah mobil yang di tunjuk oleh Nicholas.Nicholas mengernyit. Kenapa wanita itu? Perasaa
“Kita akan berangkat satu jam lagi. Sebaiknya kamu segera bersiap-siap.” Nicholas berujar ketika pria itu sudah menghabiskan sarapannya.Aleeta ingin membuka mulutnya. Namun, kemudian ia kembali menutupnya rapat-rapat. Saat ini memang bukanlah saat yang tepat untuk menolak ajakkan Nicholas. Lebih baik ia mengalah saja. “Ya,” jawab Aleeta pelan.Nicholas kemudian berdiri. Ia menatap Aleeta yang masih menunduk seraya mengaduk-aduk piring makanannya. Dan tanpa mengatakan apapun lagi, Nicholas langsung memilih pergi meninggalkan ruang makan.Aleeta mendesah ketika Nicholas sudah menghilang dari balik pintu. “Menyebalkan sekali,” gumamnya seraya membanting sendok.“Ada apa, Nona?” Mary bertanya ketika baru saja keluar dari dapur.“Mary, aku benar-benar nggak ingin pergi dengan Nicholas. Aku merasa belum siap bertemu dengan keluarganya. Apa yang harus aku lakukan di sana nanti?” Aleeta bertanya panik.Aleeta yakin. Pesta pertunangan itu pasti tidak hanya akan di hadiri oleh beberapa orang
“Pagi, Nicho.”Nicholas menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap Aleeta datar ketika wanita itu tersenyum ke arahnya.Sial. Apa yang wanita itu lakukan?“Nicho, kamu ingin kemana? Apa kamu nggak ingin sarapan terlebih dahulu?” Aleeta kembali bersuara. Dan Nicholas tetap saja diam.“Aku akan menunggumu jika kamu ingin sarapan terlebih dahulu. Aku akan menunggumu di halaman samping,” imbuh Aleeta.“Mau pergi kemana?” Suara dingin Nicholas terdengar.Membuat Aleeta yang sudah hendak melangkah itu seketika berhenti. Aleeta menoleh ke arah Nicholas yang sama sekali tidak menatap ke arahnya. Wajah pria itu hanya datar dan lurus memandang ke depan.“A-aku ingin menunggumu di halaman samping selama kamu menikmati sarapanmu.”Nicholas akhirnya menoleh, menatap Aleeta tanpa ekspresi. “Kita akan makan bersama,” ujarnya datar.Aleeta tampak terkejut. “M-makan bersama?! Bukanya kamu bilang kalau kamu
Nicholas terbangun ketika jarum jam tepat menunjuk di angka setengah enam pagi. Nicholas mendesah. Lalu segera beranjak bangun dari tempat tidur Aleeta. Ia melirik ke arah Aleeta yang masih tertidur. Tubuh wanita itu polos, hanya berbalut selimut sebatas dadanya. Begitu juga dengan tubuhnya. Nicholas segera turun dari tempat tidur, dan mengambil pakaiannya yang bercecer di atas lantai. Kemeja dan celana Nicholas yang kemarin basah hari ini sudah kembali kering. Meski rasanya masih sedikit dingin tapi Nicholas tetap memakainya. Ketika Nicholas sudah selesai mengancingkan kancing kemeja terakhirnya. Ia berniat untuk langsung keluar kamar Aleeta sebelum wanita itu terbangun.Namun, langkahnya terhenti sebelum ia mencapai pintu. Ia kembali menoleh ke belakang. Dimana Aleeta masih tertidur pulas di tempatnya. Nicholas kembali mendekati wanita itu, lalu menarik selimut dan menyelimuti tubuh Aleeta hingga mencapai leher.Nicholas terdiam seraya terus mengamati wajah Aleeta. Ia ingat sekasa
“Nicho, kamu ingin membawaku kemana?” Aleeta bertanya ketika Nicholas terus menyeretnya masuk ke dalam rumah.Pria itu terus melangkah tanpa memedulikan sedikitpun pertanyaan dari Aleeta. Ia terus menyeret Aleeta, seakan lupa kalau kaki Aleeta baru saja sembuh hari ini. Nicholas tidak memikirkan kalau apa yang ia lakukan bisa saja membuat kaki wanita itu kembali terluka lagi.Saat tiba di depan pintu kamar Aleeta. Nicholas langsung membuka pintunya, dan terus menyeret Aleeta hingga masuk ke dalam kamarnya. Pria itu kembali menutup pintu dan menguncinya dari dalam.“Nicho, apa yang ingin kamu lakukan?” Aleeta mulai bertanya takut saat mereka sudah berada di dalam kamarnya.Nicholas tidak menjawab, dan kembali menarik tubuh Aleeta. Saat Aleeta pikir, pria itu akan menghempaskannya ke atas tempat tidur. Ternyata ia salah. Nicholas justru terus menariknya hingga menuju ke pintu kamar mandi.Aleeta mulai ketakutan ketika Nicholas mem
“Dari mana?!” Nicholas bertanya dingin ketika melihat Aleeta masuk ke dalam rumah bersama Lukas. Sial! Tangan Nicholas semakin terkepal erat. Rasanya ia sudah sangat siap untuk meremukkan sesuatu. “Nicholas?” Aleeta tampak begitu terkejut dengan keberadaan Nicholas. Ia tidak menyangka kalau pria itu ternyata sudah pulang ke rumahnya. Kapan Nicholas pulang? Hanya pertanyaan itu yang saat ini mampu di pikirkan oleh kepala Aleeta. “Kalian tampak seperti orang yang baru saja pulang dari bersenang-senang,” ujar Nicholas dingin. Aleeta hanya bisa menelan ludah susah payah, ketika Nicholas mulai menatap dingin ke arahnya. “A-aku—“ “Kamu salah, Nich. Kami nggak jadi bersenang-senang karena hujan sudah lebih dulu datang dan mengacaukannya,” sahut Lukas santai. Dan tentunya hal itu berhasil membuat leher Aleeta semakin terasa begitu tercekat. Nicholas tersenyum miring. “Oh, ya?” Ujarnya dengan sebelah alis terangkat. “Hm. Kami hanya mampir ke kedai ice cream dan menikm
Julian mengumpat seraya melemparkan setelan jas kerja ke hadapan Nicholas.“Kalau tahu seperti ini, lebih baik semalam aku mengantarmu pulang saja. Daripada kamu merepotkanku seperti ini!” Ketus Julian lalu merebahkan dirinya di sofa yang ada di kamar inap Nicholas.Nicholas terkekeh. “Terima kasih, Julian,” ujarnya sementara Julian hanya mendengus.Bagaimana Julian tidak kesal? Kemarin Nicholas memutuskan untuk menginap di rumah sakit. Dan ketika Julian menawarkan diri untuk menemani Nicholas, pria itu justru menolaknya. Salah satu alasan Nicholas menolak untuk di temani Julian karena, ia merasa kasihan jika Julian harus tidur di atas sofa. Julian pikir, Nicholas benar-benar merasa kasihan padanya. Maka dari itu, Julian memutuskan untuk menemani pria itu sampai malam saja. Lalu setelahnya ia akan pulang. Tapi, pagi-pagi sekali Nicholas sudah menghubunginya dan memintanya agar ia kembali ke rumah sakit. Bahkan Nich
“Cobalah. Akan aku pukul wajah menyebalkanmu itu.”Lukas terkekeh mendengarnya. Ia akui, Aleeta memang pandai sekali membuatnya tertawa. “Sayang sekali aku nggak suka merebut milik saudaraku.”“Ternyata kamu nggak punya nyali,” ledek Aleeta.“Jangan berani memancing nyaliku. Aku nggak ingin kamu menyesal setelah melihat nyaliku nanti,” sahut Lukas santai.“Ck! Omong kosong.” Ketus Aleeta.Lukas hanya tersenyum. “Tadi kamu bilang kamu hanya hidup bersama ibumu selama dua puluh tujuh tahun. Lalu bagaimana dengan Ayahmu? Sebelumnya maaf kalau aku bersikap lancang, dan bertanya-tanya soal keluargamu.”Aleeta menggeleng. “Tenang saja. Kamu nggak lancang, kok. Justru sebaiknya kamu harus merasa bersyukur, karena baru kali ini aku mau menceritakan soal Ayahku kepada orang lain.”Lukas mengernyit. “Jadi kamu nggak pernah bercerita soal Ayahmu kepada siapapun selama ini?”“Nggak pernah.”“Kenap
“Kamu akan mengerti setelah kamu melakukannya nanti.”Aleeta terdiam. Sebenarnya apa maksud Lukas? Kenapa pria itu tidak mengatakan secara langsung saja, apa maksud dari inti pembicaraannya saat ini? Aleeta kemudian berdecak.“Rasanya nggak ada gunanya ya aku bercerita padamu. Kamu selalu memberi jawaban yang hanya setengah-setengah,” cibir Aleeta seraya menyendok sisa ice cream cokelatnya.Kali ini Lukas tertawa. “Setidaknya hanya aku pilihan untukmu. Aku yakin, kamu nggak berani membicarakan soal Nicholas kepada siapapun selain aku, kan?”Aleeta memelotot horor. Bagaimana pria itu bisa tahu? Lukas tidak mungkin bisa membaca isi hatinya, kan?“T-tunggu dulu ...” Aleeta meletakkan sendok ice creamnya. “Sekarang coba katakan padaku kamu ini berada di pihak yang mana? Jujur saja sampai detik ini aku masih belum bisa membaca niatmu bersikap baik padaku. Apa jangan-jangan kamu juga menceritakan apa yang aku ceritakan selama ini kepada Nicholas?!” Aleeta tiba-tiba berubah menjadi begitu p