“Benar ‘kan, apa kataku, kakek langsung tersenyum! Apakah kesedihan kakek sudah hilang?” mata Zhou Fu berbinar-binar mendapati kakek Li Xian yang tadinya terlihat suntuk menjadi lebih ceria.
“Ya, anggap saja demikian. Ngomong-ngomong kakek merasa hari ini sedang tak enak badan. Bisakah kau meracikkan ramuan untukku?” Li Xian berpura-pura memijit-mijit pelipisnya sementara Zhou Fu langsung bangkit dari duduknya untuk memeriksa kepala kakeknya.
“Mana, mana yang sakit, Kek? Kumohon jangan mati dulu, aku tidak mau sendirian di sini!”
Zhou Fu memberikan respon yang cukup berlebih pada sebuah kepura-puraan Li Xian. Hal tersebut dikarenakan Li Xian berhasil memberi pelajaran tentang arti sebuah kematian kepada Zhou Fu. Di mana, kematian adalah sebuah perpisahan besar yang membuat seseorang tidak lagi bisa diajak bercengkrama.
“Mungkin aku akan mati segera, kecuali…
“Kecuali apa, Kek? Katakan…”
“Kecuali kau meracikkan ramuan yang bisa memanjangkan usiaku.”
“Aku bersedia! Aku bersedia membuatkannya! Apa yang harus kulakukan?”
Li Xian tersenyum dalam hati, ia berharap rencananya akan berjalan mulus tanpa hambatan.
“Untuk membuat ramuan tersebut, kau harus mencari beberapa jenis tanaman sekaligus,” Li Xian mendudukkan Zhou Fu yang masih berdiri sambil memijit-mijit kepalanya. Li Xian menjelaskan kepada Zhou Fu tentang beberapa nama tanaman yang harus ia temukan berikut dengan ciri-ciri tanaman tersebut.
“Sayangnya, tanaman tersebut ada di balik gunung ini. Aku khawatir kau tidak bisa melaksanakan tugas ini.”
“Aku bisa!”
Zhou Fu, tanpa berpamitan, ia beranjak berdiri dan berlari meninggalkan kakeknya sendirian. Sebelum punggungnya benar-benar menghilang dari pandangan sang kakek, Zhou Fu menoleh dan melambai-lambaikan tangan pada kakeknya.
“Tunggu kedatanganku! Awas jangan mati dulu yaaa!”
Suara Zhou Fu menggema terbawa angin lereng gunung. Li Xian tersenyum lebar mendapati cucu polosnya yang membicarakan perkara kematian dengan cara yang tidak sewajarnya.
“Haha, memang kau kira orang bisa memilih untuk menunda kematian?” Li Xian menjawab dalam hati. Meski demikian, ia membalas pesan Zhou Fu dengan anggukan dan lambaian tangan.
Li Xian pun merebahkan dirinya di bawah pohon siprus tua. Kini, ia bisa merasakan kesepian yang mungkin dialami oleh pohon siprus yang sendirian itu. Li Xian menepuk-nepuk akar pohon siprus seolah berempati pada kesendiriannya.
“Tenang, jangan buru-buru rindu pada bocah itu sebab mungkin dua atau tiga hari lagi ia baru kembali.”
Li Xian menghibur dirinya sendiri dengan berpura-pura menghibur pohon siprus. Ya, dilihat dari lokasi jauhnya Zhou Fu ditugaskan, Li Xian menebak setidaknya dua atau tiga hari lagi cucunya akan sampai di tempat itu lagi. Dua atau tiga hari adalah perkiraan tercepat, jika perjalanan Zhou Fu terhitung lancar tanpa hambatan. Namun, jika perjalanan Zhou Fu tidak lancar, ia bisa jadi ia baru sampai lima atau bahkan enam hari dari hari itu.
Area yang dilewati Zhou Fu bukanlah hutan atau rerumputan yang berhias tumbuh-tumbuhan indah melainkan meliputi lembah yang diapit dua tebing curam, hutan yang dihuni beberapa beruang hitam, dan sungai-sungai yang memiliki arus air yang cukup deras yang sesekali bahkan bisa menghanyutkan induk beruang seberat 200 pon.
“Meski bod*h dalam hal membaca dan menulis, Zhou Fu adalah petualang yang cerdas. Ia pasti bisa melewati semua rintangan dengan cara-caranya yang selalu tak terduga!”
Li Xian mengubah posisi rebahannya. Meski cukup yakin jika Zhou Fu akan baik-baik saja, ia tak bisa menghalangi kekhawatiran yang menggempur hati dan pikirannya. Bagaimanapun Zhou Fu hanyalah seorang bocah. Jangankan menyebrangi suangai berarus deras, secara normal anak seusianya mungkin akan dijauhkan dari sungai yang tenang oleh ibunya. Jangankan berhadapan dengan kawanan beruang, berada dekat dengan bayi beruang saja mungkin sudah bisa membuat seorang ibu kehilangan kesadaran saking khawatirnya.
“Tidak, Zhou Fu berbeda! Dan karenanya, aku harus melakukan ini untuk meyakinkan dugaanku!” kembali, Li Xian mengubah posisi rebahannya.
***
Matahari sudah tenggelam lima kali sejak kepergian Zhou Fu berburu beberapa tanaman obat. Sementara itu Li Xian menghabiskan hari-harinya dengan berjalan mondar-mandir menunggui Zhou Fu yang tak segera kembali. Itu adalah hari ke-5, dan pada akhirnya Li Xian harus bersedia bersabar lagi sebab di hari ke lima di malam hari pun Zhou Fu belum menampakkan batang hidungnya.
Keesokan harinya, ketika matahari baru hendak bersiap-siap terbit di ufuk timur, Li Xian mendengar sayup-sayup suara anak yang menjerit-jerit. Li Xian yang tidak tidur memilih untuk merebahkan diri sambil kembali berpura-pura sakit kepala.
Meski datang dengan suara menjerit-jerit, setidaknya Zhou Fu masih kembali dengan membawa nyawa, dan itu adalah kabar yang memang ia tunggu.
“Kakek!!! Kakek!!! Kakek… Jangan mati dulu! Bagaimana ini?”
Suara jeritan Zhou Fu semakin terdengar lantang. Itu bukanlah suara jeritan biasa! Itu adalah suara jeritan yang bercampur dengan suara isak tangis. Bulu kuduk Li Xian berdiri, ia harus merayakan hari itu sebab itu adalah untuk yang pertama kalinya Zhou Fu menangis. Awalnya, Li Xian sempat khawatir jika cucunya tidak memiliki empati, sebab ia mendidik Zhou Fu demi sebuah amanah menciptakan anak yang sakti dan baik hati. Sementara, empati cukup dibutuhkan sebagai salah satu modal seseorang untuk memiliki hati yang baik.
“Kakek… Aku sudah berkeliling memutari semua tempat-tempat yang kakek sebutkan, tapi… tapi…..
Zhou Fu berlari menghampiri kakeknya yang terbaring, ia memeluk pria tua tersebut sambil menahan rasa sesak di dadanya.
“Aku tidak menemukan satu pun! Satu pun juga dari semua tanaman yang kakek sebutkan, bagaimana ini?”
Li Xian tidak menyahut, ia masih memijit-mijit keningnya dengan mata terpejam dan bibir mengatup rapat.
“Kakek, apakah kakek sudah mati? Apakah orang mati seperti ini bentuk dan keadaanya?”
Zhou Fu mengusap air matanya sebentar lalu membolak-balikkan tubuh kakeknya sambil sesekali mengguncangnya. Karena tidak tahan, Li Xian akhirnya membuka mata, ia pun pura-pura berusaha duduk dengan susah payah. Zhou Fu membantu kakeknya untuk menyandar ke pohon siprus.
“Mana tanaman penyambung nyawaku?” Li Xian bertanya dengan suara sesak.
“Tidak ada! Tidak ada satupun! Aku yakin aku tidak salah tempat, semuanya sesuai dengan petunjuk kakek, tapi… tapi tak ada satu pun tanaman yang berhasil kutemukan… bagaimana ini?”
“Aduuuh… Bagaimana ini… Bagaimana jika aku mati nanti siang?” Li Xian menggeleng-gelengkan kepala dengan wajah memelas.
“Jangan matiiii…. Kumohon jangan mati…. Huaaaa….”
Zhou Fu memeluk erat tubuh kakeknya, “Aku mau kakek hidup terus dan tidak pernah mati….”
Li Xian mencoba merenggangkan pelukan Zhou Fu. Ia mengusap beberapa bulir air mata Zhou Fu untuk pertama kalinya. Ia memandangi wajah cucunya yang matanya merah sembab.
“Fu’er, rasa sesak di dadamu itu… Itulah yang disebut kesedihan,” Li Xian menyentuh dada kiri Zhou Fu yang memang dirasa Zhou Fu sangat sesak dan panas. Zhou Fu melihat telapak tangan kakeknya yang ditempelkan di dada kirinya.
“Coba sekarang tutup matamu dengan kedua tangan,” Li Xian memberi perintah dan Zhou Fu menurut. Beberapa detik setelah hening, Li Xian bertanya pada Zhou Fu,
“Cucuku, apakah sedihmu sudah hilang? Apakah sesak di dadamu sudah reda?”
Zhou Fu menggeleng sambil masih sesenggukan, ia pun membuka matanya kembali dan memeluk kakeknya.
“Begitulah, kesedihan tidak bisa dihilangkan dengan hanya kita menutup mata.”
“Lalu….”
Li Xian memberi pelukan pada cucu kecilnya. Ia berbisik tepat di telinga Zhou Fu,
“Setelah kupikir-pikir, sepertinya aku belum ingin mati dulu. Nanti, mari kita berburu telur buaya!”
Seketika, sesak di dada Zhou Fu sirna! Zhou Fu bahagia meski seandainya ia tahu jika kakeknya hanya berpura-pura. Bahkan, beraneka tanaman yang disebutkan kakeknya tempo hari itu, semuanya hanya omong kosong. Tak heran jika Zhou Fu gagal menemukannya, justru akan jadi aneh jika ia berhasil menemukan tanaman yang tidak ada. Selebihnya, Zhou Fu merasa itu adalah hari yang paling membahagiakan untuknya.
“Sudah-sudah, ayo kita pulang ke gubuk. Sudah hampir sepekan kita meninggalkan gubuk, berdoa saja semoga rumah kita tidak dirusak binatang buas.”Zhou Fu bangkit berdiri mengikuti Li Xian yang sudah terlebih dahulu berdiri. Cucu dan kakek itu kini berjalan beriringan membelah rerumputan hijau yang masih perawan. Maksudnya, tak terjamah kawanan manusia. Entah bagaimana, alam akan menjadi sangat menawan ketika mereka tidak bertemu dengan manusia. Setidaknya binatang lebih tahu diri dan bisa memperlakukan alam dengan lebih baik daripada manusia.Alasan mengapa pulau Konglong merupakan pulau yang tidak terjamah manusia adalah karena lokasinya yang berjauhan dengan dengan pulau-pulau lain. Seribu pulau yang tersebar di sepanjang sisi depan daratan Caihong memiliki karakteristik yang sama yaitu saling berdekatan dan hanya dibatasi oleh selat-selat kecil. Sementara itu, pulau Konglong menjadi salah satu dari sedikit pulau yang terisolir. Berdiri di tengah hamparan
Pulau Konglong kembali menjadi pulau yang hanya dihuni binatang dan tumbuhan begitu Li Xian dan Zhou Fu melakukan penyeberangan ke pulau lain. Mereka menggunakan perahu rakit darurat yang dibuat dari gelondongan pohon-pohon besar. Sebelum pergi, mereka juga mengaburkan bekas penebangan tersebut.“Fu’er, ini bukanlah bentuk perahu yang layak untuk digunakan sebagai alat menyebrang lautan. Jika kau tak sedang bersamaku, kau tidak boleh menggunakan perahu rakit seperti ini di laut bebas.”Zhou Fu tidak memperhatikan ucapan kakeknya, ia sedang berdiri berkacak pinggang sambil memandangi langit yang sudah berhiaskan bintang. Li Xian yakin cucunya sedang menghayal tentang sesuatu. Li Xian sudah hafal jika pandanga Zhou Fu seperti itu, pasti ia sedang menghayal.Li Xian pun mulai mengatur strategi. Ia tak tahu berapa lama misi dalam gulungan perak itu ditentukan oleh pemangku organisasi. Bisa satu minggu atau bahkan hanya tiga hari saja. Sementara per
Sudah menjadi hal yang normal ketika seseorang pertama kali menginjakkan kaki ke sebuah pulau kecil, yang pertama kali terdengar adalah gemuruh dari beragam binatang rimba. Tetapi tidak demikian dengan hutan Youhi. Pemandangan hutan Youhi memang tampak normal sebagaimana pulau-pulau pada umumnya, tetapi perasaan Li Xian mengatakan jika ada yang tidak beres dengan pulau tersebut.“Fu’er, kau istirahat dulu di sini, kakek ingin memastikan sesuatu!”“Baiklah. Jika ada bahaya, Kakek jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku.” Zhou Fu memberi usul dengan ekspresi yang serius, sepertinya dia memang sudah merasa menjadi pahlawan sejak ia berhasil menaklukan musuh tempo hari hanya dengan satu pukulan.Li Xian berjalan dengan hati-hati, ia penasaran apa yang membuat hutan tersebut menjadi sunyi. Langkah Li Xian terhenti ketika ia mendapati ada sebuah batu besar yang sepertinya sengaja diletakkan di bibi hutan dan cukup dekat dengan lokasi pan
Li Xian tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Zhou Fu yang sepertinya tersinggung ketika Li Xian menyebut soal pertolongan Dewa.“Baiklah-baik, kakek menunggumu terus-menerus dua hari ini. Kakek sepertinya takut jika ada bahaya dan kakek sendirian,” tutur Li Xian sekadar untuk membuat Zhou Fu merasa berguna keberadaannya.“Jangan khawatir, Kek. Aku sudah di sini bersama kakek. Bahaya yang kemarin itu, sepertinya menyenangkan juga kalau datang lagi.”Li Xian dengan refleks memukul kepala Zhou Fu sebab bencana seperti dua hari silam itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan candaan. Binatang seberat 1 ton saja akan bisa tersapu dengan mudah lalu tenggelam di dasar lautan jika dihantam tsunami seganas itu.“Jaga mulutmu, bocah!”***Tak hanya tsunami berkekuatan dahsyat, ternyata pulau Youhi juga memiliki beberapa gunung berapi yang aktif. Sesekali, pulau tersebut banjir air, dalam waktu yang lain, pulau ter
Kesalahpahaman antara Zhou Fu dan perempuan yang baru ia temui pada akhirnya harus terhenti ketika Zhou Fu mendengar suara langkah kaki mendekat. Suara itu adalah suara pergerakan beberapa orang yang cukup gesit dan lincah. Didengar dari laju pergerakannya, Zhou Fu yakin jika kecepatan langkah tersebut melebihi singa jantan yang kelaparan. “Itu dia nona Shen Shen! Jangan biarkan nona Shen Shen lolos!” Tiga orang pendekar laki-laki menyergap Zhou Fu dan perempuan yang ternyata bernama Shen Shen. Shen Shen bersembunyi di balik tubuh Zhou Fu dan memohon agar Zhou Fu bersedia menolongnya. “Tenang, akan kuhadapi mereka semua!” Insting Zhou Fu memang mengatakan jika Shen Shen memang sedang membutuhkan pertolongan. Zhou Fu pun mengambil sikap siap untuk memberi serangan pada tiga pendekar yang kini berdiri tak jauh darinya. “Minggir kau, Bocah! Jika tidak aku akan membelah tubuhmu menjadi dua bagian!” salah seorang dari tiga pendekar itu mena
Sebuah daratan besar yang disebut sebagai daratan Caihong adalah wilayah terluas di belahan bumi bagian timur. Orang-orang menyebut Caihong sebagai tanah surga di mana manusia tak mungkin kelaparan jika tinggal di daerah tersebut. Tanaman tumbuh tanpa ditanam, beragam binatang dan sumber daya tersebar di seluruh bagian wilayah Caihong. Keamanan dijamin penuh oleh pemerintah sehingga warga bisa makan dan tidur dengan nyenyak tanpa harus mengkhawatirkan serangan ataupun perang sebagaimana keributan tersebut selalu terjadi di luar wilayah Caihong.Kedamaian yang selalu menyelimuti Caihong itulah yang membuat Shen Shen tak habis pikir jika ia saat ini sedang menjadi perburuan beberapa kelompok untuk dibunuh. Seingat Shen Shen, ia tak pernah terlibat dalam kekacauan apapun, ia juga tak memiliki masalah dengan siapapun.“Jadi, mengapa kau bisa sampai di sini?” Zhou Fu bertanya pada Shen Shen setelah perempuan itu bercerita panjang lebar tentang negeri Caihong.
Perjalanan Zhou Fu dan Shen Shen menuju ke pulau pertama memakan waktu sekitar dua minggu. Di hari ke 14 mereka berhasil sampai di sebuah pulau yang bernama pulau Jidong. Zhou Fu dan Shen Shen tiba di pulau tersebut di waktu yang sangat tepat karena jika saja perjalanan laut mereka memakan waktu yang lebih lama lagi, tubuh Shen Shen yang lemah akan terkapar tak sadarkan diri akibat kelaparan dan kehausan.Bekal makanan mereka sudah habis tiga hari sebelumnya dan itu adalah hari ke 4 mereka tidak makan dan minum. Tubuh Zhou Fu masih cukup kuat untuk tidak makan berhari-hari, tetapi tidak dengan Shen Shen. Perempuan itu sudah merengek dan mengoceh panjang lebar karena tidak bisa menahan perutnya yang perih karena lapar. Dan hari itu, hari di mana mereka sampai di pulau Jidong, Shen Shen hanya menutup mulutnya rapat karena sudah tak memiliki tenaga untuk mengeluh atau mengomel.Pertama-tama, mereka tiba di Dozhu, sebuah desa yang terletak di pinggiran pulau Jidong. Desa t
“Mau ikut tidak?” Zhou Fu yang sudah berpakaian rapi mendatangi Shen Shen dan menceritakan tentang keberuntungannya beberapa saat lalu, ia pun mengajak Shen Shen untuk beristirahat dan makan di kamarnya. Bukannya senang, Shen Shen justru menunjukkan ekspresi cemberut ketika mendengar kabar baik dari Zhou Fu. Ia hanya memberi anggukan kecil sedang kepalanya menoleh ke kiri dan dua tangannya dilipat di depan dada. Shen Shen sepertinya merasa kesal dan malu karena harus menerima bantuan dari orang yang sudah ia ejek beberapa waktu lalu.“Akan kuhitung berapa biaya bantuan yang kau berikan. Setelah sampai di Caihong, aku akan membayarnya dua kali lipat! Ingat itu!” Shen Shen yang tak mau harga dirinya jatuh, segera menyombongkan diri dengan menganggap bantuan Zhou Fu sebagai sebuah hutang.“Terserah apa katamu, yang jelas ada sesuatu hal yang ingin kutanyakan padamu, tapi sebelumnya makan dan istirahatlah dulu,” Zhou Fu menggeleng-geleng
Semakin lama, semakin Zhou Fu yakin jika tak ada orang yang lebih pandai daripada Shen Shen dalam hal mencari masalah. Ketika ia teringat kembali awal pertemuan mereka, Zhou Fu seolah-olah menyadari jika ia memang hidup dengan membawa takdir untuk membereskan semua masalah yang menjerat Shen Yang.Seperti hari itu, mengingat Zhou Shan telah memasang perisai kuat di area kapal, jelas tertangkapnya Shen Shen tidak disebabkan oleh kerusakan arai yang dibuat oleh Zhou Shan. Dalam artian, Shen Shen secara sengaja keluar dari perlindungan Zhou Shan dan seperti biasanya, melangkah menghampiri masalah.Pada saat itu, dihadapkan dengan informasi dibawanya Shen Shen ke istana walikota, Zhou Fu dan Zhou Shan menunda agenda makan siang mereka. Keduanya bergegas keluar dari rumah makan lalu menyewa kuda-kuda terbaik untuk digunakan pergi menuju ke istana walikota.“Mengapa kita harus repot-repot menyewa kuda jika kita bisa melesat cepat ke istana? Menjengkelkan!” gerutu Zhou Fu sesaat sebelum mena
Tampaknya, pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Zhou Shan adalah pertanyaan yang paling dihindari oleh sang walikota. Tak peduli apa pun keadaannya, sang walikota tetap terkesan menghindari menjawab pertanyaan itu. Dalam keadaan antara hidup dan mati, pria itu bahkan meludah sembari tersenyum mengejek kepada Zhou Shan.“Kau tak akan pernah mendapatkan jawabannya!” ucap Gao Shan sembari sebelah tangannya melakukan gerakan khusus dari balik jubah.Seketika itu juga, kilatan cahaya terang benderang membutakan mata semua orang, termasuk Zhou Fu dan Zhou Shan. Dengan sigap Zhou Fu melesat menarik tubuh Zhou Shan mundur, sekadar berjaga-jaga pada sesuatu yang mungkin tak mereka ketahui.Ketika ledakan cahaya telah berakhir, Zhou Fu dan Zhou Shan melihat hanya ada bekas-bekas keberadaan walikota bersama putranya di ruangan itu. Keduanya telah menghilang entah ke mana.“Sepertinya walikota menggunakan teknik atau spirit tool teleportasi,” gumam Zhou Shan seraya mengamati bekas keberadaan
Zhou Shan tak mau membuang waktu. Dalam sekejap, ia melangkah maju, tangannya terangkat dan udara di sekitarnya berubah drastis. Aura emas yang kuat mulai membungkus tubuhnya, membuat Gao Shan dan Gao Ren merasakan tekanan yang luar biasa."Masa-masa kejayaanmu sudah hampir kadaluarsa, Tuan Walikota," ucap Zhou Shan menyeringai. "Aku akan memberimu salam perkenalan, Prelude Strike!"Zhou Shan mengayunkan tangannya ke arah Gao Shan. Udara di sekelilingnya bergetar hebat ketika rune-rune bercahaya emas muncul di udara, membentuk lingkaran rumit yang tiba-tiba mengeluarkan petir emas. Kilatan petir itu melesat cepat ke arah Gao Shan, seperti kehendak langit yang tidak dapat dihindari.Gao Shan dengan cepat mengangkat tangannya, membentuk perisai energi merah yang berasal dari spirit tool Crimson Essence Flask. "Blood Shield!" teriaknya. Perisai itu terbentuk dari darah kental yang berputar cepat, memblokir petir yang datang dari Zhou Shan.Ledakan keras terdengar saat petir dan perisai d
Gao Ren merasa darahnya berhenti mengalir. Tubuhnya bergetar ketakutan. Ia tak pernah membayangkan akan berada dalam situasi seperti itu, Sun Hao yang selalu ia anggap tak terkalahkan ternyata bisa dikalahkan dengan begitu mudahnya.Zhou Fu berjalan mendekat, setiap langkahnya seakan menjadi dentang lonceng kematian bagi Gao Ren. Namun, Gao Ren menolak menyerah begitu saja. Ia masih punya kartu truf yang belum dimainkan.“Kau akan menyesal berurusan denganku!” ucap Gao Ren memberi ancaman, meski saat itu suaranya terdengar ketakutan.Dengan tangan gemetar, Gao Ren mengeluarkan sebuah bola permata dari spatial ringnya. Tak berlama-lama, Gao Ren mencengkeram bola permata itu hingga membuatnya pecah berkeping-keping. Suara retakan bola permata itu terdengar memekkakkan telinga. Di saat yang sama, muncul ledakan di udara, menciptakan kepulan kabut debu yang tebal selama beberapa detik. Gao Ren mundur selangkah, membuat Zhou Fu mengerutkan kening karena penasaran dengan apa yang akan munc
“Spirit Formation Mid Stage. Kau sebut itu kuat? Kau sedang melawak?” cibir Zhou Fu yang serta merta membuat mata Gao Ren memerah karena marah. Kebanggaan yang beberapa detik lalu meledak di kepala Gao Ren kini terasa sirna dan tergantikan oleh amarah yang tertahan.Di saat yang sama, Sun Hao juga dibuat terkejut oleh ucapan Zhou Fu. Dari caranya berbicara, jelas sekali bahwa Zhou Fu menganggap rendah seorang kultivator di ranah Spirit Formation, yang mana ranah tersebut sudah termasuk ajaib untuk diraih oleh seseorang semuda Gao Ren.Dengan gerakan cepat, Sun Hao melangkah maju dan meminta Gao Ren mundur di belakangnya. "Tuan Muda, biarkan saya yang menangani mereka. Saya akan memastikan mereka tidak akan keluar dari ruangan ini hidup-hidup."Zhou Shan yang sedari tadi diam kini hanya tersenyum sinis melihat adegan itu. "Apakah kalian berdua benar-benar berpikir bisa menahan kami dengan kekuatan sekecil itu?" tanyanya, sengaja terdengar mengejek.Gao Ren mendekati Sun Hao lalu berbis
