Wisma Lonceng Naga
Wisma Lonceng Naga, di pagi yang cerah, sinar matahari menembus celah-celah daun, menciptakan bayangan berdansa di lantai kayu. Di aula utama, di sebuah ruang kerja milik Xie Jing Cuan, pria berambut putih itu duduk dengan santai.Beberapa pelayan mondar-mandir melayaninya. Teh, aneka kue, arak dan semua hidang favoritnya mereka bawa satu persatu untuk dihidangkan pada pemilik Wisma Lonceng Naga itu."Tuan, semua ini sudah disiapkan Tuan Zhu untuk Anda." Salah seorang pelayan dengan hati-hati menuangkan teh ke cangkir porselin bermotif bunga camelia yang sangat indah.Salah satu ciri khas dari wisma Lonceng Naga adalah segala sesuatu, seperti perangkat minum teh, peralatan makan hingga selimut dan sprei semuanya memiliki motif bunga camelia ungu yang indah. Selain tentu saja, sebuah lonceng besar berukir naga yang ada di depan pintu gerbang wisma."Untuk apa Paman Zhu memasak sebanyak ini?" Xie Jing Cuan tertawa pelan dManor Zhao Di Manor Zhao, Zhao Lu Yang seperti biasanya tengah sibuk dengan berbagai laporan dari bawahannya. Meski saat ini laporan yang paling ditunggu-tunggu olehnya adalah berita mengenai Duan Yu Yan. Di sela-sela kesibukannya, dia menyempatkan diri untuk melukis kaligrafi sembari menikmati angin musim gugur yang sejuk.Siang hari di musim gugur, udara mulai terasa dingin. Menjelang akhir musim, angin bertiup lebih kencang dan cuaca semakin tidak bersahabat. Namun, rasanya udara di ruang kerja yang cukup luas itu terasa lebih dingin dari biasanya. Zhao Lu Yang menyentuh tengkuknya pelan. "Kau?" Zhao Lu Yang terkejut saat menoleh dan mendapati seseorang duduk dengan santai di ambang jendela ruang kerjanya. Pria bertopeng yang akhir-akhir ini kerap menyambanginya. Namun, baru kali ini dia berkunjung di tengah siang bolong bahkan tanpa kabar berita sebelumnya. "Untuk seorang calon pengantin pria yang calon pe
Pria berdoupeng putih itu berdiri tegak bergeming, menatap Zhao Lu Yang dari balik doupengnya. Zhao Lu Yang pun menatapnya tajam. "Apa yang kau inginkan?" tanyanya, suara bergetar namun tetap tegas.Pria bertopeng itu hanya terkekeh pelan, mengejek kekhawatiran Zhao Lu Yang yang tergambar jelas di wajah tampannya. Dia menatap penguasa kota Tanah Bebas itu lekat-lekat."Kau memang tidak mirip dengan sepupumu. Namun, tidak bisa dipungkiri kalian berdua mewarisi garis-garis wajah Keluarga Zhao," ucapnya pelan. "Kalian berdua bahkan lebih mirip Tuan Tua Zhao bahkan jika dibandingkan dengan mendiang ayahmu," lanjutnya dengan santai."Sepertinya kau bukan orang asing di kota ini. Setidaknya kau pasti pernah bertemu dengan mendiang ayah dan kakekku." Zhao Lu Yang tersenyum tipis. Dia menjadi sedikit lebih santai meski tidak melepaskan kewaspadaannya."Tidak juga. Bagi orang-orang di Tanah Bebas, aku tetaplah orang asing." Pria itu menyahut dengan suara y
"Siapapun yang memberinya perlindungan, itu bukan masalah bagi kita." Pria itu tersenyum. "Makanlah! Kau tidak perlu khawatir." Diambilnya sepotong daging dan meletakkannya di atas mangkok mi wanita cantik itu."Apa kau sudah mengirimkan kabar pada Kaili?" Wanita cantik berhanfu merah muda sederhana itu bertanya dengan suara pelan.Pria itu hanya menganggukkan kepalanya. Dia memperhatikan sekelilingnya dengan santai, bersikap seperti pelancong yang baru pertama kali mengunjungi Tanah Bebas.Tanah Bebas merupakan wilayah yang dikuasai oleh Keluarga Zhao sedari dahulu. Kota dan wilayah sekitarnya yang merupakan daerah yang subur dan makmur, pada masa kekacauan menjadi wilayah yang diperebutkan oleh banyak keluarga, klan dan juga sekte."Kota yang benar-benar ramai, pantas saja dikatakan sebagai pusat perdagangan di wilayah ini." Pria itu tersenyum, mengagumi kota milik Zhao Lu Yang itu."Benar! Setelah ini kita harus kembali ke Danau Hu." W
Kuil NagaDua Yu Yan berdiri di anak tangga teratas pelataran di belakang Kuil Naga. Menatap pelataran di bawahnya yang masih sepi. Beberapa biksuni telah membersihkannya halaman sejak tadi pagi."Duduklah! Sebentar lagi dia pasti datang." Pria berdoupeng putih yang menculik dan membawanya ke kuil menatapnya dari balik doupengnya."Seandainya dia tidak datang, itu juga bukan masalah untukku." Duan Yu Yan menyahut dengan santai. Dia tidak lagi merasa khawatir akan masa depannya. Baginya, menikahi Zhao Lu Yang atau tidak itu tidak akan mempengaruhi hidupnya lagi."Baguslah kalau kau memiliki pemikiran seperti itu." Pria berdoupeng itu tersenyum puas. "Dia datang!" Pria itu memberi isyarat untuk menjauh.Duan Yu Yan menatap pintu gerbang kayu di kejauhan, yang kini terbuka dan seorang pria diiringi beberapa prajurit memasuki pelataran yang sepi itu."Tuanku!" Tiba-tiba saja dari sisi kiri pelataran
Zhao Lu Yang berjalan mondar-mandir di ruangan kerjanya. Kepalanya terasa pening menghadapi masalah yang datang satu demi satu. Dia tidak pernah mengira pernikahannya dengan Duan Yu Yan akan menjadi kacau seperti ini. "Duan Yu Yan, aku melupakan fakta dia adalah Nona Muda Klan Duan. Putri dari mendiang Duan Dongjun, keponakan tersayang Jenderal Duan dan Tetua Song Mingyu. Dia bukan gadis biasa yang mudah ditekan. Apakah penculikan ini juga direncanakannya sendiri?" Dia bergumam seorang diri, mendongakkan kepalanya menatap langit-langit ruangan. "Sangat kebetulan sekali dengan kedatangan Pangeran dari Utara. Klan Duan juga berasal dari Utara, bukan? Bodohnya aku!" Zhao Lu Yang tertawa pahit. Menertawakan kebodohannya. Dia melupakan banyak hal, detail kecil yang terlewat dan berakhir fatal. Dia melupakan bahwa masih banyak bawahan Ao Yu Long yang setia padanya. Dan saat ini satu persatu mereka mulai bermunculannya dan menunjukkan taji mereka. "
Wisma Lonceng Naga Suasana di wisma Lonceng Naga di pagi ini masih seperti biasanya. Para tamu yang hendak meninggalkan wisma, telah bersiap semenjak pagi. Kereta kuda dan barang-barang mereka telah disiapkan para pelayan di pintu gerbang samping. Sedangkan para tamu yang baru saja datang, diantarkan para pelayan ke kamar masing-masing. Wisma ini memang tidak pernah sepi. Hampir setiap hari tamu datang silih berganti. Para pedagang, pelancong, hingga pengelana menganggap wisma ini sangat memadai untuk menjadi tempat singgah jika kebetulan melewati Tanah Bebas. Namun, apakah hanya itu saja daya tarik wisma ini? Tentu tidak. Hampir semua orang di wilayah ini mengetahui jika wisma Lonceng Naga saat ini bukan hanya milik putra pertama dari Nyonya Zhao Lu Yin, Xie Jing Cuan. Namun, saat ini wisma Lonceng Naga juga menjadi salah satu tempat bagi siapa saja yang ingin berurusan dengan sekte yang juga dipimpin Xie Jing Cuan, Sembilan Pintu Kematian.
Giliran Zhao Lu Yang mengajukan penawaran. Dia sedikit terkejut saat melihat Pangeran Dong Fang Xian. Meski sama-sama mengenakan doupeng putih, tetapi aura yang berbeda jelas sangat terasa dengan pria yang menculik Duan Yu Yan.Seperti tadi, Xie Jing Cuan juga menjelaskan situasi yang dihadapi Pangeran Dong Fang Xian dan apa yang menjadi keinginannya. Zhao Lu Yang menatap sang Pangeran dengan serius. Ini bukan perkara mudah, karena berkaitan dengan negara lain."Pangeran, aku hanya bisa menawarkan keamananmu selama kau tidak keluar dari Tanah Bebas. Aku menjamin nyawamu seratus persen selamat jika kau tinggal di sini hingga Kaisar Dong tiada." Zhao Lu Yang menawarkan sesuatu yang memang sudah menjadi keistimewaan dirinya sebagai penguasa kota Tanah Bebas."Sejujurnya ini sangat menarik, Tuan Zhao. Tetapi, mereka yang memburuku akan tetap memburu dan masuk ke kota ini juga. Meski di kotamu ini ada larangan untuk beradu kekuatan, tetapi itu tidak bisa menjam
Semestinya, kau mirip dengan Dong Fai." Itulah kata-kata pertama yang diucapkan Ao Yu Long dan membuat Xie Jing Cuan, Wu Hongyi dan bahkan Pangeran Dong tidak dapat berkata-kata."Kenapa?" Ao Yu Long menatap mereka, saat menyadari ucapannya membuat mereka terkejut. "Aku tidak salah bukan? Walau pun rumornya, alasan Pangeran Dong Fang Xian mengenakan doupeng putih karena wajahnya terlalu tampan. Atau boleh dikatakan cantik," lanjutnya dengan santai."Cantik?" Wu Hongyi mengerutkan keningnya, melirik sang pangeran. "Aku merasa sedikit aneh, saat seorang pria tampan memuji pria tampan yang lain," lanjutnya, sebagai orang yang pertama kali bereaksi dengan ucapan Ao Yu Long."Tidak juga," sahut Ao Yu Long singkat. "Jadi aku menawarkan perlindungan untuk nyawamu yang berharga itu dan juga wajah tampanmu yang aku jamin tidak akan tergores seujung kuku pun, selama kau mau.""Aiyo, penawaran macam apa ini!" Xie Jing Cuan hampir saja memuntahkan darah setel
Meigui Jin, Ibukota Negeri UtaraLi Feng Hai menatap Permaisuri Ye Yang hampir saja memuntahkan darah saat membuka kotak-kotak peti yang dibawanya. Wanita cantik itu seketika menjadi pucat pasi. Perutnya terasa mual."Yang Mulia, selain itu ada pesan dari Tuan Xie Jing Cuan sebagai pemilik Wisma Lonceng Naga." Li Feng Hai menyerahkan sebuah gulungan.Permaisuri Ye membacanya dan kemudian berteriak marah melemparkan gulungan itu. Jika kedua peti berisi kepala Kasim Zhou dan Kasim Zheng membuatnya merasa ngeri, maka gulungan itu membuatnya naik darah."Apa kalian ingin membuatku bangkrut," geramnya seraya melirik Li Feng Hai.Li Feng Hai hanya tersenyum tipis. Kemudian dia menjelaskan tujuannya datang ke Negeri Utara selain membawa kepala kedua kasim yang dipenggal Wu Hongyi dan juga tagihan dari Xie Jing Cuan atas merusak Wisma Lonceng Naga."Yang Mulia, Negeri Kaili tidak akan ikut campur suksesi di Negeri Utara. Namun, Kaisar Ao
Seperti yang dikatakan Xie Jing Cuan tadi, matahari perlahan-lahan muncul di timur. Meski masih malu-malu, tetapi sinarnya cukup untuk menyinari pedang di tangan Xie Jing Cuan.Di halaman wisma, di mana semua orang berkumpul, Pedang Bulan milik Wu Hongyi tiba-tiba bergetar dan melayang. Pedang itu terbang melesat meninggalkan halaman."Ketua," gumam Wu Hongyi lirih. Dia berusaha untuk bangun dan mengikuti pedangnya. Namun, tubuhnya tak mampu lagi."Yu, kita harus ke danau!" Fu Rui segera memapah Wu Hongyi dan membawanya terbang. Diikuti Ketua Qilin dan yang lain. Sebelum itu Dun Ming sempat meminta para pelayan wisma untuk mengurus jenazah Kang Li.Mereka tiba di danau yang membeku, tepat saat Xie Jing Cuan melemparkan Pedang Matahari yang bersatu dengan Pedang Bulan ke arah Zhang Jiawu dan tepat menancap di dadanya. Pria itu menatap dadanya yang terluka parah. Dicabutnya pedang itu dan melemparkannya. Dia hendak menyerang
