"Hehehe maaf tuan muda," ujar Ken padahal dia sedang sekarat.
"Maaf apa maksudmu hah!? Akan aku sembuh…" Akara berniat menyembuhkan lukanya, namun terbelalak saat melihat tubuh ular raksasa itu telah terpotong menjadi dua."Tidak mungkin!.. KEN!?" Ia lalu mengeluarkan Kantong Semar Merah dan dimasukkannya pada mulut Ken."Percuma saja tuan muda, saya sudah tidak bisa diselamatkan lagi! Jangan buang-buang barang berharga untuk saya." Ken menjulurkan lidahnya, mengeluarkan Kantong Semar Merah yang masih utuh."Berisik!" Akara langsung meraih kantong Semar Merah itu, lalu membukanya dan dilemparkan kembali ke dalam mulut Ken. Walau cairannya telah menyebar di mulutnya, tapi tidak ada tanda-tanda regenerasi pada lukanya. Tidak hanya itu, Akara tidak lagi bisa merasakan tanda-tanda kehidupan dari dalam tubuh Ken.Swushhh!!Api merah dan biru terpancar dari tubuh Akara, berkobar begitu besar nan indah. Para warga kota hutan Araves begi"Ken, tidak akan pernah selesai kalau seperti ini. Stamina kita terbatas, berbeda dengannya yang tanpa batas!" seru Akara disela-sela pertarungan."Baik tuan muda!" Ken lalu menyembur lagi, namun langsung melesat. Ia menggunakan semburannya untuk berkamuflase.Wushh…Ken mengincar leher Amphipthere untuk digigitnya, namun kurang tepat sasaran karena pandangannya juga tertutupi oleh semburannya sendiri. Ia meluncur ke belakang Amphipthere, sedangkan ular terbang itu segera mengepakkan sayapnya untuk kabur. Ken langsung mengejarnya, setiap kepakan sayapnya membakar udara layaknya seekor Phoenix. Mereka kejar-kejaran hingga mencapai awan, meliuk-liuk keluar-masuk awan hingga dapat terlihat dari kedua kota. Sania yang melihatnya begitu terkejut, tidak menyangka akan terjadi hal seperti itu.Mereka kembali saling menyembur, membuat awan tersibak hingga nampaklah cahaya bintang di langit gelap itu. Segera setelahnya Ken meluncur, kali ini gigitannya tepat pada Esensi Angin Surgawi di dada Am
Melihat kedua ular raksasa terjun dari langit, para warga kota hutan Araves bergegas mendatanginya. Mereka ingin membantu orang yang telah menolong mereka, setidaknya tanpa harus membahayakan nyawa mereka sendiri. Sania, Komo dan juga Kyun lebih dahulu mendekatinya, namun tiba-tiba. Swushhh…Ada seseorang yang terbang sangat cepat melewati mereka."Akara!?" Sania langsung melesat sekuat tenaga menuju lokasi kekasihnya berada.***"Hmph!" Yog Aren hanya mengulurkan tangan kirinya ke belakang, membuat palunya tadi melesat ke tangannya. Palu itu melesat sangat cepat hingga hampir mengenai kepala Akara. Setelah itu ia mencoba meraih Esensi Angin Surgawi di depannya, namun tangannya langsung tersayat oleh angin di sekitarnya. Ia lalu mengeluarkan sebuah kubus kecil dan Esensi Surgawi itu langsung terserap ke dalamnya tanpa usaha apapun. Akara tidak mencoba menghentikannya, ia masih gemetaran melihat kematian Amphipthere dan juga begitu geregetan dengan laki-laki itu. "Yang Mulia!" Keempa
Beberapa saat yang lalu.Pemuda siswa divisi Alkemis akademi Amerta bernama Leda Kentos berada di kerumunan para warga bersama kedua temannya, mereka gemetaran sejak kemunculan Akara melawan Amphipthere tadi. Guru Dong Waru yang berada di dekat mereka langsung bertanya akan apa yang terjadi."Dia bukan monster!" seru salah seorang siswa."Dia yang menolong kami waktu itu!" imbuh siswa lainnya, lalu guru Dong Waru menoleh ke arah Leda Kentos, dan ia mengangguk mengiyakan pernyataan temannya. "Sebenarnya apa yang terjadi waktu itu?" Guru Dong Waru mengintrogasi dan kemudian mereka menjelaskan kejadiannya. Akan tetapi, mereka tidak berani menyebutkan siapa identitas aslinya."Melihat kekuatannya seperti itu, tenang saja! Guru tidak akan mengkorek identitasnya lagi,"Tidak jauh dari mereka, ada seorang laki-laki yang mendengar percakapan itu. Ia kemudian keluar dari kerumunan, lalu mengenakan sebuah topeng. Topeng serigala yang diberikan oleh Sania kepada pria berjubah. Setelah itu ia me
"Kalian tenanglah! Aku ingin bicara dengan Sania!""Apa yang mau dibicarakan Akara? Dari awal aku mengikutimu, bahkan saat itu menyerangmu, lalu.." Sania dengan santainya menunjuk pria berjubah di sampingnya. Tidak ada reaksi apapun dari pria itu, hanya diam dan mengamati saja."Aku yang membawamu padanya, kamu bahkan tidak mengetahui identitasnya," lanjutnya."Hmph." Akara malah tersenyum, melompat di depannya dan masih begitu tenang lalu berkata."Terserah apa yang mau kamu katakan, tapi tatapan matamu saat kita berciuman tidak bisa berbohong," ucap Akara membuat wajah Sania memerah padam tersipu malu."Tidak perlu dijelaskan kejadiannya 'kan!?" seru Sania karena malu, namun segera berusaha tenang kembali. "Apa kamu tau alasanku marah saat para siswa akademi itu dibiarkan hidup?" Sania kini berjalan perlahan mendekati Akara hingga membuat ketiga binatang sihir bereaksi, namun Akara langsung melambaikan satu tangannya agar mereka tenang kembali."Kenapa memangnya?" ucap Akara sambil
Untung ada Kyun yang menghentikan gadis itu agar tidak sembrono. Setelah hentakan energi, energi dingin menyebar dari tubuhnya. Membuat cipratan air menjadi salju, juga membekukan sungai dan terus merambat hingga air terjun membeku. Bahkan ekor Ken ikut membeku saat energi dingin itu menyentuhnya. Terpaksa mereka semua harus menjauh, namun disusul oleh kobaran api Surgawi di tubuh Akara hingga membuatnya melayang di udara. Api itu menghentikan penyebaran energi dingin, namun tidak mencairkannya. "Dua Esensi Surgawi yang berlawanan mampu bersatu di tubuhnya, sungguh sial bagi Yog Aren menjadikannya sebagai musuh," guman pria berjubah. Disaat mereka mengaguminya, Sania masih saja terlihat begitu khawatir. Cukup lama api berkobar dengan stabil dan tenang, namun kemudian Esensi Angin Surgawi muncul.Wossshhh!Apinya membesar akibat hembusan angin. Bagaikan mesin roket yang diarahkan ke atas hingga membuat suasana dini hari itu layaknya tengah hari, bahkan cahayanya dapat terlihat di kedua
Sania segera mendorongnya dengan pelan, melepaskan ciumannya dan menundukkan pandangannya."Jangan nakal," ucapnya lirih, namun dibalas senyuman dan Akara segera meraih dagu kecilnya."Jangan dan tidak boleh dari mulut wanita bukan berarti dia menolaknya." Ia lalu melumat kembali bibir merah muda nan lembut di depannya. Benar saja, Sania membalas lumatanya, bahkan lidah mereka saling membelit. Diberi lampu hijau, Akara tidak menyia-nyiakan kesempatan, tangan kirinya bergerilya di tubuh indah Sania dan tangan kanannya menurunkan resleting gaun di bagian punggungnya. Sania juga tak ingin kalah, ia mulai meletakkan jari-jari lentiknya di dada bidang kekasihnya dan perlahan turun hingga perut."Jangan nakal." Akara sempat-sempatnya menggodanya hingga membuat Sania cemberut menggemaskan, kemudian menggigit lehernya. Akara membiarkannya, ia langsung menyusupkan tangannya ke dalam penyangga dadanya, menyentuh payudara Sania yang besar nan bulat. Saat puting kecil berwarna merah muda tersentu
Arc 3: Konferensi PenempaAkara mendapatkan Esensi Angin Surgawi dan dari ranah Mijil dua bulan energi jadi ranah Sinom tiga bulan energi. Kabur ke hutan dan membuat markas baru. Tanpa disengaja mendapatkan skill baru (yah emang tanpa disengaja, bahkan awalnya author tak kepikiran.) Amphipthere ternyata masih hidup, namun baik tubuh dan jiwanya mengalami kerusakan. Demi membantunya, Akara menuju kota hutan Araves untuk mencari bahan obat. Ia kemudian terseret dalam perselisihan, yang akhirnya membuatnya harus berurusan dengan dua master Alkemis dari kota Shuyal. Akibat pertempuran sebelumnya, ia harus menyembunyikan api Surgawinya. Alhasil, sesuatu yang mengerikan dalam dirinya muncul dan menjadi sebuah alter ego. Menggunakan identitas baru, urusan dengan kedua Master Alkemis membuatnya berhubungan dengan beberapa orang di kota shuyal. Tidak lama kemudian ia harus berpisah dengan seseorang yang mengakibatkan alter egonya semakin kuat. Tujuan awalnya yang ingin ikut konferensi penemp
Keesokan harinyaPria berjubah duduk bersandar di atas dahan pohon, sedangkan Ken dan Kyun langsung memalingkan kepalanya saat kubah pelindung terbuka. Akan tetapi, si kadal bodoh dengan santainya mendekati mereka dan berkata."Kenapa kalian lama sekali!? Apa yang terjadi!?" Ken sontak saja melilit tubuhnya dan menariknya menjauhi Akara dan Sania. "Guru! Apa yang kau lakukan!?""Diam!" bentak Ken dan Kyun secara bersamaan hingga membuatnya terdiam.Sania terlihat begitu malu saat menyadari bahwa mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Sedangkan Akara mengulurkan tangannya, membantunya berjalan. Sania mengabaikannya, namun baru saja melangkahkan kakinya, ia merasa sakit dan merapatkan pahanya. Akan tetapi, hal itu malah membuatnya semakin merasa sakit hingga reflek meraih tangan Akara untuk bertumpu."Bocah! Kau apakan kaki nona Sania!?" Komo lagi-lagi berteriak, membuat Ken harus memukul kepalanya menggunakan ekornya
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak