Arc 3: Konferensi Penempa
Akara mendapatkan Esensi Angin Surgawi dan dari ranah Mijil dua bulan energi jadi ranah Sinom tiga bulan energi.Kabur ke hutan dan membuat markas baru. Tanpa disengaja mendapatkan skill baru (yah emang tanpa disengaja, bahkan awalnya author tak kepikiran.) Amphipthere ternyata masih hidup, namun baik tubuh dan jiwanya mengalami kerusakan. Demi membantunya, Akara menuju kota hutan Araves untuk mencari bahan obat. Ia kemudian terseret dalam perselisihan, yang akhirnya membuatnya harus berurusan dengan dua master Alkemis dari kota Shuyal.Akibat pertempuran sebelumnya, ia harus menyembunyikan api Surgawinya. Alhasil, sesuatu yang mengerikan dalam dirinya muncul dan menjadi sebuah alter ego.Menggunakan identitas baru, urusan dengan kedua Master Alkemis membuatnya berhubungan dengan beberapa orang di kota shuyal. Tidak lama kemudian ia harus berpisah dengan seseorang yang mengakibatkan alter egonya semakin kuat. Tujuan awalnya yang ingin ikut konferensi penempa sempat ia urungkan karena pertempuran dengan Raja kota Gnome, namun ada hal yang membuat ia harus ikut. Esensi Magma Surgawi di kota Gnome. Kini ia menyusun rencana secara gila-gilaan dan akhirnya ikut kompetisi menempa. Awalnya semuanya berjalan dengan lancar, namun banyak hal yang membuatnya menjadi semakin membenci Raja kota Gnome. Karena alter egonya, identitas aslinya terbongkar. Pertempuran tak terelakkan terjadi. Apakah Akara berhasil mendapatkan Esensi Magma Surgawi dan naik ke ranah Kinanthi? Saksikan saja di arc ini!Arc 4: Kekaisaran Naga SejatiTambahan: Tabungan Draft author sudah habis, jadi selanjutnya up satu bab/hari lagi, nunggu kumpul lagi sebelum up banyak biar stabil.Terima kasih banyak yang sudah membaca :) Bantu Rating, Vote dan share agar lebih ramai lagi guys.Keesokan harinyaPria berjubah duduk bersandar di atas dahan pohon, sedangkan Ken dan Kyun langsung memalingkan kepalanya saat kubah pelindung terbuka. Akan tetapi, si kadal bodoh dengan santainya mendekati mereka dan berkata."Kenapa kalian lama sekali!? Apa yang terjadi!?" Ken sontak saja melilit tubuhnya dan menariknya menjauhi Akara dan Sania. "Guru! Apa yang kau lakukan!?""Diam!" bentak Ken dan Kyun secara bersamaan hingga membuatnya terdiam.Sania terlihat begitu malu saat menyadari bahwa mereka mengetahui apa yang telah terjadi. Sedangkan Akara mengulurkan tangannya, membantunya berjalan. Sania mengabaikannya, namun baru saja melangkahkan kakinya, ia merasa sakit dan merapatkan pahanya. Akan tetapi, hal itu malah membuatnya semakin merasa sakit hingga reflek meraih tangan Akara untuk bertumpu."Bocah! Kau apakan kaki nona Sania!?" Komo lagi-lagi berteriak, membuat Ken harus memukul kepalanya menggunakan ekornya
Kini Akara membiasakan diri dengan Esensi Angin Surgawi, ia menggunakannya untuk membantunya menempa. Dengan telanjang dada, ia berdiri sambil memegang penjepit dan palu tempa. Tubuhnya bercucuran keringat, juga kobaran api Surgawi di tungku penempa. Ternyata apinya kembali bermutasi, kini memiliki tiga warna sesuai ketiga Esensi. Merah hijau biru atau dalam bahasa teknik sering disebut RGB (Red Green Blue). Api dengan pancaran lebih terfokus, kini ia gunakan untuk menempa batu Cryostar. "Api Surgawinya kembali bermutasi!?" Alan yang biasanya tenang bahkan tidak bisa menutupi keterkejutannya. "Jadi ini alasannya Raja Yog Aren bersikeras untuk mendapatkannya. Jika ada lebih dari satu Esensi Surgawi, maka yang terkuat akan bermutasi," lanjutnya."Batu Cryostar, batu yang begitu kuat, bahkan sebelumnya tidak mampu Akara tempa." Sania tiba-tiba mendekatinya, membuat Alan merasa aneh."Maaf nona, ada apa?" "Sepertinya basa-basi tidak berlaku untukmu…
Keesokan harinya, Akara keluar kamar dengan masih mengenakan kimono tidurnya. Mendekati Alan dan ketiga binatang sihir yang terlihat sedang berkerumun.Swushh…Tiba-tiba cahaya kehijauan melesat ke arahnya, membuatnya reflek membuat kubah pelindung di sekelilingnya. Kini Amphipthere hanya terbang pelan mengitarinya, sedangkan Ken langsung bergegas mendekatinya."Maaf tuan muda!" seru Ken, lalu Akara membuka pelindungnya dan mengulurkan tangan ke arah ular terbang itu. Segera ular itu melilit tangan Akara dan kepalanya berada di genggaman. Akara kemudian mengamatinya, lalu menggelitik dagu ula itu."Bagaimana bisa?" ucap Akara kepada Ken."Maaf tuan muda, kemarin saya yang mengambilnya,""Tidak perlu minta maaf, jelaskan saja kenapa ia sangat mirip dengan Amphipthere, bahkan energinya juga sama," ucap Akara sambil masih memainkan ular terbang itu di tangannya."Itu memang Amphipthere!" jelas Ken membuat Akara mengernyitka
"Sangat puas, makanya bikin ketagihan." Akara menaikkan rok gaun milik Sania, lalu tangannya menyentuh belahan celana dalamnya yang basah, lalu berbisik di telinganya. "Kamu juga basah?" Gadis itu tersipu, lalu Akara menarik tali kimononya dan langsung terpampanglah penisnya yang tegang. Setelah itu ia meraih tangan Sania untuk menyentuh penisnya. Gadis itu cukup terkejut, namun tidak melepaskan genggamannya."Bagaimana?" bisik Akara."Besar.." jawab Sania malu-malu, lalu Akara menuntun tangannya untuk bergerak maju-mundur mengocoknya dengan lembut. "Lalu?""Panas, panjang dan besar," jawab Sania membuat Akara tersenyum dan mencolokkan jarinya pada belahan vaginanya."Kok besarnya dua kali?" ucap Akara membuat Sania begitu malu, lalu ia ditarik agar berbalik badan. Akara hanya perlu menyibakkan celana dalam Sania dan nampaklah vagina kecil yang sudah begitu basah. Sania kemudian diangkatnya hingga duduk di ujung meja dapur, lal
Di atas gua pelindung harapanAda energi yang terpancar, menembus langit-langit gua hingga membumbung tinggi sampai ke atas langit. Menciptakan fenomena langit dan bumi yang menggetarkan juga menciptakan awan gelap. Setelah beberapa saat, energi layaknya pancaran cahaya itu berangsur-angsur mengecil. Menyusut kembali hingga nampaklah pusat pancarannya. Itu berasal dari sebuah tungku pemurnian yang tingginya hanya setengah meter, berwarna hitam keunguan seperti bahannya yang berupa batu Cryostar. Tungku yang baru saja selesai ditempa, dapat terlihat dari keadaan sang penempanya. Remaja bertelanjang dada, terengah-engah penuh peluh dan terduduk di lantai dengan kedua tangan bertumpu di belakangnya. Senyuman lebar dengan tatapan begitu puasnya terpancar ke arah tungku hasil menempanya, bahkan tidak bergeming saat ada yang mendekatinya.…Hari berikutnyaSania dan Akara pergi menuju kota hutan Araves, ia kini mengenakan topeng mata yang sebelumny
Bukan membicarakan tentang pertempuran sebelumnya, melainkan tentang malapetaka yang membuat para Kaisar menghilang. Selain para Kaisar, ternyata di dunia atas juga ada beberapa master aura terkemuka yang juga menghilang. Kegaduhan setelah pertempuran ternyata teredam akibat kedatangan pengganti Kaisar Amerta. Mereka tidak menyangka jika tuan putri merupakan seorang gadis yang masih berusia belasan tahun. "Tapi kecantikannya itu! Semua orang langsung terpana saat itu, bahkan aku saja sampai lupa mau ngapain!" ucap salah satunya diikuti gelak tawa mereka."Belum tentu usianya belasan tahun, sebagai anak kaisar Amerta, tentu saja bakatnya tidaklah biasa. Masih terlihat belasan tahun karena sudah mencapai ranah abadi di usia yang begitu muda dan penuaannya jadi terhenti,""Beberapa tahun lalu ada Lina si Peri Salju yang menjadi master aura muda terkuat, satu-satunya yang bisa mencapai ranah abadi di usia kurang dari dua puluh tahun. Kini bahkan sang Putri Ka
