3 bulan kemudian Saat ini usia kandungan Naya sudah menginjak 5 bulan, Naya selalu merasa tidak enak badan. Bahkan, Naya juga sampai tidak nyenyak tidur. Sejak saat itu Naya tidak pernah keluar dari apartemennya. Alya melarang Naya untuk keluar, sekarang di apartemen itu juga sudah ada asisten yang membantu Naya mengerjakan pekerjaan rumah. "Mas, bolehkah aku jalan jalan?" tanya Naya pada Ilyas yang saat ini ada di apartemennya. Ilyas menganggukkan kepalanya. "Memangnya siapa yang melarang kamu?" tanya Ilyas. "Alya, dia khawatir kalau terjadi sesuatu padaku." ucap Naya. "Kamu boleh jalan-jalan, tapi jangan jauh-jauh." sahut Ilyas. Naya hanya menganggukkan kepalanya. Naya keluar dari apartemennya itu, dia menatap ke arah luar apartemennya yang sangat indah dan bersih. "Sejuknya suasana luar, tapi aku terkurung didalam bagaikan burung dalam sangkar. Entahlah, aku rasa kekhawatiran ini terlalu berlebihan jadi aku merasa terkekang." gumam Naya. Naya berjalan ke ara
Brughh Alya mendorong Rani hingga membuat Rani terjatuh ke lantai, Rani meringis kesakitan karena dia terjatuh cukup keras. "Alya, kamu kenapa kasar begitu?" tanya Naya yang langsung membantu Rani untuk berdiri. "Nay, aku hanya minta kamu, stop! Dekati Mutia, apa itu susah?" tanya Alya dengan kesal. "Kenapa, Al. Apa yang di katakan Nona Mutia itu benar?" tanya Naya menatap bertanya tanya pada Alya. Alya terkejut mendengar ucapan Naya. "Apa yang sudah Mutia katakan pada Naya?" Alya membatin. "Apa benar kamu dulunya selingkuhan pak Jaya?" tanya Naya. "Diam Naya!" sentak Alya, suaranya bahkan menggelegar di ruangan itu. "Apa itu benar, Al? Ternyata teman aku yang selama ini aku anggap baik. Ini sifat aslinya?" tanya Naya yang sudah meneteskan air matanya karena masih tak percaya pada Alya. Terlihat Naya saat ini sudah sangat kecewa, matanya seolah enggan menatap pada Alya. "Kamu percaya pada Mutia?" tanya Alya sambil menunjuk ke sembarang arah. Naya menganggukan kepalanya. "
"Ada apa ini?" tanya Raka. Rani menatap sinis pada Raka. "Ada apa, apanya?" tanya Rani dengan nada kurang suka bicara pada Raka. "Tidak aneh saja, kenapa Naya berani memarahi kamu, padahal kan kamu itu majikannya." ujar Raka. Rani menatap pada Naya yang saat ini hanya diam saja. "Aku sama Kak Naya itu adalah teman, bukan majikan dan pembantu!" Rani kesal. "Oh maafkan aku." "Jika kakak tidak ada keperluan, silahkan pulang saja." tanpa basa-basi Rani langsung pergi dari sana meninggalkan Naya dan Raka. Hanya hening yang Naya dan Raka rasakan, Naya cukup tersinggung dengan ucapan Raka barusan. Tapi mau bagaimana lagi? Ilyas sendiri yang memberikan gelar itu untuk Naya. Raka merasa kalau dia baru saja bicara yang kurang sopan pada Naya, "Nay, maafkan aku." ujar Raka. "Kamu tidak salah, lagian aku juga adalah pembantu kan? Aku sudah anggap Rani sebagai adik aku sendiri, jadi aku repleks marah padanya kalau dia kasar pada orang lain." ungkap Naya dengan wajah menun
"Tunggu!" Alya menatap pada orang yang baru saja berteriak itu, Alya mengerutkan keningnya saat melihat ada Jaya di sana.Alya menatap ke belakang dia, ternyata tak ada orang lain selain dirinya di sana.Bibir Alya tersenyum tipis karena melihat siapa yang baru saja meneriakinya."Alya!" ucapnya lagi sambil mendekat pada Alya dan Zoya.Jaya membawa sebuah mobil besar yang tadi di tunjuk Zoya."Ini anak kamu? Apa ini anak aku juga?" tanya Jaya.Alya mengernyitkan keningnya, dia berpikir sejenak karena bingung pada apa yang di katakan Jaya.Tetapi, dengan cepat Alya menganggukan kepalanya."Anakku, perempuan?" tanya Jaya yang seolah syok karena melihat Zoya.Jaya memang sudah punya anak dari Mutia, tapi kedua anaknya adalah laki-laki.Jaya sangat menginginkan anak laki-laki dari Mutia.Tetapi, tidak mungkin Jaya meminta anak lagi karena jarak anaknya hanya beberapa tahun saja.Anak pertama Jaya berusia 3 tahun dan yang satunya masih satu tahun."Berapa tahun?" tanya Jaya."Tiga tahun."
Prakk"Argh, berani sekali dia!" geram Mutia yang baru saja melihat Jaya bertemu dengan Alya dan terlihat Jaya memeluk seorang anak perempuan.Mutia menatap pada kedua anak buahnya yang ada di sana juga."Cari tau anak ini!" perintah dari Mutia yang selalu di patuhi oleh anak buahnya.Mutia menatap pada kedua anaknya yang sejak dahulu sampai sekarang, selalu mendapatkan kasih sayang dari Jaya.Dan Mutia tidak mau kalau dia harus melihat anak-anaknya bersaing dengan orang lain untuk mendapatkan kasih sayang dari Papahnya.Mutia tau kalau Naya punya anak, tapi Mutia tidak tau kalau itu adalah anak Naya.Mutia bersumpah kalau itu anak Alya, dia tak akan segan-segan membuat perhitungan pada Alya.Mutia menatap pada Putranya yang baru saja datang ke sana."Hai sayang, ada apa?" tanya Mutia pada putra pertamanya itu."Mom, dimana Dady?" tanya Rivan dengan nada cadelnya."Van, Dady kan kerja." jawab Mutia dengan senyuman manis.Rivan yang masih berusia 3 tahunan itu langsung cemberut, Mutia
"Anak siapa itu?" tanya Mutia. "Dari yang kami lihat, Nona. Anak ini bernama Zoya dia adalah anak dari sahabat Alya, katanya anak ini sudah di anggap sebagai anak oleh Alya dan suaminya." ucap anak buah Mutia. "Kau yakin?" tanya Mutia. "Berita ini saya dengar langsung dari Yeti, tak mungkin dia berani membohongi kita." "Bagus." ucap Mutia. Mutia berasa sangat lega karena ternyata anak itu adalah anak Naya yang sudah pasti tidak ada sangkut pautnya dengan Jaya. "Hampir saja aku mencelakai anak teman aku sendiri." gumam Mutia. Mutia mengambil tasnya, dia langsung melaju ke arah apartemen Naya, tak lupa Mutia juga membawa beberapa makanan untuk Naya. Mutia tak ada niat untuk mencelakai Naya, dia justru ingin membantu Naya agar tidak bisa di celakai oleh Alya. Mutia tau sekali bagaimana Alya, dan akan sangat bodoh jika menganggap Alya sepele. Mutia menatap pada Ilyas yang terlihat baru saja turun dari apartemen itu. "Ternyata Ilyas sering datang kemari juga? Naya memang pantas
"Kamu dari mana? Kenapa bisa bareng sama Bu Mutia?" tanya Ilyas menatap tajam pada Naya yang baru saja kembali. "Mas, kamu harus tau kalau Mas Raka itu kecelakaan dan meninggal." ungkap Naya. "Hah, benarkah? Kamu tahu dari mana?" tanya Ilyas terkejut bukan main. "Aku datang ke rumah sakit, dan aku melihat jasad dia sampai di kremasi oleh pihak rumah sakit, kasihan Mas. Dia gak punya keluarga." ucap Naya. "Kenapa kamu gak ajak aku?" tanya Ilyas menatap heran, Ilyas juga sudah tidak marah lagi pada Naya. "Mas posisinya itu aku sedang bersama Nona Mutia, jadi gak mungkin aku telpon kamu. Lagian Mas, Nona Mutia juga yang membayar semua biaya rumah sakit." "Aku sama teman teman harus datang ke makam Raka, dia teman aku. Dan jahat sekali aku karena gak tau Raka sudah tiada." ujar Ilyas. "Ya Mas." ** Ilyas pulang dia menatap pada Alya yang terlihat sangat bahagia sekali, Alya terlihat lebih berseri seri sekarang. "Ada apa, Al?" tanya Ilyas yang heran pada sikap istrinya i
Ting Pintu lift terbuka dengan cepat Naya masuk, dari dalam lift Naya melihat pria itu tengah berlari menuju ke arah lift, Naya semakin panik dia menekan tombol acak. Yang Naya inginkan sekarang adalah pintu Liftnya tertutup dan orang itu tidak bisa mengejar Naya lagi. Tapi sayang pintu Liftnya belum mau tertutup Naya sudah sangat ketakutan tubuhnya gemetar hebat, pria itu semakin mendekat pada Naya. Dan untungnya pintu lift tertutup sebelum pria itu masuk kedalam lift, Naya akhirnya bisa menghela nafasnya lega karena orang itu tak sampai masuk lift. Ting Naya melihat kalau sekarang dia berada di lantai atas apartemennya, karena ketakutan Naya malah menekan tombol unit di atas dia. Naya keluar dari lift, dia takut kalau orang itu akan mengejar Naya lagi. Naya menatap ke lantai bawah dan ternyata tak ada siapa pun di sana. Naya melihat pada Lift yang di sana menunjukkan lantai yang saat ini Naya tuju. "Astaghfirullah, jangan-jangan orang itu mau datang kesini." gumam Naya yan
"Astaga!" gumam Rani.Ilyas panik dia langsung mendekat ke arah Rani, dengan cepat dia langsung mengambil sepucuk surat itu dan langsung membacanya.Ilyas juga tak kalah panik dari Rani, dia langsung menatap pada Naya yang masih bertanya-tanya dengan isi dari secarik kertas yang ditinggalkan oleh laki-laki itu."Ada apa, Mas?" tanya Naya menatap pada Ilyas dan Rani secara bergantian dan sayangnya tak ada jawaban yang bisa dia dapatkan dari keduanya.Naya langsung merebut paksa kertas itu dari tangan Ilyas.(ANAK KAMU AKAN MENINGGAL)Itulah isi dari secarik surat itu, ingin sekali rasanya Naya marah pada orang itu.Seorang ibu mana yang akan rela kalau anaknya mendapatkan ancaman yang begitu kejam dari orang yang bahkan tak dia kenal.Naya meremas sepucuk surat yang masih ada di tangannya itu, "Aku tau siapa yang mengirim surat ini." ucap Naya yang membuat Rani dan Ilyas langsung menatap padanya.**Brakk!Suara pintu didobrak paksa terdengar sangat keras ditelinga yang punya rumah, Al
Prak Gelas pecah terdengar memekik di telinga Alya, dengan langkah yang malas dia langsung berjalan ke arah lantai bawah, sejak tadi Ibunya ada di sana tapi sekarang Lia sudah pulang dari kediaman Alya. Alya masih tak percaya kalau Ilyas masih belum pulang juga, rasanya dia sangat ingin menyusul Ilyas ke apartemen Naya. Tapi sayangnya Alya gengsi karena dengan seperti itu dia terlihat mengemis perhatian pada Ilyas. Alya membelalakkan matanya saat melihat sebuah gelas pecah dan pecahannya berserakan di lantai, bukan itu saja. Dia juga menemukan sebuah surat yang tergeletak di lantai. "Surat lagi?" gumam Alya bertanya-tanya. Alya membuka surat itu dengan perlahan dan benar tulisan itu hampir sama dengan tulisan tempo lalu, tapi untuk yang sekarang tulisannya ada yang sedikit berbeda. (KAMU AKAN MATI, KALAU ANAK DALAM KANDUNGAN ANAYAH TETAP HIDUP!) "Apa ini sebuah ancaman? Kenapa padaku? Dan kenapa orang-orang itu tau kalau Naya mengandung? Siapa mereka?" setelah mengucapkan itu
"Apa laki-lakinya bisa diperbesar?" tanya Naya. "Tentu." Mutia menzoom layar yang ada di hadapannya itu, Naya mengerutkan keningnya saat melihat orang itu. "Kamu mengenalinya?" tanya Mutia. Naya menggelengkan kepalanya. "Aku gak kenal, laki-laki ini asing." "Fiks, kamu sekarang sedang di teror oleh orang itu, aku sudah menduga ini semua! Tapi Nay, kamu jangan khawatir karena ada aku yang akan membantu kamu untuk mencari tau orang ini." duga Mutia sambil memegang tangan Naya. "Terima kasih Mutia, kau baik sekali." "Sama-sama, kita kan teman, jadi aku harus membantu saat temanku kesusahan." Naya baru ingat kalau di apartemennya itu ada Ilyas, "Mutia, maafkan aku! Tapi di sini ada Mas Yash." ujar Naya. "Mas Yash?" tanya Mutia heran. Naya keceplosan mengusapkan hal itu pada Mutia, Naya baru ingat kalau Mutia belum tau tentang kehidupannya itu. Naya terlihat panik saat Mutia menatapnya sambil bertanya. "Ya, Mas Yash suaminya Alya, dia datang karena mau bertemu dengan Rani,
Ilyas mengusap kepala Naya dengan lembut, tapi saat Ilyas akan beralih ke pakaian Naya dia langsung terkejut saat mendapati kalau leher Naya seperti ada luka. "Nay, ini kenapa?" tanya Ilyas. Ilyas semakin mendekat pada luka itu, Ilyas rasa kalau luka itu baru saja ada di leher Naya, Ilyas juga memegang luka itu yang seperti ada luka bekas kuku. "Kamu di cekik?" tanya Ilyas menatap Naya penuh tanya. Naya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, Naya juga memegang tangan Ilyas yang sekarang tengah menelisik seluruh badannya. "Mas, ini itu hanya luka biasa." jawab Naya tenang. "Kamu bohong?" tanya Ilyas. Naya hanya diam saja untuk kali ini dia tidak mungkin bicara kalau Alya yang menyebabkan semuanya. "Mas, aku gak bohong, aku beneran!" ucap Naya. "Apa sakit?" tanya Ilyas. "Tidak." Ilyas memeluk Naya dengan sangat erat, dia ingin sekali meminta maaf pada Naya karena ucapan Ilyas sudah menyakiti hati Naya, untuk sekarang Ilyas juga sadar kalau dia seharusnya menghar
Pirasat Rani tak enak, dia langsung berlari ke arah apartemennya dan ternyata benar Rani mendapati Naya yang terduduk di lantai. "Kak, kakak kenapa?" tanya Rani yang langsung jongkok di hadapan Naya. Naya hanya menatap kearah depan saja tanpa mengedip sekali pun, Rani mulai curiga pada Alya yang baru saja keluar dari apartemennya itu. "Kak, ada apa?" tanya Rani lagi. Naya menatap pada Rani, dia langsung menangis di hadapan Rani yang semakin merasa bingung dengan kondisi Naya saat ini, Rani membawa Naya ke sofa agar Naya bisa lebih nyaman untuk duduk. Rani juga mengambilkan minuman untuk Naya, dia langsung menyodorkan pada Naya. "Kakak tenang dulu, setelah ini ceritakan padaku apa saja yang terjadi." ujar Rani. Naya membuka hijab yang menutupi kepalanya, Rani baru sadar kalau leher Naya terdapat luka lebam sepertinya luka itu baru saja muncul. "Kakak, kenapa? Apa semua ini Alya yang melakukannya?" tanya Rani tak sabaran untuk mendengar jawaban dari Naya. Namun, tak ada respon
"Benarkah Alya? Kamu berbohong padaku?" tanya Jaya. Alya menarik Naya untuk mendekat padanya, "Ya, aku ngaku kalau aku berbohong." ujar Alya. "What? Lalu, kemana anak kita?" tanya Jaya yang langsung membuat Mutia terkejut karena Jaya menanyakan anak mereka. Ternyata benar kalau dahulu Jaya dan Alya pernah akan mempunyai Anak. Alya menatap pada Mutia yang balik menatapnya dengan tatapan penuh benci. "Istrimu yang membuat aku keguguran, anak kita mati karena ulah istrimu." ucap Alya yang semakin mengundang kemarahan Mutia. "Hey, jangan bawa-bawa aku pada masalah ini, kau keguguran karena seorang wanita yang suaminya kau rebut kan? Jangan bawa aku pada masalah ini, lagi pun anak itu akan malu kalau hidup dari rahim wanita jalang sepertimu." Mutia sampai berteriak karena sangat kesal pada Alya. "Dari mana kamu tau?" tanya Jay
Ilyas bangun pagi sekali dia menatap pada ponselnya yang banyak sekali pesan dari Naya.Ilyas masih marah dia masih merasa kalau Naya tak menghargainya.Alya mengambil ponsel Ilyas dan melihat pesan dari Naya.Alya membaca satu persatu pesan itu dengan teliti, dari pesan itu Alya bisa tau kalau Naya dan Ilyas sedang tidak baik-baik saja."Mas kenapa tidak di bales?" tanya Alya sengaja bertanya hal demikian."Tidak perlulah," Ilyas sepertinya enggan membahas masalah itu.Alya hanya tersenyum saja, "Bagus Mas, semakin kamu bersalah maka kamu akan semakin cepat berpisah dengan Naya." Alya membatin.Alya tetap saja menginginkan mereka berpisah padahal sudah jelas-jelas kalau Naya sudah sangat membantu dirinya.Dengan melahirkan seorang keturunan untuk keluarga Alya.Walaupun belum Alya belum tau betul jenis kelamin bayi yang tengah Naya kandung, tetapi Alya yakin kalau bayi itu laki-laki.**Mutia datang
"Ayah siapa?" tanya Naya yang mulai penasaran pada ucapan Zoya itu."Ayah. Mah, om yang membelikan aku mainan." ujar Zoya kekeuh."Kamu tau siapa namanya?" tanya Naya.Zoya menggelengkan kepalanya, dia fokus lagi pada layar ponselnya yang tengah menampilkan video pendek."Tadi kamu bilang Bu Alya tidur sama laki-laki itu? Di mana?" tanya Naya."Di kamar bagus sekali, aku tidur di kursi dan Bu Alya tidur di kasur." Naya tak percaya pada celotehan Zoya, tapi mau membantah pun Naya tau kalau Zoya tak mungkin berbohong.Naya hanya bisa diam sambil berpikir, laki-laki siapa yang tidur bersama dengan Alya? Dan ada hubungan apa mereka?Kemudian... Naya ingat pada Mutia yang katanya suaminya pernah selingkuh dengan Alya.Naya merasa kalau semua ini ada hubungannya dengan suaminya Mutia, Naya mengambil ponselnya dari Zoya."Mamah pinjam sebentar ya sayang." pinta Naya.Naya mengetik pesan dan
Naya dan Ilyas menatap pada layar monitor yang menampilkan rekaman cctv tadi malam, bagai di sambar petir di tempat itu juga.Naya syok dengan apa yang baru saja dia lihat itu, " Ini gak mungkin!" bantah Naya.Naya memegang tangan Ilyas dengan sangat erat."Mana laki-laki yang mau membunuh kamu itu, Nay?" tanya Ilyas menatap tajam pada Naya yang sekarang masih tak percaya pada rekaman yang baru saja dia lihat itu.Di sana jelas terlihat kalau Naya berlari dari apartemennya dan menuju ke apartemen Raka, tak ada laki-laki yang katanya akan membunuh Naya itu.Padahal Naya masih sangat ingat kejadian malam tadi, laki-laki itu memang nyata dan ketakutan Naya itu bukanlah halusinasi atau pun mimpi semata."Tolong Mas, percaya padaku." pinta Naya memohon."Aku harus percaya? Mana laki-laki yang katanya mau membunuh kamu? Nay, lihat lah itu! Di sana jelas saja terlihat kalau kamulah yang berlari dan masuk ke apartemen Raka." Ilyas terlihat sangat marah pada Naya.Naya memegangi kepalanya kare