Lamunan Kyra buyar. Saat itu, dia baru menyadari bahwa ayahnya yang sekarat masih terbaring di tanah. Dia balik badan dan buru-buru menghampirinya.Mia duduk di tanah sambil memeluk suaminya dengan mata terbelalak ngeri. Sorot matanya begitu kelam dan tidak fokus.Angin dingin menerpa, meniup setelan klasik yang dikenakan Nelson. Ujung pakaiannya terlihat seperti sayap patah elang tua yang tertiup angin dengan menyedihkan.Setiap Nelson terbatuk, bahunya juga berkedut-kedut dan bergetar. Hidung, bibir, dan matanya mengeluarkan darah. Kepala Nelson juga dilumuri darah merah, menodai rambutnya yang sudah mulai beruban."Nelson, Nelson! Gimana ini? Gimana ini? Kyra, ayahmu nggak berhenti muntah darah. Kenapa dia nggak bisa berhenti muntah darah!" seru Mia dengan panik.Kedua tangan Mia terus gemetar, berusaha menutupi luka Nelson yang terus mengeluarkan darah. Namun, itu adalah upaya yang sia-sia. Bagaimana Mia bisa menutupi luka sebesar itu dengan tangannya?Arteri utama Nelson sudah put
Bahkan setelah itu, Kyra masih tetap menjaga martabatnya. Berbeda dengan Kyra yang sekarang. Wanita itu merangkak dengan menyedihkan di tanah bak seekor binatang. Dia merangkak dengan tergesa-gesa ke hadapan Deven."Deven, aku nggak akan menyalahkanmu lagi. Semua ini salahku, salahku. Tolong ... tolong panggil dokter ke sini," mohon Kyra sambil berlinang air mata.Suara Kyra bergetar. Dia menyeka wajah dengan jari-jarinya yang kotor. Darah yang mengenai pipinya membuatnya terlihat kian menyedihkan."Kyra, kamu putri Keluarga Scott. Siapa yang menyuruhmu berlutut?" bentak Deven.Deven tidak bisa terima melihat nona terhormat itu membuang harga dirinya. Dia benci melihat Kyra menjadi seperti ini."Bangun! Kyra, bangun!" seru Deven dengan marah sambil menarik lengan Kyra dengan satu tangan.Binar kaget terlihat di mata Deven. Tangan Kyra di balik jaketnya sangat kurus! Benar-benar kurus!Deven menarik Kyra dengan kasar dan memaksanya berdiri. Apa wanita itu tidak menyadari statusnya sebag
Nelson merasa sedih, tidak berdaya, dan putus asa. Air matanya terus mengalir. Dia tidak ingin Kyra merendahkan dirinya untuk memohon kepada Deven. Nelson ingin menarik Kyra dan menyeka air matanya."Deven, cepat bicara," ucap Kyra yang berlutut di lantai. Angin dingin berembus sehingga Kyra kedinginan.Deven merasa sangat kesal melihat Kyra merendahkan dirinya. Dia menarik Kyra dan membentak, "Cepat berdiri!""Deven!" teriak Kyra dengan histeris. Dia mencengkeram jas Deven hingga berkerut, seperti hatinya yang kini terasa sakit.Ekspresi Deven sangat muram. Dia berbisik di telinga Kyra, "Sebentar lagi Okto sampai. Kalau kamu nggak berdiri, aku akan berubah pikiran."Kyra membelalak. Dia melihat Deven dengan ekspresi terkejut. Ternyata, Deven sudah memanggil Okto dari tadi.Deven yang berada di balkon langsung menelepon Okto saat melihat Nelson jatuh. Seharusnya Okto sudah dalam perjalanan dan hampir tiba.Kyra mengatupkan bibirnya. Nelson yang cemas bersuara. Napasnya mulai melemah. M
Akan tetapi, Nelson tidak berpikiran seperti itu. Dia tahu dirinya tidak bisa diselamatkan lagi. Bagaimanapun, Nelson jatuh dari balkon yang tinggi.Akhirnya, tatapan Nelson tertuju pada Deven yang berdiri di belakang Kyra. Deven yang memakai setelan jas berdiri tegak.Nelson berusaha menunjuk Deven. Dia bermaksud menyuruh Deven mendekatinya. Dia ingin berbicara dengan Deven.Hati Deven kalut saat melihat musuhnya berakhir seperti ini. Dia tidak merasa senang ataupun kecewa. Perasaan bimbang dan tertekan berkecamuk di hatinya.Seharusnya Deven yang arogan tidak akan memenuhi keinginan Nelson. Namun, Deven tetap menghampiri Nelson, lalu berjongkok.Nelson mengulurkan tangannya dan menepuk punggung tangan Deven. Dia juga menatap Deven lekat-lekat sambil bersuara. Nelson tampak memohon, marah, tidak rela, dan tidak berdaya.Nelson ingin meminta Deven untuk melupakan dendamnya. Dia sudah menebus Keluarga Gale dengan dengan nyawanya. Dia berharap Deven tidak mempersulit Mia dan Kyra. Biarka
"Cepat angkat Nelson ke ambulans. Dia nggak bisa bertahan lagi," perintah Deven seraya menatap Okto.Okto dan para petugas medis bergegas memakaikan alat bantu pernapasan pada Nelson. Seorang perawat menusuk punggung tangan Nelson yang berlumuran darah dengan jarum.Setelah Nelson diinfus, para perawat segera mengangkatnya ke brankar dan membawanya masuk ke ambulans. Kyra dan Mia juga naik ke ambulans.Deven seperti dilupakan. Ambulans menjauh dan meninggalkan Deven yang berdiri sendirian di vila Keluarga Scott. Kemudian, Deven juga mengendarai mobilnya dan mengikuti ambulans.Di dalam ambulans, Nelson perlahan membuka matanya karena sudah memakai alat bantu pernapasan. Kyra berujar sambil berlinang air mata, "Ayah, kita akan segera sampai di rumah sakit. Kamu harus bertahan."Nelson melihat Kyra dan Mia. Dia menepuk punggung tangan Kyra dan melihat Mia lagi. Nelson mulai kesulitan untuk membuka matanya dan tubuhnya makin dingin. Dia melihat keluarganya dengan perasaan tidak rela.Akhi
Deven menatap Kyra lekat-lekat sambil mengepalkan tangannya dan bertanya, "Kamu juga nggak percaya padaku?"Memercayainya? Kyra mengedipkan matanya yang terasa kering. Pertanyaan ini terlalu mendalam baginya sehingga sulit untuk dijawab.Kyra tidak ingin memeras otaknya, jadi menyahut, "Nggak penting aku percaya atau nggak. Yang jelas, aku rasa ayahku nggak ingin melihatmu setelah keluar dari ruang operasi."Nada bicara Kyra terdengar datar sekaligus lelah. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu memohon, "Hari ini malam tahun baru. Tolong pergi dari sini demi hubungan kita.""Sekarang aku cuma punya Ayah dan Ibu. Ayahku masih di ruang operasi dan kondisinya belum bisa dipastikan. Aku nggak ingin Ibuku kenapa-napa karena kamu."Deven memicingkan matanya. Dia tidak menyangka Kyra akan melontarkan kata-kata yang terdengar begitu mengecewakan. Seketika, hati Deven hancur. Jika kata-kata bisa membunuh orang, Deven pasti sudah mati karena ucapan Kyra.Deven merasa dirinya sudah gila karena data
Ekspresi Okto tampak rumit. Dia menatap Kyra dengan kasihan sambil membuka mulutnya, tetapi tidak tahu harus bagaimana merespons."Kenapa kamu melihatku begitu? Cepat jawab aku. Apa operasi ayahku berhasil?" tanya Kyra yang merasakan firasat buruk. Ekspresinya menjadi makin panik, bahkan nada bicaranya terdengar mendesak.Okto memperingatkan, "Bu, aku harap kamu punya persiapan mental dan kuat setelah mendengarnya."Kyra menarik napas dalam-dalam. Jantungnya berdetak dengan makin kencang. Dengan perasaan gelisah, dia menyahut, "Ya.""Pak Nelson, dia ...," ujar Okto."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kyra lagi.Okto berkata, "Pak Nelson gagal diselamatkan. Dia meninggal di meja operasi."Perkataan ini bagaikan petir yang menyambar kepala Kyra. Kyra seketika merasa pusing. Dia menjulurkan tangan untuk memegang dinding yang dingin."Meninggal ...," gumam Kyra.Okto mengira Kyra tidak percaya, jadi menjelaskan, "Pak Nelson jatuh dari balkon dan kepalanya terbentur duluan. Ketika kami t
Tangan Nelson sudah sangat dingin. Itu artinya, dia sudah meninggal sejak tadi.Kyra merasa sangat sedih, tetapi dia tidak bisa menangis. Harus diketahui bahwa manusia umumnya selalu terlihat tenang saat merasakan kesedihan mendalam.Mereka tidak akan berteriak ataupun meneteskan air mata dan hanya berdiri diam di tempat seolah-olah sekujur tubuhnya mati rasa. Selain itu, hati mereka akan terasa sangat hampa seolah-olah tidak ada lagi yang penting baginya di dunia ini."Bu, aku turut berduka," ucap Okto sambil menatap Kyra dengan cemas.Kyra bergumam, "Aku baik-baik saja."Kyra telah melewati banyak rintangan dalam hidupnya. Dia pasti bisa melewati masa sulit ini. Hatinya sudah sekuat batu.Ting tong. Tiba-tiba ponsel Kyra berdering memecah kesunyian. Kyra tidak bergerak, tetapi ponselnya terus berdering. Okto pun memberitahunya bahwa ada orang yang mencarinya.Saat ini, Kyra baru tersadar dan mengeluarkan ponselnya dari jaket. Tatapannya tampak hampa. Tanpa melihat nama penelepon, dia
"Pak, istirahat saja dulu. Kamu sudah beberapa hari nggak tidur. Kantong matamu sampai hitam sekali," nasihat Alex yang mencemaskan kesehatan Deven.Deven tidak berbicara. Dia langsung masuk ke lift. Setibanya di hotel, Deven menelepon Alvin. Dia belum menyerah.Setelah mengetahui tujuan Deven menelepon, Alvin berujar dengan nada menyesal, "Pak, bukannya aku nggak ingin membantumu. Kakekku memang keras kepala. Kami sudah membujuknya, tapi dia nggak mau dengar.""Benaran nggak ada yang bisa membujuknya lagi?" tanya Deven yang menggenggam ponsel dengan makin erat."Sebenarnya ada.""Siapa?""Justin, anak Pak Farhan. Anak ini punya hubungan dekat dengan kakek kami. Kakek kami anggap dia cucu. Dia pasti bisa membujuknya."Justin .... Deven tersenyum sinis. Dia juga tahu Justin bisa membantu. Akan tetapi, Deven tidak bisa menerima permintaan Justin yang menginginkan Kyra. Mana mungkin dia menyetujui hal seperti ini!"Pasien yang diterima Pak Chokri diperkenalkan Justin?" tanya Deven."Benar
Dulu, Kyra pasti akan menjelaskan saat Deven salah paham padanya. Deven boleh salah paham terhadap hal lain, tetapi tidak untuk perasaannya kepada Deven.Namun, sekarang tidak masalah lagi. Mereka memang tidak bisa kembali seperti dulu lagi, jadi tidak ada gunanya dijelaskan. Itu hanya buang-buang tenaga."Bagus kalau kamu tahu. Jadi, kita sudah bisa cerai belum?" tanya Kyra. Setelah makan obat pereda nyeri, tubuhnya tidak sakit lagi. Dia bahkan menyunggingkan senyuman indah.Meskipun wajahnya pucat pasi, Kyra tetap terlihat cantik dan elegan. Meskipun kehilangan banyak berat badan, itu sama sekali tidak memengaruhi kecantikan Kyra.Deven memang ingin melihat senyuman Kyra. Namun, setelah melihatnya, dia malah tidak merasa senang. Deven merasa Kyra sangat senang jika melihatnya marah. Wanita ini sampai menunjukkan senyuman yang sudah jarang terlihat.Kyra bisa melihat amarah pada tatapan Deven makin memuncak. Deven berkata, "Kamu sendiri yang keras kepala. Terserah kamu kalau ingin mat
Perkataan ini sontak memadamkan hasrat dalam hati Kyra. Benar, orang tuanya telah meninggal. Bagaimana bisa dia berpelukan dan berciuman dengan Deven di sini?'Kyra, kamu terlalu lemah. Deven cuma merendahkan harga dirinya untuk membujukmu, tapi kamu langsung terjebak? Memalukan!' batin Kyra.Sorot mata Kyra seketika menjadi dingin dan penuh ejekan. Namun, Deven masih belum menyadari apa pun. Dengan mata terpejam, dia masih ingin mencium Kyra. Ciuman tadi membuatnya sungguh tak terlupakan.Deven ingin melanjutkan, tetapi Kyra sontak mendorongnya. Sebelum Deven bereaksi, Kyra sudah melayangkan tamparan ke wajahnya. Pipinya terasa perih, membuat Deven termangu.Ketika menatap Kyra kembali, dia melihat tatapan penuh ejekan itu. Kyra mencelanya, "Deven, kalau kamu butuh wanita, cari saja Irish.""Dia bukan istriku. Ngapain aku cari dia?" balas Deven."Waktu kalian melakukan pemotretan pernikahan, kenapa kamu nggak berpikir begitu?" sindir Kyra."Waktu itu, aku ...." Deven ingin mengatakan
"Kalau kita cerai, aku langsung terima pengobatan!" pekik Kyra.Saking kesalnya, Deven sampai tertawa mendengar ucapan Kyra. Di ingatan Deven, Kyra paling takut merasa sakit.Namun, sekarang Kyra begitu tersiksa karena rasa sakitnya. Keringat bercucuran di dahi, wajahnya pucat pasi.Kyra masih terus melakukan perlawanan. Wanita yang dulunya mengatakan akan menemaninya, kini malah ingin meninggalkannya.Hati Deven diliputi kepedihan. Dia benar-benar tersiksa. Pada akhirnya, dengan ekspresi suram, dia memasukkan semua obat itu ke mulut Kyra.Saat berikutnya, Deven meraih pinggang Kyra dan merangkulnya dengan erat. Tubuh Kyra menempel dengan dada kekar Deven. Tidak ada sedikit pun celah di antara keduanya.Kyra ingin mendorong, tetapi tidak punya tenaga sebesar itu. Tenaganya sudah habis, apalagi dia mogok makan belakangan ini. Bagaimana mungkin dia sanggup mendorong Deven?Bibir Deven yang panas sontak mencium bibir Kyra yang kering dan pucat. Kyra ingin meninju Deven, tetapi Deven langs
Ini sudah pasti persekongkolan. Justin dan Kyra saling mencintai, jadi Kyra ingin bercerai. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini.Kyra tidak memahami maksud ucapan Deven. Persekongkolan apa yang dimaksudnya? Dia sampai mengira Deven ingin memfitnah Justin, tetapi ini hal yang wajar."Benar, kami memang sekongkol!" Kyra sama sekali tidak berniat untuk menjelaskan.Amarah pada tatapan Deven menjadi makin kuat. "Kamu nggak bisa hidup lama lagi. Apa perceraian begitu penting bagimu? Kamu nggak bisa berhenti berdebat dan fokus pada kesembuhanmu dulu?""Daripada berobat atau hidup, aku lebih ingin terbebas darimu. Masa aku harus mati dengan status masih menjadi istrimu? Aku nggak mungkin bisa tenang di alam sana! Sebelum mati, aku harus memastikan kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!" pekik Kyra dengan mata berkaca-kaca sambil terisak-isak."Ternyata menjadi istriku lebih tersiksa daripada mati?""Benar! Yang kamu katakan benar!""Kyra, kamu rasa aku nggak bisa menemukan wanita l
Ucapan ini membuat Kyra termangu sesaat. Nada bicara Deven persis saat dirinya dipaksa makan obat penguat janin. Apakah ini yang dinamakan trauma?Sama seperti sebelumnya, Deven memaksanya makan obat dengan tegas. Pria ini tidak pernah menanyakan pendapatnya dan selalu memaksakan kehendaknya.Kenapa Deven selalu bersikap angkuh dan merasa diri sendiri benar? Deven memang tidak pernah berubah. Egois dan sombong.Kyra mengernyit, mencengkeram perut atasnya. Dia mulai mencium bau amis darah di mulutnya. Sementara itu, Deven menjulurkan tangannya ke hadapan Kyra. "Makan."Kyra bersikeras menelan darahnya. Dia menepis tangan Deven dengan kesal. Obat pereda nyeri pun berserakan. Ada yang jatuh ke dekat kaki Deven, ada yang masuk ke tong sampah.Kyra tidak ingin seperti ini. Bahkan ketika dirinya sudah mau mati, dia masih tidak berkesempatan untuk membuat keputusan. Bukankah hidupnya sangat menyedihkan? Kyra ingin menjadi dirinya sendiri.Pada akhirnya, Deven kehilangan kesabarannya. Dia suda
Kyra benar-benar bahagia. Tidak ada sedikit pun kesedihan dalam hatinya.Tiba-tiba, pintu bangsal terbuka. Angin dingin berembus masuk, membuat Kyra yang berbaring di lantai merasa makin dingin hingga tubuhnya gemetaran.Saat berikutnya, Kyra mendengar suara pintu ditutup dan suara langkah kaki yang terburu-buru. Dia menunduk, lalu melihat sepasang sepatu kulit yang dibelinya sebelum perang dingin dengan Deven.Dulu, Kyra sangat senang melihat Deven memakai sepatu kulit ini. Namun, sekarang dia buru-buru mengalihkan pandangan karena tidak ingin melihatnya.Organ dalamnya terasa makin sakit, seperti ada kapak yang membelah seluruh organ dalamnya. Rasa sakit ini sungguh menusuk.Kyra tidak bisa menahan kesakitan ini. Dia menggigit bibirnya sambil menangis sesenggukan. Deven awalnya marah, tetapi ketika melihat Kyra begitu kasihan, amarahnya langsung sirna dan digantikan dengan rasa iba.Deven berjongkok untuk menggendong Kyra ke ranjang. Kesehatan Kyra sangat buruk. Kyra tidak seharusnya
Sudah gila?Kyra menggigit bibirnya yang kering dan pecah-pecah hingga meneteskan darah. Setelah mengalami semua ini, apa tidak sepantasnya Kyra kehilangan kewarasannya? Dia meringkukkan tubuhnya dan memeluk kedua kakinya dengan erat. Sekujur tubuhnya gemetaran hebat.Perawat itu terkejut melihat situasi ini. Setelah menjadi perawat selama bertahun-tahun, baru kali ini dia melihat pasien yang begitu keras kepala. Karena takut akan terjadi kecelakaan medis, perawat itu buru-buru berlari ke luar ruangan untuk mencari Deven.Pada saat ini, Deven sedang bersandar di koridor. Alex sedang melaporkan sesuatu padanya, "Pak Deven, tubuh Bu Kyra sudah sangat parah sekarang. Kalau masih terus mogok makan, kondisinya akan semakin gawat."Deven mengerutkan alisnya dalam-dalam. Awalnya, dia mengira Kyra hanya bercanda karena ingin membuatnya kesal. Tak disangka, Kyra benar-benar serius. Saat Deven baru hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdengar suara perawat."Pak Deven, gawat!" teriak perawat i
Kyra mengulurkan tangannya karena kesakitan. Ternyata rasa sakit yang ditimbulkan karena penyakit kanker begitu menyiksa. Mana mungkin semudah itu tidak mau minum obat? Baru permulaan saja Kyra sudah tidak sanggup bertahan!Kyra ingin minum obat untuk meredakan rasa sakit di tubuhnya. Perawat itu menyerahkan obat pereda nyeri ke telapak tangan Kyra yang dingin. "Ayo cepat diminum."Dalam benak Kyra tiba-tiba teringat dengan ucapan Deven tadi. "Kyra, apa lagi ulahmu? Apa ini saat yang tepat untuk mengambek?""Kamu punya dua pilihan. Pertama, jalani pengobatanmu dan tetap menjadi istriku. Kedua, biarkan dirimu hancur begitu saja, mati sebagai istriku dan terpisah selamanya dari pria murahan yang ada di hatimu."Di depan mata Kyra, kembali terbayang saat Nelson terjatuh dari balkon. Dia terhempas ke tanah dan meninggal dengan mata terbuka. Dengan darah yang dimuntahkannya, Nelson menuliskan kode brankas ruang kerja di tanah. Ternyata kodenya adalah tanggal lahir Kyra.Tak lama kemudian, K