Ekor kelabang jejadian putus amblas. Cairan hijau menyembur dibarengi suara raungan aneh. Bayu jatuhkan diri walau pakaian hitamnya sempat terkena semburan cairan hijau. Ketika dia memandang ke depan dilihatnya sosok Jin Kelabang Dari Bukit Racun telah berubah kembali menjadi sosok lelaki muka bopeng garang. Namun satu kakinya tak ada lagi, buntung dibabat Pedang Pilar Bumi yang tadi dipergunakan Bintang untuk melindungi kepala Bayu, sekaligus membabat putus ekor kelabang jejadian yang dalam bentuk aslinya adalah kaki kiri Jin Kelabang Dari Bukit Racun!
Terhuyung-huyung Jin Kelabang bangkit berdiri. Kakinya yang buntung diangkat tersentak-sentak. Belum sempat dia berdiri dengan benar satu jotosan yang sangat besar mendarat di mukanya!
"Kraaakkk!"
Jotosan dalam jurus Tinju Jalan Penguasa dari jurus Leluhur yang dilepaskan Bintang membuat hancur hidung Jin Kelabang. Pipinya melesak ke dalam tengkorak kepalanya! Raungan yang keluar dari mulutnya yang ikut hancur te
"Terserah para tamu agung. Kami hanya mengikut!""Wah, asyik juga! Tapi biar kutanya dulu teman-temanku!" kata Bayu.Saat itu Maithatarun dan Bintang sudah melangkah mendekati Bayu. Mereka memandang pada gadis-gadis cantik yang duduk bersimpuh di tanah itu."Kalian gadis baik-baik yang bisa kembali ke jalan baik. Jika kalian berjanji mau meninggalkan Istana Surga Dunia, kami akan melepaskan kalian!"Gadis-gadis itu langsung jatuhkan diri dan berbarengan berucap. "Kami berjanji!""Hai! Janji itu tidak berlaku untukku!" Bayu berteriak."Buang pikiran kotor yang ada dalam benakmu Bayu!" kata Bintang."Hai! Siapa yang punya pikiran kotor?!" teriak Bayu."Aku dan Maithatarun tidak tuli. Kami dengar semua pembicaraanmu. Kami lihat sendiri sikap genitmu! Bayu edan tak tahu diri! Jangan mencari kesempatan dalam kesempitan!" sentak Ksatria Pengembara."Kalian salah sangka! Aku tidak mencari kesempatan dalam kesempitan! Terbalik!
Di dalam telaga yang kedalamannya setinggi leher, Bintang kibas-kibaskan rambut ekor kudanya basahnya. Dia bermaksud hendak menselulupkan tubuhnya sampai kepala sekali lagi baru keluar dari telaga itu. Namun tiba-tiba, pluk! Sebuah benda menghantam kepalanya. Kagetnya sang pendekar bukan kepalang. Pundaknya sampai tersentak ke atas. Benda yang tadi mengenai kepalanya itu jatuh ke telaga. Sebelum tenggelam ke dalam air Bintang cepat mengambilnya. Ternyata sebuah jambu muda berwarna hijau. Bintang memandang berkeliling. “Tak ada pohon jambu sekitar telaga ini. Berarti ada orang jahil mempermainkanku!” pikir Bintang sambil memperhatikan seputar telaga. Tapi dia tak melihat siapa-siapa. “Jangan-jangan ini pekerjaan Bayu atau Arya. Awas mereka berdua. Akan kubalas nanti!”Bintang lalu memasukkan tubuh dan kepalanya ke dalam air telaga yang sejuk itu. Sesaat kemudian kepala disusul tubuhnya mencuat kembali di permukaan air telaga. Jus
Di bawah pohon Bintang memandang ke atas. “Sial!” Dia menggerendeng. “Ranting dan daun pohon ini rapat sekali! Aku tidak dapat melihat orang-orang di atas sana! Mereka pasti sudah kabur lagi!” Bintang lepaskan rangkulannya pada batang di bawah pohon. Lalu memutar tubuh, maksudnya hendak duduk bersandar di bawah pohon itu. Namun begitu berputar mendadak sontak dia jadi tersentak kaget. Matanya membeliak dan mulut ternganga. Di hadapannya berdiri dua orang gadis cantik, yang wajah serta potongan tubuh seperti pinang dibelah dua, mirip sekali satu dengan lainnya. Dua gadis ini mengenakan pakaian dari kulit kayu yang sangat halus hingga menyerupai kain biasa, berwarna putih keabu-abuan dan agak berkilat. Rambut mereka yang tergerai panjang sampai ke pinggang berwarna kepirang-pirangan. Ketika tersenyum kelihatan barisan gigi-gigi mereka yang putih berkilat dan rata.“Dua gadis cantik berpakaian serba putih di dalam rimba belantara. Sekian lama berada
GADIS bernama Ruhkemboja hentikan tawanya lalu berkata. “Kebahagiaan itu ada dua macam Hai pemuda dari negeri manusia. Pertama kebahagiaan yang dicari berdasarkan nafsu. Seperti hasrat ingin kaya, ingin kedudukan tinggi dan ingin berkuasa, ingin mendapatkan anak gadis orang. Jin Muka Seribu termasuk dalam golongan ini. Lalu ada kebahagiaan yang diinginkan secara wajar, diniati dengan hati ikhlas bersih. Kami berdua berusaha masuk ke dalam golongan ini. Kami tidak ada sangkut pautnya dengan Istana Surga Dunia dan Jin Muka Seribu...”Walau masih menaruh hati tidak enak namun Bintang merasa agak tenteram mengetahui bahwa dua gadis ini bukan kaki tangan Jin Muka Seribu, musuh bebuyutannya sejak menginjakkan kaki di Negeri Jin.Gadis bernama Ruhkenanga kemudian membuka mulut menyambung ucapan kakak kembarnya. “Kami mencarimu karena ingin membantu membebaskan dirimu dari beban paling akhir yang mungkin kau tidak sadar telah jatuh di atas pundakmu.”
“Dia berada di dalam sebuah goa, di satu kaki bukit di kawasan selatan. Tak jauh dari sini. Jika kau keluar dari rimba belantara ini dan mengikuti sebuah jalan setapak, goa itu pasti akan kau temui. Hai, demi kebahagiaan kita semua, apakah kau kini bersedia menyerahkan tongkat batu biru itu?”“Aku akan merasa lebih bahagia jika tongkat ini aku serahkan pada Ruhjelita lalu gadis itu menyerahkan padamu. Aku terlepas dari beban dan kalian merasa bahagia...” jawab Bintang yang tetap tidak mau menyerahkan tongkat batu biru pada dua gadis berjuluk Sepasang Gadis Bahagia itu. Bisa saja dua gadis ini tengah melakukan siasat hendak menipunya. Selain itu dia merasa tongkat batu biru ini pastilah satu tongkat yang sangat berharga.“Untuk mendapatkan kebahagiaan terkadang memang kita harus menempuh jalan berliku. Tapi jika ada jalan pintas yang sama baiknya mengapa tidak langsung dilaksanakan. Tongkat itu milik kakek kami. Kami ditugaskan untuk mencar
Sosok dua gadis itu yang sesaat masih melayang di udara tiba-tiba menukik ke bawah, menyambar ke arah Ksatria Pengembara. Bintang yang tidak mau kebablasan sampai dua kali segera hantamkan tangan kirinya, menyongsong gerakan dua lawan dengan pukulan Badai Pusaran Angin. Dua gelombang angin menderu dahsyat. Namun serangan Bintang hanya mengenai tempat kosong karena dua gadis yang memiliki gerakan luar biasa cepatnya benar-benar laksana menyelam. Dua tangan mereka menyambar, satu ke kepala Bintang satunya lagi ke pinggang.Dalam keadaan seperti itu tentu saja Ksatria Pengembara lebih memperhatikan serangan berbahaya yang di arahkan ke kepala. Sambil bergulingan dia pukulkan tangan kiri untuk menangkis serangan di sebelah atas sedang dengan menendang dia coba menghajar tangan lawan yang menyambar ke arah pinggang.Ternyata serangan ke kepala hanya tipuan belaka. Begitu perhatian Bintang terpecah, sambaran yang ke arah pinggang tak dapat dimentahkannya dengan tendangan. Ta
KITA tinggalkan dulu Ksatria Pengembara yang tengah berusaha menyelidik goa tempat Ruhjelita disekap. Kita lebih dulu menuju ke Lembah Seribu Kabut tempat kediaman Pasedayu. Walau langit di ufuk timur telah kelihatan merah namun sang surya belum nampak muncul. Dinginnya udara pagi masih mencekam tulang dan persendian tubuh. Kegelapan masih menghitam di mana-mana. Apa lagi di kawasan selatan Negeri Jin di mana terletak sebuah lembah yang disebut Lembah Seribu Kabut. Keadaan masih gelap gulita karena kabut mengapung di seantero tempat. Jangankan pada malam atau pagi hari, siang hari saja ketika matahari bersinar terik, kabut tebal acap kali menutupi pemandangan.Dalam keadaan seperti itu dari jurusan tenggara berkelebat seseorang. Kegelapan dan pekatnya kabut yang menyungkup serta cepat gerakkannya membuat sosoknya hanya berupa satu bayangan hijau yang meninggalkan bau seperti kubangan di belakangnya. Agaknya orang ini memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau tidak mustahil dia b
“Jin Terjungkir Langit, apapun kilahmu aku tetap berpegang pada ucapan Pajundai. Bahwa kau gurunya dan kau yang menyuruh dia untuk merampas ilmu kesaktian yang paling aku andalkan itu...”“Kita lama bersahabat walau jarang bertemu muka. Apa kau lebih percaya pada ucapan pemuda jahat itu daripada ucapanku?” ujar Jin Terjungkir Langit pula.“Kalau kau memberi tahu di mana pemuda itu berada dan membantu aku mendapatkan kembali ilmu kesaktianku, mungkin aku bisa berubah pikiran...”“Tidak mungkin. Tidak mungkin Hai kerabatku. Pemuda itu tinggi sekali ilmu kesaktiannya. Jangankan kau sendiri, kita berdua bahkan tak mungkin menghadapinya.”“Kau bersiasat! Kau sengaja melindunginya karena dia memang muridmu!”“Aku tidak bersiasat Hai Jin Lumpur Hijau. Aku tidak pula berniat melindunginya. Sejak sekian tahun silam aku juga ingin menghajarnya. Tapi aku sadar aku tak bisa melawannya!”