Seseorang yang baru saja memasuki ruangan tersebut memberi tatapan intimidasi kepada enam pria yang berada di dalam rumah makan. Empat pria yang berasal dari Teratai Hitam dan Safir Biru tampak gugup dan gelisah sebab mereka tahu siapa sosok yang baru saja menegur mereka. Sementara Zhou Fu dan Zhou Shan merasa tak perlu gelisah atau khawatir sedikit pun sehingga ketika pria itu muncul di dalam ruangan, Zhou Fu dan Zhou Shan hanya melipat tangan di dada sembari mengamati apa yang akan dilakukan pria tersebut.“Maafkan atas keributan yang terjadi, Tuan Sun. Kami hanya berniat mengusir dua pengacau ini,” ucap Hong Tian kepada Sun Hao, pemimpin tertinggi pasukan pengawal walikota.Sun Hao tak merespon permintaan maaf dari Hong Tian, melainkan kini menghunuskan tatapan mematikan ke arah Zhou Fu dan Zhou Shan secara bergantian.Dalam hati, Hong Tian merasa sangat puas karena itu artinya Sun Hao akan segera memberi pelajaran berharga kepada Zhou Fu dan Zhou Shan.“Di mana letak sopan santun
Tak mau terlalu peduli dengan suasana di ruangan itu, Zhou Fu mengajak Zhou Shan untuk duduk tak begitu jauh dari dua meja yang terlebih dahulu terisi. Sembari menunggu pelayan menghampiri, baik Zhou Fu dan Zhou Shan mulai berkonsentrasi untuk mendengar percakapan yang tengah terjadi di meja-meja yang terisi.“Kami membawa hasil bumi terbaik dari pulau Teratai Hitam, kami yakin walikota akan sangat senang menjalin kerja sama dengan warga di Teratai Hitam,” ucap seorang pria berjubah gelap kepada dua pengunjung restoran yang berasal dari pulau Safir Biru. Matanya menyipit tajam, menunjukkan bahwa ia merasa unggul.“Jangan buru-buru percaya diri, Tuan Hong. Hasil bumi dari pulau Safir Biru jelas lebih unggul ketimbang milik kalian. Walikota pasti akan mengutamakan membangun cabang sekte Darah Suci di pulau kami,” timpal si pria lain menanggapi ucapan Hong Tian.Rekan Hong Tian menepuk pundak Hong Tian, memberi isyarat kepadanya agar tak memperpanjang perdebatan dengan Duan Lei yang bera
Beberapa jam kemudian, Zhou Fu dan Zhou Shan telah tiba di gerbang depan kota Lembah Angin Abadi. Dari luar, kota itu tampak seperti sebuah oasis yang hidup di tengah padang tandus. Pohon-pohon rimbun dan bunga berwarna-warni yang bertebaran di seluruh penjuru kota menciptakan pemandangan yang kontras dengan tanah gersang di sekelilingnya. Tak akan ada orang yang tak keheranan menyaksikan anomali tersebut.“Aku semakin yakin, pemimpin di kota ini merupakan seorang kultivator dari dunia atas,” gumam Zhou Shan saat merasakan keberadaan energi Qi yang cukup memadai meski tak terlalu tinggi kepadatannya. “Hanya saja, bagaimana bisa dia turun ke tempat ini?”“Apa dia juga memiliki artefak suci?” tanya Zhou Fu.Zhou Shan melotot kesal dan menyebutkan jika artefak suci sejenis alat transportasi beda alam milik Holy Light bukanlah spirit tool yang bisa dimiliki sembarang kultivator. Sekte bintang 10 dengan kekayaan berlimpah pun belum tentu memiliki spirit tool semacam itu.“Lalu, bagaimana c
Tak ada hal yang bisa dikulik dari Jiang Hao mengingat pria itu sebenarnya juga tak benar-benar tahu apa kesalahannya sehingga ditempatkan di wilayah pengasingan tersebut. Maka, demi memuaskan rasa penasaran, Zhou Fu mengajak Zhou Shan pergi ke utara, ke kota Lembah Angin Abadi.“Tuan-Tuan sekalian,” ucap Jiang Hao menyela percakapan Zhou Fu dan Zhou Shan. “Maaf jika ucapanku lancang, tetapi, bukankah lebih elok jika kalian menyelamatkan kami dulu sebelum kalian pergi ke utara? Maksudku, biasanya orang baik akan berbuat demikian,” ucap Jiang Hao lagi dengan wajah penuh harap.Zhou Shan mengerutkan kening, ia baru teringat satu hal yang juga mengganggu pikirannya. “Itu yang sebelumnya ingin kutanyakan. Tempat ini memiliki suhu ekstrim yang berbahaya. Jika kalian ingin selamat, bukankah kalian hanya perlu pergi dan mencari pemukiman baru?”“Bodoh!” Zhou Fu menjitak kepala Zhou Shan, terkesan sangat kurang ajar di mata Jiang Hao yang melihat wajah Zhou Fu jauh lebih muda dari Zhou Shan.