Ketika saat itu, Deven masih staf biasa Grup Scott. Meskipun merupakan menantu Nelson, dia masih tidak punya uang. Dia tidak mampu membelikan Kyra tas ataupun pakaian.Meskipun begitu, Kyra tetap memberinya arloji mahal ini. Saat itu, Kyra berkata dengan tersipu, "Uangku adalah uangmu. Kita sudah mau menikah. Aku sudah menjadi milikmu. Arloji ini nggak ada apa-apanya. Lagian, aku memberimu arloji ini karena punya maksud tertentu.""Maksud apa?" tanya Deven."Sejak bergabung dengan Grup Scott, kamu jadi sibuk sekali. Kamu nggak punya waktu menemaniku jalan-jalan. Kamu selalu pergi pagi pulang malam. Waktu aku bangun, kamu sudah berangkat kerja. Setelah aku tidur, kamu baru pulang," keluh Kyra."Jadi, kamu menyesal menyuruh ayahmu menerimaku bekerja di Grup Scott?" tanya Deven sambil tersenyum."Bukan begitu. Aku tahu kamu punya tanggung jawab besar. Aku akan selalu mendukungmu. Bekerjalah dengan baik. Buktikan kepada orang-orang yang meremehkanmu dan hubungan kita.""Aku nggak bisa memb
Kurang baik? Deven tak kuasa menggigit bibirnya mendengar laporan Alex. Kegelisahan menyelimuti seluruh hatinya. Napasnya menjadi cepat. Tatapannya yang suram tertuju pada Alex.Deven menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Seburuk apa situasi Kyra? Tidak mungkin sesuatu terjadi pada Kyra!Deven menunduk dan merebut hasil laporan dari tangan Alex. Dia mengeluh, "Kamu makin lama makin cerewet saja."Deven tidak punya kesabaran untuk membaca satu per satu hasil tes pemeriksaan Kyra. Dia langsung membuka halaman terakhir, yaitu hasil diagnosis.Saat berikutnya, Deven sontak terbelalak. Tangannya yang memegang hasil tes bahkan gemetaran.Deven mengira itu hanya penyakit ringan. Siapa sangka, hasil diagnosisnya adalah kanker hati stadium akhir. Tidak dapat diobati ataupun dioperasi lagi!Saat ini, wakil direktur rumah sakit menghampiri dengan tergesa-gesa. Dia melihat Deven menjatuhkan hasil tes tersebut. Dengan ekspresi rumit, wakil direktur itu berkata, "Pak, aku turut berduka."
"Pasien mungkin meninggal kapan saja," jawab wakil direktur itu memaksakan diri.Setelah wakil direktur itu pergi, Deven menyuruh Alex membeli rokok dan pemantik untuknya. Di balkon rumah sakit, Deven mengisap satu per satu rokok. Dia tidak sengaja tersedak hingga air matanya menetes.Rokok hari ini terasa sangat pahit. Jarinya yang memegang rokok tampak bergetar. Deven telah kehilangan karismanya.Setelah menghabiskan setengah bungkus rokok, Deven memandang langit yang gelap. Angin dingin meniup di wajahnya. Salju tampak beterbangan, memadamkan rokok di tangannya.Deven membuang rokok itu. Setelah memastikan tidak ada bau rokok di tubuhnya, Deven baru pergi menjenguk Kyra.Ini karena Deven tahu Kyra tidak suka mencium bau rokok. Ketika mereka masih pacaran, Deven tidak pernah merokok. Kemudian, dia menjadi kecanduan rokok setelah mengambil alih Grup Scott, mendesak Kyra bercerai, dan pindah dari vila Keluarga Scott.Setiap kali senggang, Deven akan teringat pada senyuman Kyra, tingkah
Deven mengira ada yang salah dengan pendengarannya. Dia mencoba mendengar lagi. Alhasil, Kyra masih melontarkan kalimat yang sama. Deven sontak mematung di tempat. Matanya tampak merah dan rumit. Dia tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan kerisauannya ini.Kyra jelas-jelas sekarat, tetapi yang ada di pikirannya hanya si Bisu. Deven sungguh penasaran, sebenarnya omongan Kyra bisa dipercaya atau tidak? Sepertinya semua hanya kebohongan.Sebelumnya Kyra memberi tahu Deven bahwa dirinya mendanai si Bisu. Mereka hanya pernah bertemu sekali, jadi Kyra suda lupa wajahnya. Kyra juga mengatakan mereka tidak punya hubungan apa-apa.Namun, bagaimana bisa Kyra terus memikirkan seseorang yang ditemuinya secara kebetulan? Kyra bahkan menyebutkan namanya saat bermimpi.Sementara itu, Deven adalah suaminya. Kenapa Kyra tidak pernah menyebut namanya dalam mimpi? Jelas, Deven cemburu dan keberatan. Tidak ada pria di dunia ini yang bisa menerima istrinya memikirkan pria lain, termasuk Deven.Dulu, sel
Deven tidak mengganggu mimpi indahnya bersama si Bisu saja sudah termasuk sangat baik. Memegang tangannya sambil memanggil nama pria lain benar-benar keterlaluan.Kali ini Kyra sangat penurut. Dia tidak lagi mencengkeram erat tangan Deven. Deven tidak berani mengerahkan tenaganya karena takut akan membangunkan Kyra. Kyra baru saja mengalami penculikan dan terjatuh ke dalam air.Dia telah mengalami banyak hal. Memang sudah seharusnya dia beristirahat dengan baik sekarang. Deven meletakkan telapak tangan Kyra ke dalam selimut yang hangat. Setelah merapikan selimutnya dengan baik, Deven pun keluar dari kamar pasien.Baru saja dia menutup pintu, Alex telah datang sambil membawakan makanan dari luar. "Pak Deven, Anda sudah seharian nggak makan. Ayo makan sedikit."Benar juga, Deven hari ini belum sempat makan sekali pun. Namun, dia tidak merasa lapar sama sekali. Entah itu karena terlalu lelah atau memang tidak berselera. Mungkin saja, dia jadi tidak merasa lapar karena tangannya dicengkera
Deven tidak lagi memedulikan perkataan Alex. Dia hanya duduk di kursi dengan ekspresi datar sambil menatap wanita yang terbaring di ranjang, dengan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidungnya.Melihat nasihatnya tidak digubris, Alex pun terpaksa meninggalkan ruang pasien untuk memberi waktu pada Deven berduaan dengan istrinya. Sifat Deven memang seperti ini. Semakin dia terlihat tidak peduli, hatinya justru merasa semakin sedih.Saat mendengar pintu ruangan ditutup dengan perlahan, Deven hanya bisa tersenyum getir. Dia sebenarnya tahu, tinggal di sini menemani Kyra tidak ada gunanya sama sekali. Dulu, Deven tidak akan melakukan hal yang sia-sia.Namun sekarang, dia mulai merasa cemas. Di satu sisi, dia khawatir dengan kondisi Kyra dan di sisi lain, Deven menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu sibuk dengan pekerjaan dan balas dendam. Dia lupa untuk meluangkan waktu bersama Kyra.Saat mereka baru menikah, Kyra sering mengeluh dengan manja sambil bersandar di pelukannya, "Deven
Deven mengisap rokoknya sebatang demi sebatang. Hatinya terasa agak gelisah dan ketakutan. Dia hanya mengandalkan rokok untuk menenangkan diri. Deven terus meyakinkan dirinya sendiri bahwa Kyra hanya salah didiagnosis.Di usia 20-an ini, Kyra seharusnya sedang berada di masa primanya, mana mungkin dia akan mengidap kanker stadium akhir? Kyra sudah beberapa kali lolos dari maut dan masih bisa bertahan sampai sekarang. Jadi, semua ini cuma penyakit kecil.Penantian itu berlangsung selama lima jam penuh. Selama waktu itu, Deven sama sekali tidak berselera untuk makan. Alex sudah berusaha membujuknya cukup lama. Saat Deven mulai merasa terganggu, dia baru makan beberapa suap.Makanan yang dibelinya tidak sebanding dengan masakan yang dimasak oleh Kyra sendiri. Jika bisa, Deven masih ingin sering makan masakan Kyra. Masakan Kyra adalah satu-satunya yang memberinya nuansa masakan rumahan.Dulu, Deven berpikir bahwa dia sudah terbiasa dengan kesendirian dan tidak membutuhkan rumah lagi. Terl
"Gangguan perkembangan maksudnya ... janin dalam kandungan Bu Kyra seperti monster. Berbeda dengan janin orang biasa pada umumnya."Mendengar hal ini, Deven merasa seolah-olah disambar petir. Monster ... mengalami gangguan perkembangan ...."Kenapa janin dalam kandungannya bisa jadi seperti itu?" tanya Alex.Wakil direktur rumah sakit menjawab, "Di satu sisi, penyakit Bu Kyra adalah kanker stadium akhir, jadi memang nggak boleh hamil. Di sisi lain, Bu Kyra mengonsumsi terlalu banyak obat penguat janin. Ada beberapa obat penguat janin yang nggak boleh dikonsumsi oleh penderita kanker.""Kalau penderita kanker mengonsumsinya, akibat yang paling fatal adalah meninggal. Dampak paling ringan adalah mempercepat penyebaran sel kanker. Dengan kata lain, penyakit Bu Kyra bisa separah ini adalah karena mengonsumsi obat sembarangan dan ditambah lagi dengan hamil."Deven terhuyung beberapa langkah ke belakang. Alex bergegas memapahnya. "Pak Deven ....""Coba jelaskan rencana pengobatan kalian." De
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K