Di lokasi tanaman terakhir, ternyata laki-laki kurus tadi sedang bersitegang dengan dua orang. Ada seorang pak tua tinggi kurus bernama Toni. Ia membawa tongkat kecil di salah satu tangannya, lalu tangan lainnya berada di belakang pinggangnya. Tongkatnya tidak ia gunakan untuk menyangga tubuh, dan hanya ditentengnya saja. Sebab, tubuh tuanya masih memiliki postur tegap.Ada juga seorang remaja bertubuh pendek bernama Donso."Tapi bahan lainnya juga sudah habis," ucap pria bermasker dengan santai, namun pemuda bernama Donso malah dengan arogan berkata."Memangnya aku peduli!? Dan yang akan memurnikan pil itu adalah guruku!" "Permisi!" Akara mendatangi mereka dan berkata. "Maaf, saya membutuhkan bahan obat itu untuk memurnikan pil Astral Jiwa, kalau kalian juga memurnikan pil itu, boleh berbagi bahan? Tenang saja, biar saya yang memurnikannya dan saya hanya akan mengambil satu butir pil," ucap Akara dengan sopan, namun lagi-lagi Donso men
"Sialan, apa mau kalian!?" seru remaja bertubuh pendek."Bahan Pil Astral Jiwa," ucap pria bermasker tanpa basa-basi."Tidak mungkin! Itu milik guruku!""Kalau begitu." Pria bermasker menarik pedangnya. "Ucapkan selamat tinggal pada nyawamu.", lalu diacungkan pada Donso hingga membuatnya terduduk lemas."Jangan!" Remaja bertubuh pendek itu merangkak menjauh, hingga menabrak kaki bawahan bermasker. "Guruku Alred Jati, beliau master alkemis tingkat enam! Kalian tidak akan dibiarkan hidup jika melukaiku!" teriaknya sambil meringkuk ketakutan. Bahkan saat Toni mendekatinya, ia berteriak keras, namun pak tua itu segera meraih tangannya dengan erat."Berikan saja nak Donso," ucapnya pelan."Tapi?.." Donso begitu bimbang, namun terkejut saat melihat pria bermasker berjalan mendekat. "Baiklah!" Ia melemparkan bahan obat yang diperebutkan. "Sudah 'kan!? Lalu lepaskan kami!" teriaknya lagi dengan ketakutan, lalu ekspresinya berub
Alhamdulillah selesai Season 1! Terima kasih buat yang sudah mendukung Author, semoga terhibur dengan imajinasi saya. Mohon maaf bila banyak kesalahan author, baik penulisan kata-kata yang kurang berkenan di hati para pembaca ataupun yang lainnya. Para pendukung semoga sehat selalu dan dilancarkan rezekinya, jadi dapat terus mengikuti perkembangan author dan Akara. Author akan hiatus dulu dan akan mulai kembali bulan depan, semoga diberikan kelancaran untuk semuanya. Oh iya, Author sarankan untuk membaca ulang Arc 1 (bab1-52) percayalah, ada rencana bagus yang Author siapkan untuk Akara. ******* Penguasa Dewa Naga Season 2 Takdir merenggut semua orang terkasihnya, membuat kekuatannya lepas kendali dan menciptakan lubang hitam. Dirinya terhisap ke dalam lubang hitam, lalu muncul kembali di dunia yang dipenuhi oleh api dan kekerasan. Neraka? Seperti itulah gambaran dunia ini. Dengan ingatan yang masih membekas, Akara mencari cara untuk keluar dari dunia itu. Menggunakan nama samaran
Pemuda dengan pakaian compang camping penuh luka bakar dan menenteng sepasang pedang kayu hitam, muncul di atas sebuah sungai, di belakangnya ada gua di bawah air terjun yang sudah hancur. Ia lalu melihat ke arah hilir sungai, pemukiman di pinggir bantaran sungai sudah hancur berantakan, dengan pepohonan raksasa yang ambruk dari hutan di belakangnya. Selain tubuh manusia yang berserakan, juga banyak binatang sihir raksasa yang kondisinya tidak jauh berbeda. "Tuan Agera!" teriak seseorang yang wajah dan tubuhnya penuh bekas luka, namun kali ini banyak sekali tambahan luka di tubuhnya. Ia tertatih-tatih mendekat, lalu melesat terbang mendekati pemuda itu. "Marbun Bidara! Kekaisaran Gletser Abadi!"Akara langsung menoleh ke samping, kesadarannya langsung mendeteksi ribuan mil di depan sana. Wush!... Dalam sekejap, ia sudah berada di atas gletser kutub, meninggalkan robekan ruang yang gelap di udara, seakan menggaris langit sejauh ribuan mil. Gleng!... Ia melompat turun, membuat cekung
447Walau tubuhnya masih penuh luka bakar yang mulai mengering, ia mengangkat satu tangannya ke atas. Wush!... Ketiga Auranya menyala, membuat hembusan energi dan seketika energi meluap keluar dari tubuhnya, membentuk aliran energi yang bergerak ke atas. Enegi itu membentuk lingkaran energi besar yang memiliki pola rumit layaknya di atas altar teleportasi. "Kau ingin kabur!?" Sonic Boom terbentuk di belakang Rose, sambil mengulurkan satu tangan ke depan dan segera diselimuti oleh energi merah berbentuk cakar. Akan tetapi, lingkaran teleportasi sudah sepenuhnya menyala dan Whup!... Para master Alkemis menghilang, namun ternyata Akara masih berada di sana. Cring!... Ia menangkis cakar rubah menggunakan pedang kayunya sambil tersenyum menyeringai."Sudah aku bilang, aku akan membunuhmu!"Wush!... Rose melesat menjauh bagaikan bayangan, namun Akara langsung berada di depannya. Mereka melesat hingga luka bakar di tubuh keduanya terlepas sendiri-sendiri. Akara terus mengincar lehernya, mem
Laser menembus energi pelindung dan langsung menerpa tubuhnya, cukup lama laser bersinar hingga akhirnya padam. Gelombang radiasi panas masih memenuhi angkasa lepas, lalu ada bongkahan batu yang menyala merah. Krek!... Batu itu retak dan tidak lama kemudian hancur, muncullah pemuda berjaket hitam di dalamnya. Walau tubuhnya diselimuti oleh Esensi Surgawi, namun pakaian dan tubuhnya penuh luka bakar. "Apa aku bilang!" seru Komo, namun tuannya masih terlihat santai dan meraih kedua pedangnya kembali. Akan tetapi.."Agkh!" Ia langsung memegangi dadanya dan tatapannya begitu tajam melihat ke arah gadis rubah di depannya. "Ada apa Akara!?"Ia menjawabnya sambil menahan emosi dan giginya mengatup karena sangat geram. "Kubah pelindung di kota Bhinneka telah hancur, bahkan yang menyelimuti Gua Pelindung Harapan juga hancur!"Rose lalu tertawa puas, seolah-olah dia dapat mendengar apa yang Akara katakan. "Apa kau merasakannya!? Pasukanku telah menemukan keberadaan kekasih fanamu! Para gadism
335Di angkasa lepas yang gelap dan dihiasi cahaya bintang. Bruak!... Rose kembali tertahan oleh dinding transparan dan Akara langsung berada di depannya, memukul hidungnya dengan sekuat tenaga. Dinding transparan langsung hancur dan gadis itu terlempar ke belakang. Akara ingin membuat dinding transparan lagi, namun segera ada energi kematian yang menyelimuti tubuh Rose. Gadis itu tidak lagi menabrak dinding transparan dan menembusnya. Akan tetapi, Akara tetap muncul di depannya dengan mengayunkan pedangnya. Tring tring!... Benturan pedang dan cakar rubah menciptakan percikan api, lalu mereka saling menyerang sambil terus melesat. Bugh!... Rose menendang perut Akara hingga terlempar mundur, namun pemuda itu langsung berteleport di belakangnya. Crang!... Ia mengayunkan pedangnya, ditahan oleh selendang, namun tetap membuat meluncur jauh. Ia kembali berteleport dan menendang punggungnya, hingga melenting sebelum terlempar. Gadis itu terlempar menuju planet di dekatnya, terbakar saat mem
Kubah pelindung arena bergetar hebat, membuat semua orang menoleh, termasuk para penyandera dan yang di sandera. Pria bertopeng kucing oranye sempat melirik leher penyandera, namun getaran itu tidak berlangsung lama. ...Di dalam arena, bongkahan batu tadi sudah menyala merah layaknya bara api. Sedangkan Rose diselimuti oleh selendangnya yang perlahan-lahan membuka. Ia terkekeh saat melihat sekitarnya dipenuhi asap bekas terbakar. "Kau bodoh! Membakar seluruh tempat hanya akan membunuh dirimu sendiri! Sekarang tidak ada lagi oksigen untukmu ber..." Ia terdiam saat bongkahan batu yang melayang-layang tersibak, nampaklah pemuda berjaket hitam yang melebarkan kedua tangannya ke samping. Di ujung telapak tangannya, ada sebuah benda seperti kelereng yang bercahaya sangat terang, dengan ketiga auranya yang menyala. Aliran energi sangat lebar layaknya selendang sutra merahnya, bergerak masuk ke dalam kedua titik bercahaya. "Sudah kubilang, aku akan membunuhmu!" Akara menyeringai, namun se
333Mengetahui kekasihnya disandera, puluhan bor spiral terbentuk dan langsung melesat, meliuk-liuk menghindari selendang merah yang hendak menangkisnya. Akan tetapi, ada energi kematian yang langsung membuat bor spiral melebur. Benar-benar lenyap di udara tanpa menyisakan sebutir debupun. Ia langsung berhenti, melihat Lina yang pergi bersama pasukan yang mengepungnya, memasuki portal dan menghilang. "Lihatlah! Apalagi yang bisa kau miliki!? Sang Peri Salju telah pergi, putri Kaisar Atla telah dikepung, tidak ada yang bisa kau lakukan lagi!?" Wush tring tring tring tring!... Akara melesat dengan tatapan tajam ke arahnya. Walau banyak selendang yang menghadang, namun ia tebas begitu mudahnya. Karena terus mendekat, energi kematian seperti asap hitam kehijauan keluar dari tubuh Rose. Persis seperti seekor gurita yang menyemprotkan tintanya. Akan tetapi, ada angin yang berputar, menembus kepulan energi kematian. Ia melesat dan sudah siap posisi Cakaran Naga Hitam, membuat gadis itu terb
Kedua peserta sudah berada di atas arena, mereka masih terlihat begitu tenang, walau gong tanda mulainya pertandingan sudah berbunyi. "Apa yang kau lakukan? Cepat menyerah!" Komo yang tidak sabar langsung melompat dan bertengger di pundaknya."Iya iya!" Akara ingin mengangkat tangannya, namun gadis yang menjadi lawannya berbicara. "Kau mirip dengan ayahmu!"Akara langsung menarik kembali tangannya dan menatapnya sambil mengernyitkan dahi. "Kau kenal ayahku?"Rose langsung tertawa lepas, lalu berjalan mendekat sambil berkata. "Tidak hanya kenal!" Ia mengangkat satu tangannya. "Dengan tangan ini aku membunuhnya!" Akara langsung terbelalak dan mengepal erat, namun masih berusaha menahan emosinya. "Apa maksudmu!?"Gadis itu kembali tertawa puas dan terdengar menakutkan, lalu berkata dengan ritme cepat. "Kau tau bagaimana ekspresi ibumu si Rani yang marah meluap-luap? Kau tau bagaimana ekspresi Violet yang dingin dan menak
Akara berjalan di sebuah lorong sambil menggandeng tangan kekasihnya. Di lorong yang sepi, namun terdengar suara riuh dari penonton dari sebuah tribun di atas mereka. Saat itulah mereka berpapasan dengan seorang gadis bergaun merah dan bercadar. Langkahnya begitu tenang dan mantap saat melewati lorong, ditemani oleh seorang pemuda berpakaian rapi. Akara langsung mengenali pemuda itu, sang wakil komandan pasukan Bintang, Baester. Ia langsung mempercepat langkahnya dan mendekat, lalu melebarkan tangan kanannya ke samping, menyentuh dinding lorong dan menghalangi jalan mereka.Melihat nonanya dihadang, Baester langsung menghardiknya. "Akara, apa yang kau lakukan!?"Akara lalu menatapnya dan berkata dengan tenang. "Pergilah!" Ia langsung membuat pemuda itu tehentak, lalu gadis bercadar berkata tanpa menoleh. "Pergilah terlebih dahulu!""Baik nona!" Ia langsung melesat pergi, sedangkan Akara langsung tersenyum lebar dan berkata."Kenapa memak