Ketua Qilin tertegun, pasir keemasan berhamburan di halaman wisma. Sosok Feiyu berdiri tegak di tengah halaman dengan pusaran pasir mengelilinginya."Aku tidak keberatan untuk menyapu bersih kalian semua," ucapnya dengan tatapan dingin pada para anggota sekte Lotus Hitam yang tersisa."Bai Hua, sebaiknya kita mundur dan membantu Ketua," Yang Hui berbisik pelan. Bai Hua tidak segera menyahut.Dia menatap sekelilingnya sekilas. Kemudian dia mengangguk dan memberi isyarat agar seluruh anggota sekte mundur mengikutinya.Para tetua sekte Lotus Hitam itu pun mundur dengan terbang menjauhi wisma.Sementara itu Kang Li berusaha membantu Wu Hongyi dan Dun Ming. Namun,jurus tapak beracun milik kedua Kasim dari Negeri Utara itu mengenai dadanya. Kang Li pun tersungkur jatuh melayang dari atap aula utama."Kang Li!" Dun Ming berteriak panik dan meluncur turun untuk menangkap tubuh Kang Li. Sedangkan Wu Hongyi menatap keduanya yang meluncur d
Ao Yu Long hanya memandangi kepergian Jenderal Duan. Dia melirik atap aula utama di mana Wu Hongyi dan Dun Ming masih bertarung dengan kedua Kasim dari Negeri Utara. Di sisi lain, Dong Xiu Bai dan Mu Jin masih berjaga-jaga melindungi Pangeran Dong Fang Xian. "Xie Jing Cuan, mau tidak mau aku harus bertarung dengan Zhang Jiawu bukan?" gumamnya seraya menatap Zhang Jiawu yang masih berdiri tegak tak jauh darinya. "Aku tidak ingin bertarung denganmu, Yang Mulia." Pria berhanfu dan berjubah hitam bermotif bunga lotus itu berkata dengan kesal. "Bagiku bukan masalah, apakah harus bertarung denganmu atau tidak," sahut Ao Yu Long santai. Dia tersenyum tipis dan tangannya bergerak mengangkat pedang esnya. Pedang itu berkilau kebiruan ditimpa sinar bulan. Menimbulkan kilatan-kilatan kebiruan yang indah, tetapi juga mengerikan. Siapa pun tahu jika pedang itu ditebaskan dengan kekuatan
Kelopak-kelopak lotus hitam berhamburan menyerang Wu Hongyi dan Dun Ming. Pedang Bulan Wu Hongyi berkelebat cepat mencacah kelopak-kelopak lotus itu hingga hancur berkeping-keping.Zhang Jiawu memberi isyarat pada anggota sekte Lotus Hitam yang masih berada di luar untuk menyerbu masuk. Wu Hongyi yang menyadari situasi mulai tidak menguntungkan mereka, membunyikan lonceng di jarinya. Begitu juga dengan Dun Ming.Dari kegelapan malam, muncul sosok-sosok mayat hidup yang menghadang para anggota sekte Lotus Hitam. Sementara Kang Li sadar betul dia tidak akan bisa menahan mereka semua sendirian. Dia mengibaskan selendang putihnya disertai mantra Sutra Kematian.Selendang putih itu berkelebat dengan cepat, meliuk-liuk dan menghajar sepuluh pembunuh bayaran dari organisasi Tangan Kematian. Yu Jue, pimpinan mereka pun terluka cukup parah. Namun, kedatangan orang-orang dari sekte Lotus Hitam membuat Kang Li kerepotan.Beruntung sa
