Mendengar perkataannya, Akara terkekeh dan berkata.
"Itu lebih baik daripada menjadi seorang pengancam. Dasar sampah!"Blarr!! Hentakan energi yang begitu besar muncul dari Sung Ki, membuat mereka harus melompat menjauh. Saking besarnya, bahkan menggetarkan bangunan dan menjatuhkan barang-barang yang ada di rak. Aura Ranah Gambuh, dengan 6 bola energi yang berputar di belakang pundaknya.Beberapa penjaga langsung melesat mendekati dan berusaha menenangkannya."Tuan muda, ini masih di dalam paviliun, jangan memicu amarah ketua paviliun!"Mendengar perkataannya, energi yang meluap-luap di tubuh Sung Ki berangsur-angsur mengecil. Setelah sepenuhnya padam, ia malah terkekeh."Hmph! Hanya ranah Sinom, besar sekali lagakmu. Sekarang jelas siapa yang sampah di sini!" ucapnya bertepatan dengan kembalinya resepsionis tadi dengan segenap tanaman obat.Akara tidak menanggapi si kembar dan mengambil pesanannya."Apakah adaDi sebuah ruangan yang dipenuhi oleh pernak pernik artefak, ada dua buah sofa yang berhadapan dengan sebuah meja di tengah-tengahnya. Akara dan Zimo duduk santai dengan saling berhadapan."Sudah bertemu kenalannya?" "Kalau sudah, aku tidak akan keluar mencarimu," jawabnya sambil tertawa kecil.Brakk… Pintu terbuka dengan paksa, namun tidak mengejutkan dua orang itu seperti mereka sudah tau hal ini akan terjadi. Muncullah seorang pria berumur 40 tahunan dengan si kembar di sampingnya. Hidung mereka masih memerah dengan plester yang menempel. Seperti yang Akara katakan di jauh-jauh hari, tulang hidung tidak bisa langsung sembuh dengan pil. Itulah mengapa ia memilih pukulan penghancur hidung untuk memberi pelajaran."Itu ayah! Bocah itu yang memukul kami!" teriak Sung Ka sambil menunjuk ke arah Akara.Pria itu langsung menyorot Akara dengan tatapan garang dan geram, bahkan bibir dengan kumis tipisnya sampai berkedut. "Kau!?" Ia me
Sebuah kanal air membentang melintasi tengah kota dengan perahu wisata dan jalan di kedua sisinya. Tepat di pinggiran kanal, seorang gadis meniti tembok pembatas. Pakaiannya yang seperti selendang sutra, merumbai tertiup angin saat ia berjalan. Tangannya membentang, menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh. Di sampingnya ada seorang pemuda berjaket hitam yang berjalan sambil terus melihatnya."Mau ke mana?" ucap pemuda itu.Gadis itu lalu menoleh sambil tersenyum sebelum menjawabnya. "Tuan muda Akara terlihat baru pertama kali ke ibukota, jadi saya ingin berterima kasih tentang ramuan tadi dengan mengajak tuan muda berkeliling." Karena tidak memperhatikan jalan, gadis itu limbung hingga akhirnya terpeleset ke arah jalan. Untung saja Akara dengan sigap meraihnya, mendekap tubuhnya hingga wajah mereka berdekatan dan saling pandang. Tanpa sadar gadis itu terus menatapnya, bahkan tidak mengedipkan matanya samasekali."Siapa namamu?" Akara yang masih
Tidak hanya Akara, Alkemis tua berjenggot viking juga terbang bersama muridnya. Ia segera mendekatinya dan bertanya dengan siapa pak tua itu berselisih.Dia adalah Sung Gicung, leluhur keluarga Sung sekaligus kakek dari si kembar. Walaupun generasinya masih sampai cucu, namun umurnya sudah lebih dari lima ratus tahun. Keluarga utama selalu memprioritaskan ranahnya sebelum berumahtangga. Bahkan di dunia atas, umur tiga ratusan tahun masih dibilang muda. Tentu saja semua itu dengan syarat tidak melebihi batasan umur ranah mereka. Master Aura akan menemui belenggu Megatruh jika melewati umur 150 tahun untuk ranah Asmaradana, 250 tahun ranah Gambuh, 450 tahun ranah Dhandhanggula, 750 tahun ranah Durma dan 1.150 tahun ranah Pangkur. Mereka terbebas dari belenggu jika naik ranah sebelum mencapai umur itu.…Dua orang tua itu terbang di udara, saling berhadapan dengan suasana sekitar yang begitu mencekam. Walau begitu, Zimo masih penuh ketenangan, bahkan sampai menyap
Mereka masih saling mengejar, tanpa ada luka gores sedikitpun, bahkan pakaian mereka masih sangat mulus. "Tidak akan ada yang Akhirnya formasi yang dibuat oleh pasukan Bintang Hijau terbentuk sempurna. Secara serentak mereka melakukan segel tangan dan muncullah gerbang besar di antara keduanya. Menghalau Sung Gicung agar tidak mengejar Zimo lagi, membuat pria tua kekar itu langsung menoleh ke arah mereka. Salah seorang pasukan Bintang Hijau akhirnya memberanikan diri mendekat dan berkata dengan hati-hati."Maaf kedua leluhur, pelindung kota sudah sangat melemah setelah Malapetaka. Mohon hentikan pertarungannya." Mereka secara serentak menunduk hingga cukup lama dan akhirnya berdiri lagi saat Sung Gicung menyetujuinya."Baiklah!" Muncul lubang hitam di bawah gerbang energi tadi, menelannya masuk ke dalam kekosongan hingga akhirnya formasi lingkaran sihir lenyap. Akara langsung terbang ke arah Zimo, juga ada si kembar Sung dan ayahnya ya
Di sebuah ruangan, seorang gadis cantik bergaun merah sedang mengaca setelah dibantu beberapa dayang untuk membenarkan gaunnya. Paras yang begitu cantik dengan wajah tenang dengan aura yang begitu elegan. Setelah para dayang berpamitan dan meninggalkan ruangan, muncullah pusaran air di lantai yang membentuk seorang manusia. Dia merupakan seorang pria tampan yang berpakaian putih dengan aksen biru.Gadis itu sontak mengeluarkan sepasang belati, namun tangannya ke belakang untuk menyembunyikannya. "Wahh, pewaris Kaisar Atla ternyata gadis secantik ini," ucap pria itu seraya berjalan mengelilingi gadis bergaun merah untuk memperhatikan penampilannya dari segala sisi. "Siapa tuan ini?" ucap Sania dengan tenang. Di depan ruangan ada pasukan Bintang Hijau yang menjaganya, namun pria ini bisa masuk tanpa menyebabkan keributan."Bukan siapa-siapa." Ia mendekati gadis itu perlahan, sambil tangannya menjulur untuk meraih dagunya. "Hanya seorang pria yang ingin memasukanmu ke dalam daftar hare
Gagal mendapatkan Esensi Magma Surgawi membuat Akara masih tertahan di ranah Sinom tiga bulan energi. Mendengar ucapan Baester, banyak peserta lain yang setuju dengannya. Benar! Hanya ranah Sinom berani-beraninya masuk ke Dunia Lestari! Iya, dia hanya akan membuang kesempatan saja, lebih baik berikan kesempatan untuk orang lain!Rey langsung pasang badan untuk membela Akara. "Maaf semuanya, guruku yang merekomendasikannya!" Ketua Paviliun Madu Emas!? Ada hubungan apa beliau dengan sampah sepertinya? Tapi, bukankah dia pemuda yang membuat masalah dengan Tuan muda kembar pengacau?"Hmph! Rekomendasi?" Baester lalu terkekeh-kekeh. "Waktu itu kau selamat karena ada yang membantumu, sekarang juga ada identitas lain yang membantumu. Di Dunia Lestari tidak akan ada yang bisa membantumu lagi, bisa apa kau bocah jika tanpa mereka!?" lanjutnya membuat Akara tertawa kecil."Aku hanya perlu membuktikan diri dengan kekuatan, bahwa bisa melindungi diriku di Du
Aura ranah Baester berputar, diiringi oleh kilatan listrik ungu di tubuhnya. Tekanan gravitasi yang menimpanya jadi tak terasa lagi, ia bisa kembali berdiri lagi, bahkan membalas tekanan gravitasi kepada Akara. Cekungan tanah akibat keduanya seakan membentuk danau yang mengering. Para penonton kagum akan Akara yang bisa menahannya. Tekanan yang bahkan pernah menghancurkan tubuh seseorang di ranah Gambuh puncak. Ada juga yang menyadari bahwa Akara belum bisa menggunakan kekuatan aura Naganya secara penuh. Jika sudah, ia bahkan bisa bersaing dengan ranah Durma pertengahan hingga puncak.Keduanya kini mengayunkan pukulan dengan penuh kekuatan dan boom... Mereka langsung terlempar ke belakang akibat ledakannya, bahkan masih terus terseret saat menapak, hingga merusak tanah lapang di sana sejauh puluhan meter. Boomb!... Sonic Boom terbentuk saat mereka terbang kembali, kini keduanya mengeluarkan senjata mereka. Sebuah pedang panjang milik Baester yang ia posisikan seakan masih di dalam sa
Sebuah pulau terbang muncul di atas ibukota Kekaisaran Atla. Pulau dengan sepuluh patung Naga yang berjejer membentuk lingkaran. Pulau yang diselimuti oleh pelindung hingga membuatnya tidak terlihat selain para pemiliknya. Energi yang menyelimuti seluruh patung Naga menyala, mengalir ke bawah pulau dan menyatu. Energi yang berbeda dari sepuluh elemen itu menjadi energi murni yang mengalir deras ke bawah, menembus kubah pelindung di arena bertarung dan masuk ke dalam sepasang pedang kayu. Pedang yang melayang di atas tubuh pemuda yang sedang tersungkur tak berdaya dalam tekanan gravitasi. Semua orang kebingungan melihat aliran energi yang muncul ntah dari mana, namun yang jelas, pertarungan masih berlanjut. Pedang itu lalu mengalirkan energi lagi ke dalam tubuh pemiliknya.Grekk... Tangan pemuda itu bergerak ke samping, menopang tubuhnya hingga akhirnya merangkak. Kini giliran kakinya yang menopang sebelum akhirnya berdiri dengan sempurna. Akan tetapi, su
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak