"Kamu ingin membantah perintah guru?" ucap Alred Jati walau dengan santai, namun terasa mengancam. Melihat perselisihan kedua guru dan murid, Akara angkat bicara."Maaf, tidak perlu repot-repot, kami hanya ingin meluruskan kesalahpahaman," mendengar perkataannya, Donso langsung kesal dan berkacak pinggang pada tubuh pendeknya."Kesalahpahaman!? Kalian jelas-jelas bekerjasama dengan orang-orang misterius itu untuk merampok kami!" Saat itu langsung datang seorang pria tua bertubuh tinggi kurus."Merampok?" Akara langsung tersenyum kecut. "Kalian langsung kabur setelah mendengar ucapan sepihak darinya, bahkan tidak sempat mendengar penjelasan dariku!" lanjutnya.Remaja bertubuh pendek tak bisa berkata-kata lagi, lalu Alred Jati bertanya pada pria tua bertubuh kurus tinggi."Toni, apa seperti itu kejadiannya?" Lalu pria tua itu menjawab sambil mengangguk."Benar tuan Alred! Kami merasa terpojok, jadi lebih memilih untuk mencari keselamatan. Alhasil kami tidak tau apa yang terjadi setelah i
Segera rangkulan persahabatan itu dilepaskan dan ia mendekati Akara sambil berkata."Benarkah!?" Ia lalu meraih tangan Akara. "Akan aku beli berapapun harganya!" serunya, disusul pukulan yang dilayangkan Alred Jati pada keningnya."Apa yang kau lakukan!?" serunya pada Alred Jati, namun master Alkemis tingkat enam itu mengabaikannya dan berkata pada Akara."Tuan Agera, beliau ini Penguasa kota Shuyal, Raja Bento Besiah." Hal itu membuat Akara tersenyum canggung merasa aneh. Mengetahui hal itu, Alred Jati lalu berbicara lagi."Mohon dimaklumi atas sikapnya, ia memang sudah seperti itu sedari kecil.""Seperti itu apa maksudmu!?" seru Bento Besiah, laluu Alred Jati dengan santai hanya mengacungkan jari telunjuk padanya."Baiklah tuan Agera, silahkan." Master Alkemis itu malah mempersilahkan mereka masuk, lalu Akara dengan ragu melangkahkan kakinya. Setelah beberapa langkah, ia bergumam pada Sania."Jadi siapa Raja kota Shuya
Ibukota Kekaisaran AmertaIbukota masih berjalan seperti hari biasanya, bahkan teleportasi masih digunakan. Di atas pusat altar teleportasi yang berukuran besar karena untuk teleportasi antar dunia. Langit cerah berwarna biru yang kala itu tenang, tiba-tiba ada sesuatu yang membuatnya seperti ditarik ke sisi yang berlawanan. Langit yang sebenarnya bukan benda padat, kini layaknya karet yang ditarik hingga berlubang. Lubang gelap dengan titik-titik bintang seperti di angkasa lepas, dalam sekejap muncul satu lusin pasukan di depannya. Di depan mereka ada seorang pemuda yang memimpin pasukan. Kejadian yang membuat penasaran seluruh orang di sana hanya berlangsung sekejap. Sebab, mereka langsung melesat dengan begitu cepat ke arah luar kota. Segera setelah keluar, langsung membuka sayap peri mereka dan terbang ke arah kota hutan Araves.***Kini Akara dan Sania berada di depan rumah lelang kota Shuyal. Mereka segera menuju resepsionis untuk menjual pedangnya,
Alan si pria berjubah ternyata muncul, tidak mengenakan topengnya, namun masih bertudungkan jubah. Ia berdiri samping Akara, tangan kiri meraih cakar Naga pemuda itu dan tangan kanan melebarkan jarinya. Belati 'Enam Jalan Kematian' telah melayang di atas tangannya dan diselimuti energi hitam hingga bergetar hebat."Biar saya saja anak muda, jangan terlalu mencolok di dalam kota," ucapnya seraya membuka aura ranahnya, ranah Gambuh b5.Akara lalu mengurungkan niatnya dan cakar Naga seketika hancur, ia lalu mendekati kekasihnya."Hanya bintang lima? Setidaknya bisa mengurangi rasa dahagaku,""Benarkah?" Alan tiba-tiba saja berada di sampingnya, membuat Lemon kelabakan menangkisnya. Hentakan energi dari serangan keduanya membuat Akara dan Sania terpaksa menjauh. Lokasi yang berada di tengah kota, sekaligus banyaknya anggota Aliansi Angin Malam yang tengah berlatih. Hal ini tentu saja cukup rawan untuk bertarung, apalagi mereka seorang abadi di ranah G
BOombb..Lemon mengeluarkan tombak lain, namun tidak berhasil menangkis sepenuhnya serangan Alan. Pedang pendek yang sebelumnya retak, kini patah dan menyebabkan serangannya lolos. Mengenai lengan bagian atas dan melesat ke belakangnya. Ia lalu bergegas berbalik, untuk melancarkan serangan lagi. Kejadian yang membuat seluruh anggota Aliansi Angin Malam panik, namun Akara tiba-tiba berteriak."Hentikan!" teriaknya saat melihat tombak yang dibawa oleh ketua Aliansi Angin Malam itu. Tombak yang mengeluarkan asap ungu beracun yang bernama 'Tombak King Kobra Ungu'. Alan lalu terbang melesat ke arah Akara dan berdiri membelakanginya, lalu berkata."Senjata itu? Tapi…" Alan mengernyitkan dahi merasa aneh, namun segera melirik ke arah Lemon kembali."Semoga saja dia orang yang aku cari," ucap Akara, lalu pria pecinta pertarungan itu malah tertawa lepas sambil terbang ke arah mereka. Luka di lengannya tidak segera ia tang
Akara, Lemon dan yang lainnya sudah berada di istana kota Shuyal, bergegas mendekati ruangan tempat Argo Besiah berada. Selain Bento Besiah dan Alred Jati, ternyata di sana sudah ada seorang pria paruh baya bertubuh gemuk, dengan dua remaja laki-laki dan perempuan. Mereka adalah Dong Waru, Aul Besiah dan Mala Jati. Remaja tampan itu lalu mendekati raja kota Shuyal dan berkata dengan panik."Ayah, apa yang terjadi dengan kakek!?""Tenang saja, ini momentum promosi ranah kakekmu. Semoga saja berhasil dan terbebas dari belenggu Megatruh." Bento Besiah berusaha untuk tenang, namun kurang bisa menutupi kecemasannya. Kemudian Dong Waru mendekat dan berkata."Pil Astral Jiwa? Di manakah tuan Alred Jati mendapatkan resepnya?"Alred Jati yang berada di samping Bento Besiah menjawab. "Seorang wanita cantik berambut keemasan menjualnya padaku."Jawabannya membuat Dong Waru cukup terkejut."Tapi bukan saya yang
Mereka semua berada di sebuah aula besar. Sania berada di sisi Akara, sedangkan Alan lebih memilih untuk berdiri di belakang mereka. Argo Besiah dan Lemon juga sudah berada di ruangan itu. Saat sedang perjamuan syukuran karena kenaikan ranah, Akara tiba-tiba berdiri dan berkata."Karena semuanya telah baik-baik saja dan kenaikan ranah berjalan dengan lancar, kami mohon pamit."Argo Besiah nampak terkejut dan langsung bergegas mendekatinya. Pria paruh baya bertubuh berisi itu langsung menepuk pundak Akara."Nak Agera, kamu yang paling berjasa di sini. Pak tua ini akan mengadakan perjamuan besar, banyak keluarga besar di kota Shuyal yang akan datang. Jadi tetaplah di sini, banyak yang harus tau akan bakatmu,"Ya, kata-kata pujian yang selalu membuat Akara tak nyaman. Tentu saja malah tambah membuatnya enggan berada di sana."Maaf, aku tidak suka semua itu, juga jangan bilang tentang bakat denganku." Akara tanpa basa-basi dan membuat suasana
Akara hanya bisa mengernyitkan dahinya merasa aneh, padahal Sania susah memintanya menambah harem sebelumnya. Akan tetapi tatapan matanya berkata bahwa ia tidak mau hal itu."Dia memang sangat cantik, tapi tidak memberiku perasaan apapun dari beberapa pertemuan. Berbeda denganmu yang langsung membuat hatiku berdegup kencang," ucap Akara membuat Sania terkejut dan wajahnya langsung memerah."Tapi aku tidak bisa menangani si kecil ini sendirian!" serunya sambil menunjuk ke selangkangan Akara yang ada di depan mukanya."Kecil? Katanya besar banget," goda Akara. Hari tenang sebelum badai, jangan terlena dengan kedamaian sesaat. Saat Sania sedang menikmati 'Bing Chilling', selusin pasukan dari dunia lain itu sedang berada di depan gua pelindung harapan. Wakil komandan pasukan Bintang Hijau, seorang pemuda tampan dengan rambut pendek dan pakaian hijau tua dengan aksen hitam, bernama Baester. Ia menghembuskan energinya, dengan kecepatan ratusan meter perdetik untuk mendeteksi area sekitar.
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak