Kyra hanya ingin terbebas. Dia tidak menyangka bahwa sikapnya yang diam ini akan membawa banyak kerepotan untuk Justin.Deven duduk di sofa samping, lalu membuka surat perjanjian untuk dibaca dengan saksama. Kyra segera bergeser untuk menjaga jarak dengannya.Deven memegang surat itu dengan erat. Di atasnya, tertulis jelas bahwa Kyra tidak menginginkan sepeser pun. Kyra bangkit, lalu meletakkan pena di hadapan Deven dan berucap, "Langsung tanda tangan kalau nggak ada masalah lagi.""Ibumu tahu kamu akan bercerai?" tanya Deven dengan tidak acuh tanpa mendongak sedikit pun. Nada bicaranya terdengar seolah-olah tidak peduli.Kyra tidak terkejut karena Deven memang tidak mementingkan pernikahan mereka ataupun dirinya. Dia mengepalkan tangan dengan erat karena belum memberi tahu Mia tentang ini. Mia pasti akan melarang karena khawatir Kyra tidak bisa menghidupi diri sendiri.Namun, Kyra bisa menjelaskannya kepada Mia nanti. Dia menyahut dengan santai, "Dia sudah tahu.""Memangnya dia setuju
Deven memegang wajah Kyra sambil menciumnya dengan kasar. Seketika, Kyra merasa sungguh terhina. Dia langsung menampar Deven dan memaki, "Deven, jangan keterlaluan!"Saat berikutnya, Kyra merasa menyesal. Dia benar-benar takut sekarang. Pria ini tidak ada bedanya dengan binatang buas. Deven tidak akan melepaskan dirinya. Namun, dia tidak punya pilihan selain menampar Deven.Tiba-tiba, tangan yang besar merangkul pinggang Kyra. Sebelum Kyra sempat bereaksi, tubuhnya sudah menempel dengan tubuh Deven. Meskipun dihalangi oleh pakaian, Kyra tetap bisa merasakan tubuh Deven yang panas.Kyra meronta-ronta, tetapi cengkeraman Deven malah bertambah kuat. Kyra segera menahan Deven dan memelototinya. "Apa yang kamu lakukan?"Mata Deven tampak merah, mungkin karena Kyra menamparnya tadi. Dia menimpali, "Kamu ingin bercerai, 'kan? Kalau begitu, temani aku semalam. Kalau aku puas, aku akan langsung tanda tangan surat itu."Kyra tergelak saking berangnya. Dia merasa pria di hadapannya ini benar-bena
Kyra menggigit bibirnya. Sekujur tubuhnya sampai gemetar saking gusarnya. Dia bertanya, "Kamu benar-benar ingin menghinaku dengan cara seperti ini?""Ini adalah kewajiban seorang istri. Bukannya kamu sangat menginginkan hal ini dulu? Atau pria itu sudah memuaskanmu, jadi kamu nggak ingin menjalankan kewajibanmu lagi?" cela Deven sembari tersenyum.Ucapan ini bak pisau yang menyayat hati Kyra. Dia menggertakkan giginya sambil memekik, "Deven, aku berbeda denganmu. Aku bukan orang yang nggak bisa hidup tanpa pasangan!"Deven terkekeh-kekeh dan hendak pergi. Ketika sudah mendekati gerbang, terdengar teriakan Kyra yang disertai tangisan. "Aku setuju! Aku akan melayanimu hingga puas!"Deven tak kuasa termangu. Dia sangat memahami Kyra. Wanita ini sangat mementingkan harga diri sehingga tidak mungkin bersedia melayani pria. Namun, Kyra malah menyetujuinya demi bercerai.Deven tidak menoleh dan hanya berdiri diam di tempatnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan jawaban ini.Kyra berjalan ke
Deven mengambilnya. Setelah melirik sekilas, dia langsung membuangnya ke dalam tong sampah. Pria itu memarahi, "Aku nggak suka merek ini, sana beli yang baru.""Deven, kamu sengaja cari masalah ya? Merek nggak akan memengaruhi aksimu," timpal Kyra. Dia sudah tersenyum saking kesalnya.Sementara itu, Deven bangkit dari sofa. Dia melihat jam tangannya sekilas, lalu mengambil jas di sofa dan mengenakannya. Pria itu seolah-olah akan pergi.Melihat ini, Kyra pun menggertakkan gigi dan menahan amarahnya. Dia segera bertanya "Kamu suka merek apa?""Aku juga nggak tahu. Aku cuma tahu, aku nggak suka semua merek yang kamu beli," jawab Deven yang menoleh ke arah istrinya.Ketika mendapati Kyra yang tersenyum karena emosi, dia mengolok-olok, "Bukannya kamu bilang asalkan bisa cerai, kamu bersedia melakukan apa pun? Tapi, beli pengaman saja kamu nggak becus. Aku jadi ragu apa kamu benar-benar ingin bercerai. Aku nggak punya waktu untuk bermain-main denganmu."Kyra pergi lagi ke supermarket. Dia me
Kyra menatap dasi hitam yang dikenakan oleh Deven lekat-lekat. Dia pernah membelikan Deven merek dasi ini, tetapi motifnya jelas berbeda.Sambil melepaskan dasi, Kyra bertanya dengan santai, "Dasi ini dipilih Irish, 'kan?"Deven tersentak. Dia segera mengerti apa yang terjadi. Alex ternyata menipunya. Pria itu mengatakan bahwa dasi ini dibelikan oleh Kyra."Nggak bagus?" Suara Deven terdengar agak serak dengan nada yang dingin. Tatapannya bahkan menjadi lebih dingin."Jelek sekali," sindir Kyra.Deven membalas, "Nggak sejelek kamu.""Kalau merasa aku jelek, kenapa mau nikah denganku dulu? Kamu buta?" tanya Kyra.Deven merespons, "Kamu selalu menempel padaku seperti permen karet. Apa aku bisa nggak menikah denganmu?"Setelah melepaskan dasi, Kyra tiba-tiba bertanya, "Deven, kamu terlihat nggak bersemangat dan sama sekali nggak mau senyum saat kita nikah. Apa itu karena kamu terpaksa? Kamu jadi teringat dengan kematian orang tuamu? Ketika melihatku tersenyum bahagia, apa kamu mencemoohku
Kyra refleks ingin mengganti posisi lain. Sebuah tangan yang besar tiba-tiba mencengkeram erat tangannya di bagian tersebut."Kenapa kamu panik?" Sambil berkata demikian, Deven mendorongnya hingga ke dinding bak mandi.Kyra mengatupkan bibirnya. "Aku nggak panik. Deven, keluarlah, kita sudah selesai." Selanjutnya, pinggangnya yang ramping tiba-tiba dicengkeram erat oleh sebuah tangan yang besar. Kyra terkejut dan ingin berteriak, tapi mulutnya telah dibungkam Deven.Deven memejamkan matanya sambil melumat bibir Kyra dengan dominan. Dia menaklukkan setiap sudut bibirnya dengan kasar. Kyra menggertakkan giginya dengan kuat dan enggan membuka mulutnya. 'Apa lagi yang ingin dilakukan bajingan ini ...,' batinnya.Namun, Deven perlahan-lahan mengubah intensitasnya, menjadi lembut dan panjang. Dia mencium cuping telinga Kyra, menggigitnya dengan lembut, lalu berkata dengan penuh hasrat, "Kyra, patuhlah."Meskipun sudah setahun mereka tidak pernah berhubungan seintim ini, Deven paling memahami
"Sebentar lagi selesai." Terdengar suara Kyra yang diikuti dengan isak tangis.'Ternyata dia sedang menangis. Setelah dipermalukan seperti itu, wajar saja kalau dia menangis. Semua ini memang pantas diterimanya. Dibandingkan dengan nyawa orang tuaku, Kyra hanya dipermalukan dengan ucapan, semua ini masih nggak berarti apa-apa,' batin Deven dengan ekspresi datar.Dua menit kemudian, Kyra keluar dengan mengenakan jubah mandi. Setelah mengambil mesin pengering rambut, dia mulai mengeringkan rambut Deven. Sejak mereka berpacaran sampai sekarang, Kyra selalu berebutan ingin mengeringkan rambut Deven setiap kali dia keramas. Setelah berpisah selama setahun, ini adalah pertama kalinya Kyra membantu Deven mengeringkan rambutnya. Selain itu, ini adalah permintaan Deven yang bersifat pemaksaan.Kyra tampak enggan melakukannya. Dia mencibir sambil buru-buru mengeringkan rambut Deven, lalu menyimpan kembali mesinnya. Sikapnya ini seakan-akan tidak rela menghabiskan waktu sedetik pun dengan Deven.
Dulu, Kyra bisa duduk di pangkuan Deven kapan saja. Namun sekarang, dia harus melihat ekspresi Deven jika ingin melakukannya. Deven tidak menolaknya, dia hanya menatap Kyra dengan ekspresi yang dingin.Bahkan setelah diabaikan, disakiti, keluarganya juga sudah dihancurkan, Kyra tetap saja menyukai pria ini. Dia tetap tidak bisa merelakan Deven. Namun apa daya, mereka telah sampai di titik ini. Apa lagi yang bisa diperbuat?Perasaan haru, ketidakrelaan, keterpurukan, dan ketidakpuasan, perlahan-lahan membanjiri hati Kyra. Kyra mendekati Deven perlahan-lahan, ekspresi pria itu tetap tampak datar. Wajahnya sangat tampan, tetapi dingin bagaikan sebuah patung.Hidung Kyra semakin terasa pedih. Dia telah mencintai pria ini selama bertahun-tahun, tapi kini harus berpisah begitu saja. Saat dia hampir menyentuh bibir tipis Deven yang terkatup rapat, sudut mata Kyra memerah dan berderai air mata yang membasahi punggung tangan Deven.Kyra menutup mulut dengan tangannya, suara isak tangis yang ber
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K