Seorang pria muda tampan berhanfu dan jubah hijau muda tersenyum menatap sang kasim. Memamerkan deretan giginya yang putih berseri-seri dan senyum yang teramat manis. "Dun Ming, si pemilik senyum malaikat," gumam Kasim Zhou. Dun Ming, ketua pintu kematian ke-lima, tersenyum tipis menganggukkan kepalanya. "Wah, rupanya Kasim Zhou masih mengingatku dengan baik. Aku sungguh merasa terhormat." Dun Ming kembali memamerkan senyuman yang bak malaikat. Sayangnya, senyum indahnya itu hampir dipastikan membawa maut bagi orang-orang di sekelilingnya. Karena itu dia dijuluki Pemilik Senyum Malaikat Maut. "Jangan halangi aku!" Kasim Zhou menyipitkan matanya dan tanpa basa-basi menyerang Dun Ming dengan pedangnya. Pemuda tampan itu hanya tersenyum tipis dan terbang menghindari serangan sang kasim. Dia melompat ke atap aula utama bergabung dengan Wu Hongyi yang tengah bertarung dengan Kasim Zheng. Wu Hongyi tertegun, tetapi tidak bertanya dan justru menjadi
Kasim Zheng menatap Wu Hongyi. Dia kembali berdiri tegak. Darah merembes di hanfu ungunya, tetapi itu tidak menghalanginya untuk melanjutkan pertarungannya. "Pangeran Mahkota patuhilah perintah Permaisuri Ye!" Dia berseru pada Pangeran Dong Fang Xian yang berdiri di atap bangunan di belakang bangunan di mana Kasim Zheng dan Wu Hongyi berada. "Kasim Zheng! Aku hanya mematuhi perintah Ayahanda Kaisar! Yang Mulia memerintahkan diriku untuk pergi dari Negeri Utara dan baru diijinkan kembali jika Yang Mulia telah tiada!" sahut Pangerang Dong Fang Xian dari kejauhan. Pangeran Dong Fang Xian berbicara dengan tenang dan tegas. Dia sangat memahami keberpihakan Kasim Zheng dan Kasim Zhou pada Permaisuri Ye. Mereka berdua merupakan Kasim yang terkuat baik posisi, status maupun ilmu beladiri diri, di dalam Istana Meigui Jin. Bahkan Kasim Wang pun belum tentu mampu mengalahkan salah satu dari mereka berdua. "Pangeran, jangan salahkan hamba!" Kasim Zheng m
Tongkat berkilau itu bergerak cepat sebelum pedang milik Rou menyabet Yu Jue. Benda itu menghantam dada Rou dan membuat gadis cantik jatuh ke tanah berlapis salju yang dingin. Seteguk darah muncrat dari mulutnya."Kami hanya ingin membawa kembali Pangeran Mahkota!" Sang pemilik tongkat, seorang pria berpakaian khas berwarna ungu dan hitam, berbicara dengan tegas.Rou berdiri meski tertatih-tatih. Dia mengusap sudut bibirnya dengan punggung tangannya. "Tidak semudah itu! Lewati aku dulu!" Rou sama sekali tidak gentar. Meski menyadari tongkat perak berkilau di tangan pria itu cukup berbahaya bahkan mungkin mematikan."Gadis kecil, jangan memaksaku!" Pria itu bergerak cepat. Tongkatnya memukul tanah dan salju kembali berhamburan bersamaan dengan batu-batuan yang melapisi halaman utama wisma.Rou dengan cepat menghindar. Dia melompat dan berputar kemudian mendarat di ujung tangga yang menuju aula utama. Meski terluka, tetapi dia masih mampu bertahan d
Pintu gerbang kayu terbuka karena ditendang dengan kekuatan yang cukup besar. Kini pintu gerbang wisma Lonceng Naga itu terbuka lebar. Papan nama kayu yang tergantung di atasnya ikut terjatuh dan terbelah dua. Hanya lonceng naga saja masih tergantung kokoh di atas pintu gerbang itu."Begitulah cara kalian bertamu?" Rou berdiri tegak di tengah halaman aula utama. Dia berdiri seorang diri, menyambut kedatangan para tamu yang tak diundang dan sepertinya juga tidak berniat untuk menginap di wisma selayaknya para tamu yang biasa mengunjungi wisma."Kami sudah membunyikan lonceng di gerbang! Namun, tidak ada yang membukakan pintu gerbang!" sahut salah seorang dari orang-orang yang memaksa untuk memasuki wisma.Dia seorang wanita cantik yang mengenakan hanfu berwarna biru dan putih. Dia melangkah maju mendekati Rou dengan penuh percaya diri."Tentu saja! Bagaimana kami akan menyambut tamu yang datang di tengah malam di tengah musim dingin seperti ini? Bu