Dong Xiu Bai segera terbang dan mendarat mulus di dekat gadis yang tengah menari itu. Tawa renyahnya yang khas membuat gadis itu menyadari kehadirannya.
"Kau ingin ikut menari?" Gadis itu bertanya seraya tertawa. Dia merasa senang karena ada seseorang yang seumuran dengannya."Ehm!" Dong Xiu Bai menggangukkan kepalanya. Dahulu setiap dia menggerakkan kepalanya maka perhiasan kepalanya yang terbuat dari giok akan berdenting pelan. Kini tidak lagi karena perhiasannya itu diberikannya pada Tian Min dan di tangan pemuda itu giok hijau nan indah itu telah menjadi Seruling Giok Ru Yi."Ayo kita menari!" Gadis itu mengulurkan tangannya meraih jari jemari Dong Xiu Bai. Gadis Rubah itu pun menggenggam jari gadis itu. Mereka berdua pun menari bersama diiringi gemerincing lonceng yang terdengar begitu merdu.Musim gugur yang indahDaun-daun merah berguguranAngin bertiup semilirMembawa aroma harum bunga plumHari-hari terakhir melihat warna-Dong Fang Xian tertegun saat menyaksikan salju turun meski hanya sedikit. Di Negeri Utara, yang didominasi gurun dan Padang rumput, salju tidak setiap tahun turun. Bahkan sangat jarang sekali."Mu Jing!" Serunya memanggil gadis remaja yang selalu mengikutinya kemana pun dia pergi."Yang Mulia!" Serunya dengan riang. Dia bergegas melayang turun diikuti Dong Xiu Bai yang juga menyadari kehadiran Ao Yu Long."Bai'er, salju!" Ao Yu Long menegurnya seraya menunjuk ke langit. Gadis mungil itu pun mendongakkan kepalanya menatap langit. Dia baru menyadari telah mengakibatkan perubahan cuaca."Aiyo bagaimana ini Gege? Tuan Rambut Putih pasti akan memarahiku," keluhnya seraya berlari mendekati Ao Yu Long dan bersembunyi di belakangnya."Wah salju!" Sementara Mu Jin justru berteriak gembira. Dia berputar-putar menari dengan riang di bawah salju yang berhamburan turun. Ini pertama kalinya dia melihat salju turun."Gege, bagaimana ini?" Dong
Denting senar guzheng dan alunan merdu seruling seakan menyatu dengan desir angin, desau dedaunan dan sinar matahari yang kembali muncul. Perlahan-lahan cuaca kembali seperti semula, musim gugur yang indah dengan semburat kemerahan dedaunan yang berguguran."Wah, cuacanya berubah!" Mu Jin kembali berseru girang. Gadis itu masih terheran-heran dengan perubahan cuaca yang begitu cepat. Ini sungguh sangat menakjubkan bagi dirinya."Apa kau tidak ingin memberi hormat pada Kaisarmu, anak muda?" Wu Hongyi berseru saat suara guzheng dan seruling sudah berhenti dan cuaca kembali normal.Sesaat hanya hening saja, tidak ada yang muncul. Hanya desir angin dan kicau burung terdengar di kejauhan. Hingga kemudian sekelebat bayangan muncul dan sesosok melayang turun dari pohon willow."Tian Min memberi hormat pada Yang Mulia Kaisar Ao Yu Long." Sosok itu segera berlutut di depan Ao Yu Long."Tian Min!" Dong Xiu Bai yang sedari tadi mendengarkan musik be
Sementara Ao Yu Long dan Dong Fang Xian membicarakan rencana pembangunan ibukota baru ditemani Tuan Wu, Dong Xiu Bai dan Tian Min berjalan-jalan di sekitar Danau Hu dan berbagi cerita selama beberapa tahun mereka berpisah.Di tempat lain Roulan berceloteh riang mencoba menghibur Duan Yu Yan. Gadis itu bahkan membacakan beberapa puisi yang dikutipnya dari buku puisi milik Ao Yu Long yang disimpannya.Di sudut lain wisma, Wu Hongyi dan ketua delapan pintu kematian lainnya menghadap sang ketua sekte, Xie Jing Cuan. Mereka membicarakan situasi di Tanah Bebas, Kaili dan Negeri Utara. Meski hingga saat ini masih dalam situasi aman, tetapi Xie Jing Cuan justru mengkhawatirkan keadaan yang menurutnya terlalu tenang."Air yang tenang bukan berarti aman untuk diselami atau pun untuk berlayar," gumamnya seraya menatap kesembilan ketua pintu kematian di hadapannya.Kata-kata yang diucapkan dengan santai seakan tidak bermakna. Seperti
Dong Xiu Bai kembali ke kamarnya setelah seharian berjalan-jalan bersama Tian Min. Dia sungguh bergembira dengan perkembangan Tian Min. Pemuda itu kini tumbuh menjadi pria muda yang tampan dan ilmu beladirinya juga berkembang pesat."Eh, kenapa jendelanya terbuka? Dia tertegun saat kembali dari membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Jendela kamarnya setengah terbuka. Padahal tadi semua jendela dan pintu telah tertutup rapat.Dong Xiu Bai tersenyum tipis. Dia perlahan menggerakkan tangannya. Seketika hawa dingin menyelimuti ruangan itu. Seperti di saat musim dingin dan tidak ada arang menyala di tungku perapian."Mari kita lihat, bertahan berapa lama kau bersembunyi di tempat sedingin ini," gumam gadis kecil itu seraya tersenyum jahil.Gadis kecil itu kemudian duduk dan menuangkan teh. Menyantap kue kembang sepatu yang menjadi kesukaannya. Dia bersikap seakan-akan tidak ada yang aneh dan mengganggunya."Nona Muda Dong, memang tak diraguk
Beberapa waktu berlalu, situasi masih seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan. Tenang tetapi dikhawatirkan akan menghanyutkan semuanya hingga hilang tak berjejak dan berbekas.Kedatangan Huan Junjie membuatnya merasa sedikit lega. Setidaknya, Ao Yu Long dapat memastikan keamanan Duan Yu Yan saat harus kembali ke Utara. Perjalanan dari Tanah Bebas dan ke Utara tidaklah sesederhana seperti rute yang ada di dalam peta.Utara bisa dicapai melalui rute timur yang meliputi Hutan Kematian, Ibukota kemudian Pondok Willow dan daerah yang sepi. Cukup aman, tetapi memakan waktu yang tidak sedikit. Sedang jika melalui rute barat maks itu semakin sulit, karena harus melintasi daerah tak bertuan.Satu-satunya rute tercepat adalah memotong jalur tengah. Namun, Dataran Tengah tidak pernah ramah terhadap pelancong ataupun pendatang. Wilayah yang tidak termasuk kedua Kaili ini cukup sulit dikendalikan. Apalagi banyaknya sekte dan klan-klan kecil yang menguasai wilayah itu sema
Zhang Jiawu hanya tersenyum tipis saja. Tetua Oey bukanlah orang yang mudah terprovokasi kecuali jika bersangkutan dengan orang-orang Sekte Sembilan Pintu Kematian. Dia adalah salah satu tetua yang menyaksikannya bagaimana Jenderal Mo Ye memporak-porandakan mereka di Dataran Tengah. Hingga kini Tetua Oey masih beranggapan hal itu bisa terjadi karena peran Sekte Sembilan Pintu Kematian."Untuk apa takut? Sekte Sembilan Pintu Kematian sekalipun bergabung dengan Ao Yu Long belum tentu bisa menghancurkannya kita." Zhang Jiawu berdiri dan menyentuh bahu Tetua Oey."Jika waktu itu Jenderal Mo Ye bisa membuat kita mundur dari Dataran Tengah, karena waktu itu hanya ada dirimu seorang diri. Jika kita bersama-sama seperti saat menyerbu Wisma Lonceng Naga maka mereka tidak akan berarti apa-apa," lanjut Zhang Jiawu menenangkannya."Bukan itu yang aku takuti. Namun, Istana Bunga dan Yu Xue." Tetua Oey bergumam pelan. "Ketua, kita tidak bisa meremehkan mereka berdua. Se
Musim dingin datang tepat waktu. Salju turun di suatu pagi. Awalnya hanya serpihan-serpihan kecil dan lama kelamaan turun cukup deras. Tanah Bebas pun tidak seramai biasanya. Meski aktivitas keseharian penduduk kota masih lumayan padat, tetapi sangat sedikit pedagang atau pelancong yang berkunjung di musim dingin seperti ini.Biasanya mereka yang sudah terlanjur tiba di Tanah Bebas akan tinggal hingga musim semi. Namun, ada satu dua pedagang atau pelancong yang hanya beristirahat sebentar di Tanah Bebas sebelum melanjutkan perjalanan ke Dataran Tengah, Barat, Utara atau Timur."Semenjak ibukota membeku, arus perdagangan dari timur ke Tanah Bebas menjadi sepi." Itu yang diungkapkan Chao Yun kepada Xie Jing Cuan dan Ao Yu Long, beberapa waktu lalu."Bahkan sejujurnya, arus perdagangan tidak seramai seperti sebelum ibukota membeku. Karena orang-orang lebih menyukai berdagang ke Utara dan Barat." Chao Yun melanjutkan informasi yang diterimanya.Hal it
Wu Hongyi tertegun menatap Xinxin. Kemunculan ketua pintu kematian ke-tujuh itu cukup mengejutkan dirinya. Selama beberapa waktu ini hanya dirinya yang berada di Wisma Lonceng Naga. Sedangkan ke-delapan ketua pintu kematian lainnya menyebar ke berbagai wilayah sesuai dengan tugas mereka masing-masing."Apakah informasi ini benar?" Wu Hongyi terdengar ragu-ragu."Ketua Wu, ini sangat benar. Permaisuri Ye dari Negeri Utara telah mengerahkan pasukan dan juga para pembunuh bayaran untuk memburu Pangeran Dong Fang Xian ke Wisma Lonceng Naga." Xinxin menyahut dengan tegas."Dia langsung menuju wisma? Bukan Tanah Bebas?" Wu Hongyi kembali bertanya. Wanita berambut putih itu mengerutkan keningnya dan memicingkan mata menatap Xinxin."Betul! Karena mereka bekerja sama dengan Zhao Lu Yang!" Xinxin menjelaskan tanpa ragu."Sudah kuduga. Pria itu akan mencari celah dan kesempatan untuk menjatuhkan kita." Wu Hongyi tersenyum pahit. Zhao Lu Yang adalah
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu