Zhao Lu Yang berjalan mondar-mandir di ruangan kerjanya. Kepalanya terasa pening menghadapi masalah yang datang satu demi satu. Dia tidak pernah mengira pernikahannya dengan Duan Yu Yan akan menjadi kacau seperti ini.
"Duan Yu Yan, aku melupakan fakta dia adalah Nona Muda Klan Duan. Putri dari mendiang Duan Dongjun, keponakan tersayang Jenderal Duan dan Tetua Song Mingyu. Dia bukan gadis biasa yang mudah ditekan. Apakah penculikan ini juga direncanakannya sendiri?" Dia bergumam seorang diri, mendongakkan kepalanya menatap langit-langit ruangan. "Sangat kebetulan sekali dengan kedatangan Pangeran dari Utara. Klan Duan juga berasal dari Utara, bukan? Bodohnya aku!" Zhao Lu Yang tertawa pahit. Menertawakan kebodohannya. Dia melupakan banyak hal, detail kecil yang terlewat dan berakhir fatal. Dia melupakan bahwa masih banyak bawahan Ao Yu Long yang setia padanya. Dan saat ini satu persatu mereka mulai bermunculannya dan menunjukkan taji mereka. "Wisma Lonceng Naga Suasana di wisma Lonceng Naga di pagi ini masih seperti biasanya. Para tamu yang hendak meninggalkan wisma, telah bersiap semenjak pagi. Kereta kuda dan barang-barang mereka telah disiapkan para pelayan di pintu gerbang samping. Sedangkan para tamu yang baru saja datang, diantarkan para pelayan ke kamar masing-masing. Wisma ini memang tidak pernah sepi. Hampir setiap hari tamu datang silih berganti. Para pedagang, pelancong, hingga pengelana menganggap wisma ini sangat memadai untuk menjadi tempat singgah jika kebetulan melewati Tanah Bebas. Namun, apakah hanya itu saja daya tarik wisma ini? Tentu tidak. Hampir semua orang di wilayah ini mengetahui jika wisma Lonceng Naga saat ini bukan hanya milik putra pertama dari Nyonya Zhao Lu Yin, Xie Jing Cuan. Namun, saat ini wisma Lonceng Naga juga menjadi salah satu tempat bagi siapa saja yang ingin berurusan dengan sekte yang juga dipimpin Xie Jing Cuan, Sembilan Pintu Kematian.
Giliran Zhao Lu Yang mengajukan penawaran. Dia sedikit terkejut saat melihat Pangeran Dong Fang Xian. Meski sama-sama mengenakan doupeng putih, tetapi aura yang berbeda jelas sangat terasa dengan pria yang menculik Duan Yu Yan.Seperti tadi, Xie Jing Cuan juga menjelaskan situasi yang dihadapi Pangeran Dong Fang Xian dan apa yang menjadi keinginannya. Zhao Lu Yang menatap sang Pangeran dengan serius. Ini bukan perkara mudah, karena berkaitan dengan negara lain."Pangeran, aku hanya bisa menawarkan keamananmu selama kau tidak keluar dari Tanah Bebas. Aku menjamin nyawamu seratus persen selamat jika kau tinggal di sini hingga Kaisar Dong tiada." Zhao Lu Yang menawarkan sesuatu yang memang sudah menjadi keistimewaan dirinya sebagai penguasa kota Tanah Bebas."Sejujurnya ini sangat menarik, Tuan Zhao. Tetapi, mereka yang memburuku akan tetap memburu dan masuk ke kota ini juga. Meski di kotamu ini ada larangan untuk beradu kekuatan, tetapi itu tidak bisa menjam
Semestinya, kau mirip dengan Dong Fai." Itulah kata-kata pertama yang diucapkan Ao Yu Long dan membuat Xie Jing Cuan, Wu Hongyi dan bahkan Pangeran Dong tidak dapat berkata-kata."Kenapa?" Ao Yu Long menatap mereka, saat menyadari ucapannya membuat mereka terkejut. "Aku tidak salah bukan? Walau pun rumornya, alasan Pangeran Dong Fang Xian mengenakan doupeng putih karena wajahnya terlalu tampan. Atau boleh dikatakan cantik," lanjutnya dengan santai."Cantik?" Wu Hongyi mengerutkan keningnya, melirik sang pangeran. "Aku merasa sedikit aneh, saat seorang pria tampan memuji pria tampan yang lain," lanjutnya, sebagai orang yang pertama kali bereaksi dengan ucapan Ao Yu Long."Tidak juga," sahut Ao Yu Long singkat. "Jadi aku menawarkan perlindungan untuk nyawamu yang berharga itu dan juga wajah tampanmu yang aku jamin tidak akan tergores seujung kuku pun, selama kau mau.""Aiyo, penawaran macam apa ini!" Xie Jing Cuan hampir saja memuntahkan darah setel
