Kyra teringat pada berbagai momen saat dirinya berhubungan dengan Alba. Dia masih ingat pada senyuman Alba, tangisan Alba di pesawat, dan Alba yang berterima kasih padanya di hotel."Nona, hari ini adalah hari ulang tahunku. Kamu harus datang, ya. Nggak perlu bawa hadiah, kehadiranmu sudah merupakan hadiah terbaik."Nona, apa yang kamu sukai? Apa kamu punya keinginan?""Aku akan memberimu sebuah hadiah, tapi kamu baru bisa menerimanya setengah bulan lagi. Kamu harus menunggunya, ya."Perasaan Kyra sungguh campur aduk memikirkan semua ini. Matanya mulai berkaca-kaca, hatinya terasa getir. Mungkin ini karena mereka mengalami penderitaan yang sama. Sebulan lagi, Kyra mungkin akan berbaring di peti mati seperti Alba.Kyra berjalan ke depan meja lalu membakar dupa untuk Alba. Asap dupa membuat mata Kyra terasa agak perih, tetapi dia tidak bisa menangis. Setelah itu, Kyra membungkukkan badannya tiga kali dan menancapkan dupa."Kamu ingin memberiku hadiah apa? Alba, kamu jelas-jelas begitu me
"Pak, kenapa kamu nggak menerima ongkos yang kutransfer? Kalau nggak, kamu sebutkan saja harganya ...," ujar Kyra yang masih ingat pada kejadian sebelumnya. Dia tidak suka mengambil keuntungan dari orang lain.Petugas itu meliriknya, lalu tersenyum dan menyahut, "Cuma bantuan kecil, nggak perlu sungkan-sungkan. Sudah kubilang, membantumu adalah tanggung jawabku. Kalau itu orang lain, aku akan tetap membantu mereka.""Tapi, aku nggak ingin mengambil keuntungan darimu." Kyra menggigit bibirnya.Petugas itu menggoda, "Kalau benar-benar ingin berterima kasih kepadaku, hiduplah dengan baik. Jangan seperti Alba yang menimbulkan kerepotan untuk kami."Petugas ini sedang memperingatkan Kyra untuk tidak bunuh diri tanpa peduli sesulit apa pun masalah yang dialaminya."Tenang saja, aku paling takut sakit. Aku sangat menghargai nyawaku," timpal Kyra sambil tersenyum. Masih ada banyak hal yang harus dia lakukan, tetapi waktunya tidaklah cukup. Bagaimana mungkin dia rela mengakhiri hidupnya begitu
Tatapan semua orang tertuju pada Deven, termasuk Kyra. Jantung Kyra berdetak kencang. Dia bahkan menggigit bibirnya sambil memperhatikan Deven lekat-lekat karena penasaran dengan jawaban pria ini.Deven mengalihkan pandangannya, lalu menyahut dengan tidak acuh, "Namaku Deven."Ekspresi Irish membaik mendengarnya. Dia tersenyum sambil berkata kepada Belin, "Panggil Pak Deven saja.""Halo, Pak Deven. Dari penampilanmu, aku 100% yakin kamu orang kaya. Karismamu benar-benar kuat ...," puji Belin sambil menjulurkan tangan. Dia ingin mendekatkan hubungan dengan Deven.Sampai sekarang, Belin masih belum tahu bahwa Deven adalah suami Kyra ataupun orang yang memecat Alba. Hanya ada satu hal di pikirannya yaitu harus menyanjung Irish untuk mendapatkan keuntungan.Deven melirik sekilas tangan Belin. Telapak tangannya penuh kapalan. Belin pun merasa canggung karena Deven tidak bersedia berjabat tangan dengannya.Irish melirik ke sekeliling, lalu akhirnya menemukan Kyra yang sedang berjongkok. Mata
"Kyra, nggak apa-apa kalau kamu nggak mau memberitahuku. Kalau kamu masih marah karena masalah waktu itu, aku minta maaf ya," ujar Irish yang memasang ekspresi bersalah sambil menatap Kyra.Kyra merasa sangat jijik dengan wanita ini. Dia sama sekali tidak peduli. Namun, Deven tiba-tiba berucap, "Kamu nggak salah, nggak perlu minta maaf."Ucapan ini seketika membuat hati Kyra sakit. Deven merasa Irish tidak bersalah. Ini karena di mata Deven, yang bersalah sudah pasti Kyra.Deven menatap Irish, lalu berkata dengan nada datar, "Aku masih ada urusan pekerjaan, aku pamit dulu."Jika tahu akan melihat adegan seperti itu, Deven tidak akan datang hari ini. Kyra tersenyum sinis. Suaminya berpamitan dengan seorang wanita simpanan di hadapannya. Benar-benar ironis."Oke, aku sudah senang karena kamu mau mengantarku kemari." Irish mengangguk dengan patuh, bahkan membantu Deven merapikan dasinya.Deven termangu sesaat, tetapi tidak menolak. Alex menghampiri Deven dan memanggil, "Pak ...."Deven me
Di mata Belin, Alba adalah produk investasi dengan modal terkecil dan keuntungan terbesar. Alba adalah putri satu-satunya Belin. Kini, tidak ada lagi yang memberinya uang, bahkan dia harus membesarkan Alice sendirian.Begitu mengetahui Alba dipecat karena Kyra, amarahnya sontak berkecamuk. Wanita ini sudah menghancurkan sumber pendapatannya.Belin yang murka pun memaki, "Putriku celaka gara-gara dia, tapi dia masih berani datang kemari. Dasar jalang! Aku akan memberinya pelajaran!"Belin mengamati sekeliling untuk mencari pisau, tetapi tidak bisa menemukannya. Dia murka hingga sekujur tubuhnya gemetaran. Bagaimanapun, dia harus membalas dendam.Ketika melihat Belin berjalan pergi, Irish pun berpura-pura berteriak dengan panik, "Bibi, jangan bertindak gegabah!"Saat ini, Kyra masih mengobrol dengan polisi itu. Tangannya sontak diraih oleh seseorang sehingga tubuh Kyra berbalik. Namun, polisi itu sangat cekatan. Dia langsung menarik Kyra ke belakang untuk melindunginya.Alhasil, tamparan
"Aku ...." Belin seketika tidak bisa berkata-kata.Polisi itu meneruskan, "Kalau ingin membuka kasus kembali, keluarkan bukti-buktinya. Kalau masih membuat keributan, jangan salahkan kami bertindak lancang. Tentunya, kamu boleh melaporkanku kepada atasanku kalau merasa sikapku sudah keterlaluan."Belin menangis tersedu-sedu. Dia duduk di lantai sambil memukul lantai, lalu berucap, "Putriku, kenapa nasibmu begitu buruk? Kamu dicelakai orang sampai meninggal begini. Buka matamu, lihat gimana para penjahat ini bertingkah sombong.""Aku akan menyumpahi orang yang sudah mencelakai putriku. Orang itu akan mati tragis, bahkan seluruh keluarganya bernasib sial!"Begitu mendengarnya, Irish tak kuasa menelan ludah karena merasa bersalah. Punggungnya sontak terasa dingin. Dia membatin, 'Berani sekali wanita tua ini menyumpahiku. Kalau sumpah berguna, nggak ada lagi hukum di dunia ini. Huh, dasar bodoh.'Polisi itu menatap Kyra sambil berkata, "Nona, kamu sudah memberi penghormatan terakhir. Kalau
Kafe itu bahkan memiliki banyak kenangan indah antara Kyra, Irish, dan Deven. Waktu itu, Irish adalah kakak angkat Deven. Tidak banyak yang tahu tentang kafe itu. Yang mengajaknya bertemu di sana sudah pasti kenalannya.Setelah meninggalkan rumah sakit, Kyra menatap pria di sampingnya dan berkata, "Pak, kamu pulang saja dulu.""Gimana denganmu?" tanya pria itu.Kyra menggigit bibirnya, lalu tiba-tiba teringat pada sesuatu. "Mobilku di rumah duka. Aku akan naik taksi ke sana untuk mengambil mobilku.""Sebaiknya kuantar saja, ibu Alba begitu berbahaya. Kalau aku menjagamu, dia nggak akan berani macam-macam," usul pria itu.Kyra merasa masuk akal sehingga menyetujuinya. Setelah mengambil mobil, dia akan pergi ke kafe untuk menemui orang misterius itu.Setibanya di rumah duka, Kyra mengucapkan terima kasih dan melepaskan sabuk pengamannya. Dia tersenyum sambil bertanya, "Pak, kamu masih belum mau memberitahuku namamu?""Aku memang suka berbuat baik, jadi kamu nggak perlu tahu namaku," bala
"Oke, aku akan katakan semua yang ingin kamu tahu," ucap Irish dengan tenang.Kyra duduk kembali di sofa dan bertutur, "Cepat katakan.""Satu minggu yang lalu, Alba dipecat dari rumah sakit. Kamu tahu, 'kan? Dia dipecat karena menerima uang darimu. Itu melanggar peraturan rumah sakit, jadi dia dilaporkan," ujar Irish. Dia memakai lipstik berwarna merah pekat. Ketika berbicara, bibirnya tampak seperti berdarah.Kyra mendengus dingin, lalu membalas, "Aku sudah tahu tentang ini."Irish bertanya, "Lantas, apa kamu tahu siapa yang melaporkan Alba?"Mendengar ini, raut wajah Kyra sedikit berubah. Dia balik bertanya, "Kamu?""Kyra, aku nggak begitu kurang kerjaan. Aku dan Alba nggak punya dendam apa pun. Kami nggak pernah berhubungan. Aku memang bukan orang baik, tapi untuk apa aku berbuat jahat pada orang asing?" Irish diam sejenak, lalu melanjutkan dengan perlahan, "Orang yang melaporkannya adalah suamimu, Deven."Kyra sontak terkejut saat mendengar nama Deven. Dia mencoba mengingat kembali
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K