“Nenek Ramahila...” tegur Ruhcinta,
Yang disapa keluarkan suara bergumam lalu batuk-batuk. Ruhcinta melangkah mendekati sosok yang duduk. ternyata orang ini mengenakan sehelai kerudung kulit kayu hingga hampir seluruh wajahnya tertutup. Apalagi di dalam rumah keadaannya gelap hingga dia tidak dapat melihat jelas wajah si nenek.
“Nenek Ramahila, maafkan kalau saya mengganggu dirimu. Agaknya kau dalam keadaan kurang sehat. Dengar, saya tidak akan lama. Saya.”
Ruhcinta hentikan ucapannya ketika tiba-tiba si nenek keluarkan suara tawa mengekeh lalu singkapkan kerudung yang menutupi wajahnya!
Terkejutlah gadis ini begitu melihat kepala dan wajah yang tersingkap itu. Dia tidak melihat wajah seorang nenek tapi satu kepala berbentuk kepala macan tutul! “Jin Tutul Seribu!” seru Ruhcinta dan cepat melompat mundur.
Suara kekehan sosok di atas bangku kayu berganti dengan suara seperti macan menggereng. Makhluk ini memang buk
Meski dua teman mereka sudah terluka namun tiga lainnya masih terus menyerbu. Malah bertambah beringas dan ganas. Ruhcinta yang berkepandaian tinggi namun boleh dikatakan tidak punya pengalaman sama sekali lambat laun menjadi terdesak juga. Ketika gadis ini bersiap-siap hendak mengeluarkan ilmu kesaktian yang disebut “Tangan Dewa Merajam Bumi” yang sanggup membuat para penyerang terbanting ke tanah dan lumpuh, tiba-tiba Jin Tutul Seribu keluarkan suitan keras. Bersamaan dengan itu dia melesat ke depan seolah terbang. Empat sosok macan lainnya berguling lantai rumah.“Seettttt!”“Dess... desss... dess... dess!”Ruhcinta terpekik. Tubuhnya terjatuh ke tanah. Sebelum dia sempat menghantam tubuhnya telah jatuh tertelentang di lantai rumah. Dua tangan dan kakinya berada di dalam cekalan empat macan jejadian hingga sulit baginya untuk melepaskan diri. Kuku-kuku macan itu mencekam demikian rupa. Kalau dia bergerak sedikit saja maka a
Walau tidak memahami akan ucapan si gadis namun Maithatarun jadi terdiam. “Tidak mengerti aku sifat gadis cantik ini. Sudah dua kali orang hendak mencelakainya. Masih saja dia unjukkan sikap sabar. Setiap ucapan dan tindakannya berdasarkan kasih. Tidak percuma dia bernama Ruhcinta!”Semua orang tak ada yang bicara. Mereka seolah menunggu dan ingin melihat apa yang hendak dilakukan Ruhcinta. Gadis ini melangkah melewati Jin Patilandak, Bintang, Bayu dan Arya. Di hadapan Maithatarun dia berhenti sebentar dan berkata. “Aku tidak mau orang itu dibunuh karena aku ingin mengorek keterangan lebih dulu darinya. Apa artinya kematian tak berguna dibanding keterangan penting yang bisa kudapat.”Maithatarun hanya anggukkan kepala. Bintang melirik pada Bayu serta Arya. Sebelum melangkah mendekati Jin Tutul Seribu yang sampai saat ini masih tergelimpang di lantai rumah, Ruhcinta lebih dulu mendatangi Panglima Yudha. Tanpa rasa takut diusapnya tengkuk binatang
Ketika semua orang memandang ke tengah rumah, termasuk Bintang, mereka jadi merinding. Sosok Jin Tutul Seribu hanya tinggal tulang belulang. Kulit dan daging tubuhnya terkelupas mengerikan!“Pukulan Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi!” seru Maithatarun yang mengenali pukulan yang telah menamatkan riwayat Jin Tutul Seribu.“Pukulan itu hanya dimiliki Jin Muka Seribu” berucap Bintang. “Berarti dia barusan ada di sini. Membunuh Jin Tutul Seribu karena tidak mau rahasianya terbuka.”“Tunggu dulu. Menduga boleh saja. Tapi bersikap penuh selidik harus diutamakan,” Ruhcinta ikut bicara. “Mungkin juga bukan kakek ini yang jadi sasaran. Tapi salah satu dari kita.” berkata Ruhcinta. “Atau mungkin penyerang gelap memang inginkan nyawa Jin Tutul Seribu, tapi sekaligus juga mengincar nyawa sahabatku bernama Bintang itu!” Sesaat semua orang jadi terdiam.“Sebaiknya kita tinggalkan t
Panglima Yudha mengaum. Semua orang tergagau kaget. Pada saat sosok harimau putih itu lenyap Bintang dan Ruhcinta yang kini hanya memeluk angin sama-sama terjerembab dan pipi mereka saling bergeseran!“Sialan si Bintang itu! Dia pasti berpura-pura jatuh!” kata Bayu berbisik pada Arya.“Anak itu rejekinya memang lebih besar. Kalau saja sosoknya sama besar dengan si gadis, lebih keenakan lagi dia! Lalu kita mau bilang apa?!” Arya mencibir lalu tertawa perlahan.Dengan wajah agak kemerahan Ruhcinta memandang berkeliling lalu berkata. “Kita belum lama berkenalan. Tapi begitu banyak saling menanam budi. Aku percaya pada kalian semua sahabatku. Kalau memang kalian mau tahu, aku akan ceritakan riwayat diriku. Aku mulai sejak diriku yang masih berusia dua bulan ditemukan seorang nenek sakti di dalam hutan. Di dalam satu kantong yang tergantung di badan seorang perempuan muda yang mati menggantung diri.”Selagi semua orang terke
“Lihat, lagi-lagi dia memperhatikan Bintang,” bisik Bayu.“Sudah, biar saja dia mau melihat pada siapa,” jawab Arya. “Yang penting kalau dia mau ikut bersama kita pasti asyik jadinya perjalanan kita.”“Hai Maithatarun dan semua sahabatku! Beruntung aku bertemu dengan kalian. Terus terang saja Negeri Kota Jin ini sangat luas dan serba asing bagiku. Apalagi guru telah memberi ingat banyaknya hal yang bisa membahayakan diriku. Jika kalian tidak keberatan, aku mau ikut bersama kalian.”Bayu berseru gembira. Arya berjingkrak-jingkrak Bintang hanya tersenyum melihat kelakuan dua temannya itu. Ruhcinta tersenyum-senyum. Maithatarun melangkah mendekati kuda hitamnya. Ketika semua orang bersiap hendak pergi tiba-tiba mengumandang satu seruan disertai menghamparnya bau seperti rempah-rempah direbus.“Ruhcinta sahabatku gadis tercantik di seluruh jagat! Jangan pergi dulu sebelum aku membayar hutang budi baikmu! J
“Kurcaci bernama Bayu, ini obat untukmu. Jangan minum sebelum kuberi tahu saatnya!”“Terima kasih Kek. Eh Bapak.” kata Bayu.“Aku bukan kakek apalagi bapakmu!” kata Jin Obat Seribu tapi sambil tersenyum dan kedipkan mata. Dari dalam jubahnya Jin Obat Seribu keluarkan gelas tanah kedua. Seperti tadi diiringi rupakan mantera dia terangkan cairan dalam belanga ke gelas tanah, lalu gelas tanah diletakkannya di depan Arya.“Ini obatmu! Jangan minum sebelum kuberi tahu saatnya!”“Jin Obat Seribu, aku Arya mengucapkan ribuan terima kasih,” kata Arya seraya menjura.Jin Obat Seribu tertawa lebar. Lalu dia keluarkan gelas tanah ketiga. Sebelum menerangkan cairan godokan rempah-rempah yang harum ke dalam gelas tanah itu dia perhatikan dulu wajah Bintang. Lalu orang ini tersenyum. “Anak muda, aku melihat seribu akal seribu rencana dalam benakmu. Tapi aku gembira akal dan rencana itu semua menuj
“Kakiku mulai membesar!” berseru Bayu seraya pegang kaki kanannya yang saat itu memang berubah menjadi besar, tambah besar dan akhirnya mencapai ukuran kaki orang di Negeri Kota Jin. Namun bocah ini kembali berteriak. “Ya Tuhan! Mengapa cuma kaki kananku saja yang membesar. Bagian lain tubuhku tetap tidak berubah!” Bayu jadi kelabakan dan pegangi kepala, tubuh serta kaki kirinya. Memandang ke samping dia tambah terkejut menyaksikan Arya. Arya ini tak kalah kaget dan bingungnya. Ternyata dari keseluruhan auratnya hanya kaki kirinya saja yang besar!“Kau kaki kanan! Aku kaki kiri!” teriak Arya. “Aduh! Bagaimana ini. Kaki kiriku membesar! Celaka! Kalau begini jadinya menyesal aku minum obat itu!”Tiba-tiba terdengar suara tawa bergelak. Sesaat kemudian muncullah Jin Obat Seribu ditempat itu. Maithatarun dan Jin Patilandak telah terbangun. Mereka kaget melihat apa yang terjadi atas diri Bayu dan Arya. Ruhcinta merasa bersalah
DI BALIK curahan air terjun Air Pajatuh tampak dua sosok mendekam tak bergerak. Mereka telah berada di tempat itu sebelum sang surya muncul menerangi Negeri Jin. Dari sikap keduanya dapat diduga kalau mereka tengah menunggu sesuatu. Di langit awan pagi berarak biru. Dari arah timur serombongan burung melayang ke jurusan barat.Sosok di sebelah kanan mengusap wajahnya. Orang ini bertubuh besar kekar. Di pertengahan keningnya menempel sebuah benda menyerupai kaca sebesar kuku ibu jari kaki.“Pagandrung, sejak dini hari kita berada di sini. Saat ini matahari sudah mulai tinggi. Orang yang kita tunggu belum juga muncul. Apa kau yakin dia akan datang ke sini?”“Hai adikku Pagandring! Jangan kau ragukan apa yang kuketahui dan kukerjakan. Sejak puluhan tahun, setiap pertengahan bulan ganjil Jin Tangan Seribu selalu datang ke tempat ini untuk membersihkan diri, berlangir bersiram air bunga. Sabarkan hatimu, kita tunggu saja. Dia pasti datang.” me