Paviliun Bambu Hijau, Wisma Lonceng NagaLi Feng Hai berlutut di hadapan Kaisar Ao Yu Long. Diikuti Duan Yu Yan, Ketua Mu dan lainnya. Berkali-kali mereka harus mencuri-curi pandang untuk memastikan pria yang berdiri di hadapan mereka memanglah Kaisar Negeri Kaili, Kaisar Ao Yu Long."Ada apa?" Ao Yu Long merasa sedikit aneh, ketika ekor matanya menangkap gerak-gerik orang-orang itu. Mungkin hanya Ketua Mu dan Li Feng Hai yang bersikap cukup tenang."Ketua Mu? Li Feng Hai?" Ao Yu Long memanggil keduanya dengan lembut. Seketika keduanya membenturkan dahi mereka ke lantai."Yang Mulia, rasanya sulit dipercaya. Hamba seperti kembali ke masa-masa di mana Yang Mulia masih mengikuti Jenderal Duan berkampanye keliling perbuat negeri." Ketua Mu mengungkapkan perasaannya dengan hati-hati.Ao Yu Long menghela napas pelan. Dia dapat mengerti jika orang-orang yang pernah mengenalnya di masa muda akan berpendapat yang sama dengan Ketua Mu. Sosok Xiao
Dong Xiu Bai segera terbang dan mendarat mulus di dekat gadis yang tengah menari itu. Tawa renyahnya yang khas membuat gadis itu menyadari kehadirannya."Kau ingin ikut menari?" Gadis itu bertanya seraya tertawa. Dia merasa senang karena ada seseorang yang seumuran dengannya."Ehm!" Dong Xiu Bai menggangukkan kepalanya. Dahulu setiap dia menggerakkan kepalanya maka perhiasan kepalanya yang terbuat dari giok akan berdenting pelan. Kini tidak lagi karena perhiasannya itu diberikannya pada Tian Min dan di tangan pemuda itu giok hijau nan indah itu telah menjadi Seruling Giok Ru Yi."Ayo kita menari!" Gadis itu mengulurkan tangannya meraih jari jemari Dong Xiu Bai. Gadis Rubah itu pun menggenggam jari gadis itu. Mereka berdua pun menari bersama diiringi gemerincing lonceng yang terdengar begitu merdu.Musim gugur yang indahDaun-daun merah berguguranAngin bertiup semilirMembawa aroma harum bunga plumHari-hari terakhir melihat warna-
Dong Fang Xian tertegun saat menyaksikan salju turun meski hanya sedikit. Di Negeri Utara, yang didominasi gurun dan Padang rumput, salju tidak setiap tahun turun. Bahkan sangat jarang sekali."Mu Jing!" Serunya memanggil gadis remaja yang selalu mengikutinya kemana pun dia pergi."Yang Mulia!" Serunya dengan riang. Dia bergegas melayang turun diikuti Dong Xiu Bai yang juga menyadari kehadiran Ao Yu Long."Bai'er, salju!" Ao Yu Long menegurnya seraya menunjuk ke langit. Gadis mungil itu pun mendongakkan kepalanya menatap langit. Dia baru menyadari telah mengakibatkan perubahan cuaca."Aiyo bagaimana ini Gege? Tuan Rambut Putih pasti akan memarahiku," keluhnya seraya berlari mendekati Ao Yu Long dan bersembunyi di belakangnya."Wah salju!" Sementara Mu Jin justru berteriak gembira. Dia berputar-putar menari dengan riang di bawah salju yang berhamburan turun. Ini pertama kalinya dia melihat salju turun."Gege, bagaimana ini?" Dong
Denting senar guzheng dan alunan merdu seruling seakan menyatu dengan desir angin, desau dedaunan dan sinar matahari yang kembali muncul. Perlahan-lahan cuaca kembali seperti semula, musim gugur yang indah dengan semburat kemerahan dedaunan yang berguguran."Wah, cuacanya berubah!" Mu Jin kembali berseru girang. Gadis itu masih terheran-heran dengan perubahan cuaca yang begitu cepat. Ini sungguh sangat menakjubkan bagi dirinya."Apa kau tidak ingin memberi hormat pada Kaisarmu, anak muda?" Wu Hongyi berseru saat suara guzheng dan seruling sudah berhenti dan cuaca kembali normal.Sesaat hanya hening saja, tidak ada yang muncul. Hanya desir angin dan kicau burung terdengar di kejauhan. Hingga kemudian sekelebat bayangan muncul dan sesosok melayang turun dari pohon willow."Tian Min memberi hormat pada Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long." Sosok itu segera berlutut di depan Ao Yu Long."Tian Min!" Dong Xiu Bai yang sedari tadi mendengarkan musik be
Sementara Ao Yu Long dan Dong Fang Xian membicarakan rencana pembangunan ibukota baru ditemani Tuan Wu, Dong Xiu Bai dan Tian Min berjalan-jalan di sekitar Danau Hu dan berbagi cerita selama beberapa tahun mereka berpisah.Di tempat lain Roulan berceloteh riang mencoba menghibur Duan Yu Yan. Gadis itu bahkan membacakan beberapa puisi yang dikutipnya dari buku puisi milik Ao Yu Long yang disimpannya.Di sudut lain wisma, Wu Hongyi dan ketua delapan pintu kematian lainnya menghadap sang ketua sekte, Xie Jing Cuan. Mereka membicarakan situasi di Tanah Bebas, Kaili dan Negeri Utara. Meski hingga saat ini masih dalam situasi aman, tetapi Xie Jing Cuan justru mengkhawatirkan keadaan yang menurutnya terlalu tenang."Air yang tenang bukan berarti aman untuk diselami atau pun untuk berlayar," gumamnya seraya menatap kesembilan ketua pintu kematian di hadapannya.Kata-kata yang diucapkan dengan santai seakan tidak bermakna. Seperti
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu