Telepon terus berdering, tetapi tidak ada yang mengangkat. Meski sekarang sudah pukul 11 malam, seharusnya masih ada polisi yang bertugas. Setelah Kyra menelepon dua kali lagi, panggilan akhirnya tersambung.Di ujung telepon, seorang pria bersuara familier berkata, "Kantor polisi, ada yang bisa dibantu?"Kyra berkata, "Aku ingin melaporkan sesuatu ...."Usai menyampaikan laporan, Kyra memutuskan panggilan, lalu menelepon rumah sakit. Ketika ambulans tiba, Kyra sudah terkapar tidak sadarkan diri di lantai. Petugas medis pun bergegas mengangkutnya ke dalam mobil dengan menggunakan tandu.Di Vila Keluarga Clarke.Irish tengah tidur nyenyak ketika seorang pelayan mengetuk pintu kamarnya dan berseru, "Nona Irish, Nona Irish, cepat bangun. Terjadi masalah besar!"Irish sontak terjaga dan bangkit dari ranjang. Begitu membuka pintu, dia langsung menampar pelayan itu dan membentak, "Apa kamu menganggap ucapanku hanya angin lalu? Untuk apa kamu mengetuk pintu kamarku waktu aku lagi tidur? Panik
"Baik, Pak Justin," ujar seorang polisi.Polisi lainnya berkata, "Tenang saja, Pak Justin. Dia nggak akan bisa ke mana-mana di bawah pengawasan kami."Justin menepuk bahu beberapa rekannya. Dia menanggalkan seragam kerjanya, lalu membuka pintu kaca dan melangkah pergi.Irish masih saja bertingkah. Dia menyunggingkan senyum dan berkata pada beberapa polisi di sana, "Aku cuma bercanda sama Kyra. Mau sekeras apa pun kalian menyelidikinya, kalian nggak akan menemukan apa pun. Gimana kalau kalian lepaskan aku sekarang? Kalian mau berapa, katakan saja.""Hm? Kamu bermaksud menyogok polisi?" ujar salah seorang petugas polisi. Dia menggelengkan kepalanya tidak percaya, seakan-akan sedang berhadapan dengan idiot."Nggak, bukan itu maksudku. Aku benaran nggak bersalah," jelas Irish buru-buru."Kalau begitu, jaga sikapmu. Kami nggak akan menahan orang yang nggak bersalah, tapi kami juga nggak akan membiarkan orang yang bersalah pergi," ujar polisi lainnya tanpa ekspresi.Saat Kyra siuman, hari su
Deven sedang menyesap tehnya. Begitu mendengar perkataan itu, dia sontak tersedak. Justin membungkuk untuk mengambil tisu, lalu menyerahkannya kepada Deven. Dia berkata, "Pak, pelan sedikit."Deven tidak menerima tisu itu, melainkan mengambil yang baru dan menyeka sudut bibirnya. Dia tersenyum sambil berujar, "Pak, kamu akan menanggung konsekuensi kalau menyebarkan rumor.""Aku datang kemari juga karena menerima laporan. Kalau kamu nggak bersalah, kami nggak mungkin menangkapmu," sahut Justin sambil tersenyum tanpa merasa takut sedikit pun."Siapa yang melaporkanku?" tanya Deven yang memicingkan mata.Justin mengeluarkan ponselnya, lalu mencari tangkapan layar dari isi pesan yang provokatif itu. Dia memperlihatkannya kepada Deven sambil membalas, "Istrimu yang melaporkannya. Foto ini dikirim Nona Irish kepada Nona Kyra."Wajah Deven berangsur menjadi suram. Dia sontak memahami apa yang terjadi. Justin berkata lagi, "Apa aku sudah bisa mencatat pengakuan sekarang? Aku sangat sibuk, aku
Selain itu, hari ini bukan akhir pekan, jadi kafe sangat sepi. Kyra adalah pelanggan satu-satunya untuk sekarang. Tidak ada gunanya duduk di ruang privat.Kyra tidak memesan kopi karena takut kesulitan tidur malam nanti. Di etalase kue, ada kue stroberi yang baru dibuat. Kue ini dilapisi dengan krim tebal dan stroberi yang montok. Hanya melirik sekilas, Kyra sudah ingin memakannya.Kyra memesan sepotong kue stroberi, lalu mengambil sendok untuk memakannya. Sungguh harum dan lembut. Ketika menengadah, dia melihat seorang pria bertopi dan berseragam dengan tinggi 1,8 meter, melangkah masuk ke kafe.Pelayan pun tertegun saat melihat ada polisi yang datang. Dia tak kuasa berkata, "Pak, kami nggak menelepon polisi.""Jangan panik, aku cuma datang untuk minum kopi," sahut Justin sambil tersenyum lembut. Ketika melihat Kyra melambaikan tangan padanya, dia pun menghampiri dan duduk di sampingnya.Pelayan memberikan menu. Justin melirik sekilas. Sebenarnya, dia tidak terlalu suka minum kopi. Ka
Kyra dan Justin tidak menanggapi. Deven menghampiri keduanya. Kyra dan Justin duduk di sofa. Biasanya, hanya pasangan yang duduk di kursi seperti ini.Deven melirik kue stroberi di samping tangan Justin, lalu melirik kue yang sudah dimakan setengah oleh Kyra. Kedua itu adalah kue yang sama. Entah mengapa, dia merasa gusar.Deven duduk di meja sebelah. Dia menarik kursi yang memiliki sandaran, lalu duduk dengan santai. Gayanya ini terlihat sangat keren.Pelayan segera mengambilkan menu. Deven memesan kopi hitam tanpa gula. Ketika pelayan hendak pergi, Deven tiba-tiba memanggilnya. Dia menunjuk Justin, lalu menunjuk diri sendiri dan bertanya, "Coba kamu perhatikan baik-baik. Aku atau dia lebih serasi dengan wanita itu?"Suasana yang menegangkan ini membuat pelayan itu tak kuasa menelan ludah. Dia membatin, 'Ya Tuhan, apa aku salah bicara tadi?'"Nggak bisa menilai, ya?" tanya Deven lagi. Dia tiba-tiba tertawa. Tawa ini sontak membuat pelayan itu merinding.Kyra segera membantu pelayan it
Kegetiran pada senyuman Kyra membuat hati Deven merasa agak sakit. Sebenarnya, dia tidak bermaksud untuk menghina Kyra. Deven hendak menjelaskan, tetapi Kyra sudah mengempaskan tangannya dan berkata, "Kalau nggak datang, kamu akan melihat skandal tentangmu dan Irish di televisi besok."Seketika, Deven menjadi tidak bisa berkata-kata. Kyra pergi, tetapi Deven tidak mengejar. Pelayan menyajikan kopi, lalu berujar, "Pak, ini kopinya.""Aku suaminya. Sudah ingat sekarang?" tanya Deven sambil mengambil kopi itu. Tatapannya yang tajam pun tertuju pada wajah terkejut pelayan itu. Pelayan itu menelan ludah saking takutnya. Dia tidak menyangka Deven masih memperhitungkan masalah itu sampai sekarang."Sudah ingat, Pak. Maaf, aku sudah salah tadi. Tapi, kamu dan istrimu memang serasi sekali," sahut pelayan itu. Setelah mendengarnya, Deven pun meninggalkan kafe sehingga pelayan itu menghela napas lega.Dulu, setiap kali Deven pulang ke vila Keluarga Scott, Kyra pasti memasak makan malam untuknya,
"Bagus kalau kamu tahu posisimu," sahut Deven. Tatapannya seketika dipenuhi kebencian saat mendengar ucapan Kyra."Kamu jelas-jelas begitu membenciku, tapi masih sok peduli padaku. Kamu nggak merasa lelah? Aku saja lelah melihat kemunafikanmu," ujar Kyra.Nada bicara Deven menjadi makin tidak sabar. Dia bertanya, "Bukannya kamu menyuruhku pulang karena ingin membahas sesuatu?"Kyra seperti teringat pada sesuatu. Dia meletakkan gelasnya, lalu mengambil tiga buah dokumen di sofa sampingnya dan melemparkannya ke wajah Deven seperti yang dilakukan Deven sebelumnya. Kemudian, dia berujar, "Silakan dilihat. Kalau nggak ada masalah, silakan ditandatangani."Bagian ujung dokumen yang tajam menggores wajah Deven sehingga terluka sedikit. Kyra melihat semua dengan jelas, tetapi dia berpura-pura bodoh. Dia hanya menunduk untuk membuka laci dan mencari sebuah pena.Ketiga dokumen itu terjatuh di samping kaki Deven. Dia membungkuk untuk mengambilnya, lalu membukanya sambil terkekeh-kekeh. "Tipu mus
Kyra hanya ingin terbebas. Dia tidak menyangka bahwa sikapnya yang diam ini akan membawa banyak kerepotan untuk Justin.Deven duduk di sofa samping, lalu membuka surat perjanjian untuk dibaca dengan saksama. Kyra segera bergeser untuk menjaga jarak dengannya.Deven memegang surat itu dengan erat. Di atasnya, tertulis jelas bahwa Kyra tidak menginginkan sepeser pun. Kyra bangkit, lalu meletakkan pena di hadapan Deven dan berucap, "Langsung tanda tangan kalau nggak ada masalah lagi.""Ibumu tahu kamu akan bercerai?" tanya Deven dengan tidak acuh tanpa mendongak sedikit pun. Nada bicaranya terdengar seolah-olah tidak peduli.Kyra tidak terkejut karena Deven memang tidak mementingkan pernikahan mereka ataupun dirinya. Dia mengepalkan tangan dengan erat karena belum memberi tahu Mia tentang ini. Mia pasti akan melarang karena khawatir Kyra tidak bisa menghidupi diri sendiri.Namun, Kyra bisa menjelaskannya kepada Mia nanti. Dia menyahut dengan santai, "Dia sudah tahu.""Memangnya dia setuju
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K