Ekspresi Mia seketika menjadi masam. Dia memelototi Kyra sambil menegur, "Omong kosong apa yang kamu katakan? Kamu baik-baik saja, gimana bisa tiba-tiba pergi? Kyra, jangan bicara aneh-aneh seperti ini.""Ibu, santai sedikit. Aku cuma berandai-andai. Lagian, nggak ada yang bisa memprediksi hari esok," sahut Kyra yang masih tersenyum. Kemudian, dia merasa sedih saat melihat uban Mia. Dia berkata, "Ibu, nggak peduli apa yang terjadi, kuharap kamu dan Ayah bisa hidup dengan baik.""Kyra, apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Mia sambil memicingkan mata dan mengamati putrinya. Tiba-tiba, dia menutup mulut dan meneteskan air mata. Mia pun memalingkan wajahnya untuk menyeka air mata, tetapi air matanya masih tidak ingin berhenti."Memangnya apa yang bisa kusembunyikan?" Kyra terkekeh-kekeh dan merasa sangat lelah. Namun, dia hanya bisa tersenyum untuk membuat ibunya tenang.Mia menatapnya lagi, lalu bertanya dengan wajah berlinang air mata, "Kamu serius?""Sejak kapan aku memb
Kyra tersenyum sambil menyahut, "Nggak bakal."Mia akhirnya berhenti menangis dan tersenyum bahagia."Ibu, apa kamu pernah menyesal karena melahirkan anak sepertiku? Gara-gara aku, Ayah menjadi seperti ini ...," tanya Kyra.Mia langsung menyela, "Jangan bicara seperti itu. Kamu darah dagingku, kamu putri kesayanganku. Putriku begitu baik. Kalau bisa memilih, aku masih ingin menjadi ibumu di kehidupan selanjutnya."Setengah jam kemudian, Kyra menelepon Maya untuk menyuruhnya kembali. Mereka akan pulang. Maya pun kembali dengan termos yang sudah diisi air. Kemudian, dia mendorong Kyra keluar.Sebelum pergi, Mia ingin memberi Maya uang supaya dia merawat Kyra dengan baik. Namun, Maya tidak menerimanya karena merawat Kyra memang tanggung jawabnya. Dia tidak perlu dibayar lebih.Setibanya di vila Keluarga Scott, Kyra menyuruh Maya mengambilkan diarinya. Kemudian, Maya pergi ke dapur untuk memasak makan malam. Kyra memegang pena dan mulai menulis.[ Sisa hidupku tinggal 20 hari. Aku masih ha
Ketika sedang melamun, Kyra akan menuliskan kalimat seperti ini. Dia memang menyukai Deven, tetapi pria itu terus mengutuknya untuk mati. Bahkan, Deven telah menyiapkan kain kafan dan tanah untuk memakamkannya.Kyra tahu, pria sekejam ini tentu tidak pantas untuk disukai. Hatinya lagi-lagi terasa sakit, seolah-olah ditusuk oleh sesuatu.Pada akhirnya, Kyra merobek halaman itu dan melemparkannya ke tong sampah di samping. Melihat wajah Kyra yang murung, Maya mengira dia marah sehingga meminta maaf, "Nona, maafkan aku. Tolong jangan marah."Kyra tersenyum lembut sambil menyahut, "Aku nggak marah kok. Ayo, bawa aku keluar. Aku sudah mau makan.""Baik." Maya mengiakan dan mendorong Kyra ke luar.Di ruang presdir Grup Scott, Deven fokus memeriksa dokumen. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Ketika melihat nama si penelepon, dia mengerutkan alisnya, tetapi tetap menerima panggilan. Dia bertanya dengan dingin, "Kenapa?""Deven, lusa adalah hari pemakaman Alba. Wanita ini sangat kasihan, keluargan
"Apa maksudmu?" tanya Alex.Maya langsung mengalihkan topik. "Pak Alex, Nona Kyra akan menghadiri sebuah pemakaman lusa nanti. Aku ingin menemaninya, tapi dia bersikeras pergi sendirian.""Oke, aku sudah mengerti. Aku akan segera mentransfer gaji ke rekeningmu." Alex pun mengakhiri panggilan, lalu datang ke ruang presdir Grup Scott.Alex mengetuk pintu. Setelah Deven menyuruhnya masuk, Alex baru mendorong pintu. Bosnya terlalu sibuk, sampai-sampai tidak punya waktu untuk mendongak menatapnya.Alex menggigit bibirnya, lalu memberanikan diri untuk bertanya, "Pak Deven, kamu mau menghadiri pemakaman lusa nanti?""Pemakaman Alba?" Deven meliriknya sambil bertanya dengan misterius, "Siapa yang menyuruhmu menyampaikan pesan ini? Irish?"Alex agak keheranan mendengarnya. Kemudian, dia langsung membantah, "Bukan, pengasuh yang merawat Bu Kyra yang memberitahuku. Katanya, Bu Kyra akan menghadiri pemakaman lusa hari dan bersikeras pergi sendirian.""Kakinya sudah sembuh?" tanya Deven dengan eksp
Senyuman di wajah Deven menjadi makin dingin. Dia memperingatkan dengan sinis, "Alex, sekarang jam kerja. Kalau kamu memang begitu peduli padanya, silahkan mengundurkan diri untuk menjadi asistennya.""Maaf, aku sudah lancang." Alex tahu bahwa ini adalah pertanda sebelum bosnya naik pitam. Setelah mengambil kontrak final itu, dia langsung berbalik dan pergi.Deven melanjutkan pekerjaannya, seolah-olah keamanan Kyra tidaklah penting.Keesokan harinya, Kyra malas memasak sehingga memesan makanan. Tiba-tiba, ada nomor yang tak dikenal meneleponnya. Kyra langsung menjawab panggilan."Kyra, apa kabarmu?" Terdengar suara nakal Irish dari ujung telepon.Kyra memegang ponselnya dengan erat. Seketika, amarah berkecamuk dalam hatinya. "Kenapa? Kamu masih belum kapok, ya?""Kyra, aku hanya berbaik hati memperingatkanmu, jadi jangan nggak tahu diri. Besok adalah hari pemakaman Alba. Kamu nggak ingin mengantarnya untuk yang terakhir kali?" tanya Iris.Kyra terkekeh-kekeh sinis dan membalas, "Apa ur
Irish yang berada di ujung telepon sungguh terkejut. Deven menatap dasi itu dan berkata dengan dingin, "Kamu jauh lebih penting daripada kontrak itu.""Deven, ternyata kamu begitu peduli kepadaku. Aku terharu sekali. Aku jadi nggak terbiasa dengan sikapmu yang begini," ucap Irish dengan emosional.Deven mengakhiri panggilan, lalu menutup lacinya. Kemudian, dia membatin, 'Deven, ini terakhir kali kamu peduli padanya dan melindunginya. Ingat, dia musuhmu.'Di vila Keluarga Scott, jantung Kyra berdetak kencang. Dia sungguh gelisah. Instingnya memberi tahu bahwa masalah besar akan segera terjadi, tetapi dia tidak tahu masalah apa itu.Kyra sampai merasa sesak karena tidak bisa mengendalikan situasi. Dia terus menenangkan dirinya supaya tidak takut. Tidak peduli itu musibah atau berkah, semua akan berlalu pada waktunya.Kyra merasa sangat lelah karena kegelisahan ini. Baru beberapa jam berlalu, tetapi dia merasa seperti sudah seabad.Pukul 6 keesokan pagi, Kyra pergi ke dapur untuk memasak
Kyra teringat pada berbagai momen saat dirinya berhubungan dengan Alba. Dia masih ingat pada senyuman Alba, tangisan Alba di pesawat, dan Alba yang berterima kasih padanya di hotel."Nona, hari ini adalah hari ulang tahunku. Kamu harus datang, ya. Nggak perlu bawa hadiah, kehadiranmu sudah merupakan hadiah terbaik."Nona, apa yang kamu sukai? Apa kamu punya keinginan?""Aku akan memberimu sebuah hadiah, tapi kamu baru bisa menerimanya setengah bulan lagi. Kamu harus menunggunya, ya."Perasaan Kyra sungguh campur aduk memikirkan semua ini. Matanya mulai berkaca-kaca, hatinya terasa getir. Mungkin ini karena mereka mengalami penderitaan yang sama. Sebulan lagi, Kyra mungkin akan berbaring di peti mati seperti Alba.Kyra berjalan ke depan meja lalu membakar dupa untuk Alba. Asap dupa membuat mata Kyra terasa agak perih, tetapi dia tidak bisa menangis. Setelah itu, Kyra membungkukkan badannya tiga kali dan menancapkan dupa."Kamu ingin memberiku hadiah apa? Alba, kamu jelas-jelas begitu me
"Pak, kenapa kamu nggak menerima ongkos yang kutransfer? Kalau nggak, kamu sebutkan saja harganya ...," ujar Kyra yang masih ingat pada kejadian sebelumnya. Dia tidak suka mengambil keuntungan dari orang lain.Petugas itu meliriknya, lalu tersenyum dan menyahut, "Cuma bantuan kecil, nggak perlu sungkan-sungkan. Sudah kubilang, membantumu adalah tanggung jawabku. Kalau itu orang lain, aku akan tetap membantu mereka.""Tapi, aku nggak ingin mengambil keuntungan darimu." Kyra menggigit bibirnya.Petugas itu menggoda, "Kalau benar-benar ingin berterima kasih kepadaku, hiduplah dengan baik. Jangan seperti Alba yang menimbulkan kerepotan untuk kami."Petugas ini sedang memperingatkan Kyra untuk tidak bunuh diri tanpa peduli sesulit apa pun masalah yang dialaminya."Tenang saja, aku paling takut sakit. Aku sangat menghargai nyawaku," timpal Kyra sambil tersenyum. Masih ada banyak hal yang harus dia lakukan, tetapi waktunya tidaklah cukup. Bagaimana mungkin dia rela mengakhiri hidupnya begitu
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K