Matanya membulat seakan keluar dari tempatnya, Alice terkejut melihat reaksi yang di tunjukan wanita yang melahirkan pria yang berstatus suaminya. Walau hal itu belum terbukti secara nyata, karena Alice tak sekalipun melihat bukti pernikahan mereka.Ucapan Urmila ibu dari laki-laki yang berhasil mencabik-cabik harga dirinya, begitu murka padanya. Tidak ada pembelaan, semua tidak mampu untuk di jawab oleh Alice."Pergi!!!" sentak Urmila. "Anda yakin menginginkan saya keluar dari sini, nyonya? Tidakkah anda tanyakan pada putra anda lebih dulu?" tanya Alice, sebelum pergi dari mansion Alaric."Tidak perlu. Keputusan saya mutlak di setujui!" Urmila menunjuk arah pintu yang terbuka. Tanpa mengatakan apapun Alice pergi begitu saja hanya pakaian yang menempel di tubuhnya dan ponsel miliknya yang ada dalam genggaman. Bahkan, di tangannya tak ada uang sepeser pun yang mampu membeli atau memesan taksi online untuk dirinya."Nyonya, tunggu!!" Alice mempercepat langkahnya. Begitu sakit hatinya
Terpaksa mengalah demi tujuan yang belum terwujud. Carissa, bukan hanya mengikuti keinginan Urmila untuk menjauh tetapi Carissa hanya mencari cara untuk menyingkirkan rivalnya. Alice, ada saingan yang paling berat karena Alaric begitu mencintai dan menggilai Alice. "Aku harus secepatnya melakukan sesuatu jika tidak semua akan terlambat. Alaric, secepatnya menjadi milikku dan wanita itu harus aku singkirkan." Gumam Carissa.Seseorang telah memberikan informasi mengenai siapa Alice yang sebenarnya. Dan langkah untuk mendekatinya orang terdekatnya yang mampu melancarkan rencananya. Uang segalanya bahkan, dengan uang mampu membeli harga diri orang lain. Itu yang dipikirkan oleh Carissa, dengan uang yang dimilikinya mampu membayar seseorang untuk menghancurkan Alice.[Bos, dia sepupu wanita itu. Dengannya, nona bisa menghancurkan saingan anda.] Pesan di terima, Carissa berjingkrak pesan yang sejak tadi ia tunggu-tunggu. [Atur pertemuan dengan wanita itu, di tempat biasa.] Balas Carissa.
"Kau menyiapkan ini?" tanya Alice, acuh."Ya, untukmu dan anakku yang ada dalam kandungan kamu. Sayang, maafkan aku seharusnya aku bisa menjagamu dan anak kita. Maafkan sikap mama, aku pastikan mama tidak akan melakukan hal ini lagi padamu dan calon anak kita ini," Alaric, bersimpuh di depan Alice mengecup perut rata milik Alice. "Biar aku yang membantumu," sambung Alaric, tanpa menunggu jawaban Alice. Alaric bergerak lincah menyiapkan air hangat dan baju yang pas untuk istrinya."Aku berjanji setalah semuanya selesai aku akan menjagamu. Setiap saat ada untukmu," meski Alice tak menanggapi perkataannya. Alaric mengajak berbincang, wanita yang acuh namun ia ia cintai. Berlahan menarik tubuh istrinya ke dalam dekapannya. "Tidurlah, aku di sini menjagamu. Aku tak akan membiarkan mereka mengusik tidurmu." "Pergilah, aku mau tidur tenang." Alice mendorong tubuh atletis Alaric. Sejak mengetahui dirinya hamil Alice begitu menyukai aroma tubuh Alaric."Tidak akan, kau menyukai aroma ini.
Tubuh Alice terhuyung ke belakang beruntung tangan besar dengan sigap menahan pinggangnya. Wajahnya terlihat jelas di sana salah satu wartawan melebarkan gambar dirimu yang tengah berlari di bawah guyuran hujan penampilannya yang sangat mengenaskan dan wajahnya terlihat begitu tertekan. Foto yang berhasil menghantam dadanya."I– itu," ucapnya terbata."Hentikan! Pertanyaan macam apa ini? Saya adalah pria yang dimaksud oleh kalian. Saya adalah suami dari wanita yang kalian tuduh sebagai simpanan!" ujar Alaric, yang tiba-tiba muncul begitu saja."Ayok kita pergi," sambung Alaric, mengajak Alice pergi dari kerumunan media."Bagaimana kamu bisa ada di sini? Bukankah kamu pergi pagi-pagi sekali?" tanya Alice, saat mereka berada di dalam lift. "Sudah aku katakan untuk jangan pergi kemana pun. Kenapa kamu membantah, hum?" Alaric, menarik pinggang Alice lembut. Mengecup keningnya yang terdapat keringat dingin di sana."A– aku, hanya," Alaric mengangkat dagu Alice, mengecup bibirnya sesaat.
Mencintai seseorang yang tidak mungkin menjadi miliknya, bagaikan menggenggam air. Itu yang di rasakan seorang pemuda tampan yang tak lain adalah Alaric Can Davindra.Pria tampan pendiam dan misterius. Tidak jarang memilih menyendiri tanpa berniat berbaur dengan orang lain. Hanya satu teman dan itu pun jarang terlihat bersama.Brakkk!"Maaf, saya tidak sengaja," lirih seseorang wanita tertunduk.Alaric merapikan tas dan buku yang berhamburan di lantai. Tanpa berniat menjawab perkataan wanita di depannya yang terus menundukkan wajahnya. "Apa kau tidak bisa melihat sampai harus menabrak orang lain?" sahutnya dingin.Alice mendongak ucapan pria di depannya membuatnya kaget. "Aku sudah bilang minta maaf, lagi pula ini jalanan umum bagaimana mungkin kamu bisa berjalan begitu lambat selain itu kamu sedang melamun. Aku sedang terburu-buru jadi, di sini bukan cuma aku yang salah. Tapi, kamu juga." Ujarnya kesal.Alice kehilangan waktu hanya karena menghadapi seorang laki-laki yang menyebalkan
Edison menjauh dari Alice dan Alaric, pria paruh baya itu memilih untuk mencari aman dari amukan Alaric. Seandainya putrinya memilih untuk mendekati Alaric tentu hidupnya akan seperti ratu, semua keinginan akan terwujud tanpa harus bekerja lebih dulu. Tanpa harus menyingkirkan mereka hanya demi harta dan jabatan."Aku tahu, lagi pula mana mungkin aku menyakitinya," ujar Edison, mencari cara agar Alaric tidak membencinya. Kekuatan yang di miliki Alaric membuatnya takluk, dengan mendekati Alice, Edison bisa mendapatkan kepercayaan darinya. Tidak ada alasan lain meski kekayaan orang tuanya dan saudara kembarnya cukup banyak tetapi untuk sekarang dan kedepannya Edison akan mengalami kesulitan. Krisis kepercayaan itu yang akan terjadi dalam perusahaan yang ia pegang saat ini. Siapa yang tidak kenal Edison, pria yang suka bergonta-ganti pasangan dan judi. Selain itu anak dan istrinya menjadi deretan pertama yang banyak di cari orang karena kebohongannya. Namun, semua hanya diam mengetahui
Melihat mereka yang tengah berbincang ringan Alaric tersenyum sinis. Sepatunya yang menimbulkan suara berhasil mengalihkan perhatian mereka."Al, kamu berkunjung? Kenapa tidak beri kabar ayah, hum?" sambut Gavin, senang. Yang sekarang jarang datang untuk mengunjunginya."Al," lirih Carissa, senyumnya mengembang mengetahui pria yang sangat dia cintai berkunjung ke rumah orang tuanya bertepatan dengan dirinya yang datang."Hei, soon apa kabar? Sepertinya kau begitu sibuk sampai lupa berkunjung ke rumah Om," ucap Rendra menyambut kedatangan Alaric begitu mendekatinya."Seperti yang anda ketahui kalau saya memang sibuk. Boleh tahu ada acara apa ini? Kenapa bisa bertepatan denganku yang datang ke sini?" tanya Alaric basa-basi,walau ia tahu tujuan keluarga Rory menemui orang tuanya.Urmila menatap wajah putranya merasa bersalah mengingat apa yang sudah dia lakukan pada menantu yang telah mengandung benih keturunannya, cucu pertama keluarga Davindra."Al, bukankah kita sudah lama tidak berte
"Al, kamu bicara apa? Apa maksud kamu menolak perjodohan ini?" Carissa terbata, cemas. Hatinya belum siap mendengar kata-kata yang menyakitkan hatinya tidak sanggup untuk menampungnya.Alaric tersenyum meremehkan melihat tingkah Carissa yang mulai dengan dramanya. Berbeda dengan Carissa orang tua Carissa justru menahan kemarahannya di balik sikap tenangnya."Kamu tahu jawabannya, lalu untuk apa kamu bertanya?" ujar Alaric, tajam."Maksud kamu apa? Aku benar-benar tidak tahu, Al?" Carissa mendesak Alaric dan berusaha untuk meminta bantuan pada kedua orang tuanya."Berhenti untuk berpura-pura jika aku membukanya di depan kedua orang tuamu dan orang tuaku. Aku jamin Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari rumah ini sekalipun kamu bisa tentu dengan dikawal oleh mereka." Ujar Alaric menunjuk dua pria berseragam yang ada di ponselnya."Tunggu-tunggu ini ada apa? Kenapa kamu bicara seperti itu dan kenapa kamu menunjukkan dua polisi pada anakku? Al, boleh aku tahu alasan kamu menolak putriku?