Mata elang itu terpaku memandang ke arah Lara, gaun pengantin yang membalut tubuh calon istrinya itu, membuatnya sangat anggun dan mempesona. Walau tertutup veil, Rey dapat melihat dengan jelas wajah itu. Raut yang sedang menahan tangis, hingga bibirnya bergetar dan pembuluh darah di lehernya menonjol, Rey dapat merasakan sesak yang dirasakan oleh Lara, sama seperti dirinya.Netra mereka menyatu ada kerinduan yang sangat, tatapan yang menceritakan kegelisahan dan kegalauan sebelumnya. Bagaikan kekasih yang terpisah bertahun-tahun dan kemudian jumpa, ingin saling melepas rindu namun tertahan, hingga rasa itu membuncah menciptakan jutaan pijar.Lara masih terpana dengan sosok Rey yang melangkah ke arahnya, namun langkah kaki itu melewatinya, tidak berhenti di sampingnya. Lara mengikuti dengan pandangan hingga terlihat lelakinya itu merunduk kemudian kedua lututnya bertumpu pada marmer putih yang dipijaknya, di depan Altar, undakan paling bawah.Rey tampak khusyuk dalam doanya, hati Lar
Jantung Lara berpacu dengan cepat, dia membuang muka ke samping, namun Rey kembali menarik wajahnya agar tetap memandangnya."Jangan sungkan dengan suamimu sendiri istriku ... Kita mandi dulu." Rey mengecup dahi Lara.Rey menuju saklar lampu, menekannya hingga ruangan itu seketika terang. Menatap ke arah wajah gadis yang telah menjadi istrinya. Sebentar lagi dia akan mengubah status gadisnya menjadi wanita seutuhnya. Lagi-lagi Lara berpaling, wajahnya merona. Rey tersenyum penuh arti melihat tingkah Lara yang menggemaskan.Lelaki yang juga telah berganti status menjadi seorang suami, mendudukkan istrinya di ranjang, berlutut di depannya. Lara tersenyum saat melihat Rey kesulitan meraih kakinya karena terhalang oleh ujung gaun yang menjuntai bertumpuk di atas lantai. Lara membantunya dengan menjulurkan kakinya. Rey melepas wedding shoes satu per satu, sambil memijit-mijit tumit dan jari kaki Lara bergantian, sembari menatap dalam pada manik Lara."Kamu capek sayang? Biar Mas pijitin.
Rey mengecup dahi Lara dengan lembut. Menurun menyusuri hingga ke telinga, membuat tubuh Lara menggeliat kegelian."Kamu yang pertama bagi Mas dan akan menjadi yang terakhir. Mas janji hanya akan melakukannya denganmu. Tidak akan pernah ada wanita lain di hidup Mas selain kamu, istriku," bisik Rey lembut dengan suara yang terdengar berat. Hembusan napasnya yang hangat menerpa telinga Lara, membuat tubuhnya meremang. Tangan Rey tak hentinya menjelajah."Mas akan melakukan perlahan, jika nanti kamu kesakitan atau tidak nyaman, katakan." suara Rey serak, dengan wajah berkabut gairah, menyelam di kedua manik Lara yang mulai sayu.Rey tak dapat lagi membendung hasratnya. Langsung beraksi. Netra elangnya menatap dalam, menikmati setiap ekspresi sang istri. "Buka matamu sayang, pandangi suamimu ini."Lara membuka kedua matanya, menyatukan netranya dengan sang suami, namun kemudian terpejam, saat berjuta rasa menghentak dalam dirinya. Rey membiarkan istrinya menikmati semua rasa yang dia
Lara menatap Rey dengan was-was. Menggeleng saat pikiran buruk hinggap dibenaknya."Mas ...." Lara tak dapat membendung tangisnya."Apakah mereka sudah punya istri?"Rey mengangguk."Mereka berdua sudah berkeluarga, salah satu istrinya sedang hamil."Lara semakin terisak, dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia berada di posisi mereka. Rey terpaku, menyaksikan kesedihan Lara, langsung menariknya dalam dekapan."Ssttt, Mas ada di sini. Kenapa kamu malah menangis."Lara menggeleng-geleng tak sanggup berkata. Masih terseguk membenamkan kepalanya di dada Rey.'Suami orang lain kamu tangisi sampai begini, bagaimana jika suatu saat terjadi sesuatu dengan Mas," batin Rey sedih."Tenang sayang, Mas ada di sini.""Aku takut Mas.""Jangan terlalu berpikir yang macam-macam, itu semua sudah takdir Tuhan.""Tapi Mas juga akan pergi bertugas.""Mas bukan di sana sayang, Mas di Bali. Mereka memang di daerah konflik." Rey masih mengusap-usap punggung Lara yang masih memeluknya erat."Mas haru
"Nyoblos kamu." "Auww, Mas ... Ini di luar lho, kalo Alex tiba-tiba datang gimana?" pekik Lara saat Rey dengan cepat menyingkap baju yang dipakainya dan langsung meremas kedua benda yang serupa di bagian depan tubuhnya."Sudah Mas amankan dari pagi, lagian dia nggak mungkin muncul karena tau Mas pasti lagi eksekusi kamu." Rey semakin melancarkan aksinya."Bentar doang, sekali aja, ntar malam baru lanjut lagi. Yah?" pinta Rey dengan mimik memohon.Lara tersenyum geli, dengan tingkah Rey seperti anak kecil yang merengek permen, dengan memaksa."Tentu saja suamiku, kapanpun suamiku ini mau, istrimu ini siap kok." Lara menjawil hidung mancung Rey dengan gemas, ingin menghindari tapi Rey sudah menghimpitnya di sofa."Kenapa rasanya, pengen terus ya? Secandu ini Mas sama kamu, sayang."Rey tak dapat lagi membendung hasratnya yang menggelegak apalagi saat istrinya itu memberi lampu hijau."Capek?" tanya Rey setelah menunaikan kewajibannya.Mereka baru saja membersihkan diri di kamar mandi
Hari telah berganti pagi ketika Lara melangkah ke arah dapur, mencari-cari keberadaan suaminya, namun tidak ketemu.Lagi-lagi dia terlambat bangun, suaminya benar-benar menguras energinya tiap malam. Walaupun capek dan hampir tak berdaya dia dengan senang hati melayani suaminya. Sebagai wujud cintanya yang tulus. Apalagi dia juga sangat menikmati dan menyukai perlakuan cinta sejatinya itu."Mas?" panggil Lara lagi namun tidak ada sahutan. Hanya balkon yang belum dicek, dia kembali ke kamar menuju balkon. Benar saja, suaminya sedang berada di sana, duduk dipojokan, depan meja kaca kecil, dengan kursi besi minimalis tanpa sandaran, terlihat sangat serius. Lara bersandar di pintu, memandang Rey yang belum juga menyadari kehadirannya. Ada beberapa buku bank di atas meja, sedangkan jari Rey sedang menggeser-geser layar ponselnya.Lara mendekat berdiri di belakang Rey, langsung mengalungkan tangannya. Sontak Rey mengalihkan wajahnya, kemudian tersenyum sembari melepas buku yang sedang
"Mas apa kita harus pergi hari ini? tanya Lara dengan posisi tidur tertelungkup tak berdaya, masih dengan tubuh full naked.Rey baru saja menguras energinya."Iya sayang, beberapa hari lagi Mas sudah harus kembali.""Tapi aku cape sekali, tulangku rasanya mau copot semua. Mas lagi sih, katanya bentar doang."Rey terkekeh."Kamu begitu menikmatinya tapi selalu mengeluh sayang. Siapa sih yang bilang jangan dihentikan Mas! bukannya kamu sayang.""Ihh, dasar! Mas sukanya ngelak malah limpahan ke aku. Bukan ngeluh Mas, masalahnya kita mau keluar. Selangkanganku semua pegal Mas. Masa aku jalannya seperti pinguin gitu."Rey tergelak dengan ucapan Lara."Makanya harus dilakukan terus biar kamu terbiasa.""Ihh, alasan aja Mas.""Ayo bangun, mandi biar seger. Jika kamu tidur seperti gini bisa mancing Mas lagi, Lho."Repleks Lara berbalik ketika Rey merangkak di atas tubuhnya."I-iya deh, aku mandi." Lara dengan segera keluar dari kungkungan Rey, sebelum suaminya itu, memangsa dirinya lagi. Gay
Lara keluar dari kamar mandi, menuju walk in closed, mencari pakaian yang hendak dikenakan, matanya menangkap dalaman yang dipilih Rey dua hari lalu. Dia meraihnya, sudah dicuci bersih, dan harum.Sebelumnya Rey memaksa untuk memakainya, tapi Lara menolaknya. Suaminya itu mengalah, dia selalu mengikuti apa mau Lara. Tidak begitu memaksa jika memang Lara tidak menyukai. Suami yang begitu meratukan istrinya. Ada dua G-string yang Rey pilih hari itu merah maroon dan putih. Lara memilih yang merah maroon, dengan bra-nya yang juga senada. Melirik lingerie transparan yang senada juga. Kakinya melangkah keluar menuju ke cermin full body, dia ingin mencobanya sebelum suaminya itu pulang.Tadi sepulang mereka dari rumah orang tua Lara, Rey pamit ingin ketemu Alex sebentar ada hal yang katanya hendak dibahas. Sebelumnya Rey sudah memaksa untuk ikut tapi Lara tidak mau, mengingat Alex orangnya jahil pasti akan meledeknya habis-habisan, apalagi jejak yang ditinggalkan Rey begitu kelihatan, jika
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru