"Mas apa kita harus pergi hari ini? tanya Lara dengan posisi tidur tertelungkup tak berdaya, masih dengan tubuh full naked.Rey baru saja menguras energinya."Iya sayang, beberapa hari lagi Mas sudah harus kembali.""Tapi aku cape sekali, tulangku rasanya mau copot semua. Mas lagi sih, katanya bentar doang."Rey terkekeh."Kamu begitu menikmatinya tapi selalu mengeluh sayang. Siapa sih yang bilang jangan dihentikan Mas! bukannya kamu sayang.""Ihh, dasar! Mas sukanya ngelak malah limpahan ke aku. Bukan ngeluh Mas, masalahnya kita mau keluar. Selangkanganku semua pegal Mas. Masa aku jalannya seperti pinguin gitu."Rey tergelak dengan ucapan Lara."Makanya harus dilakukan terus biar kamu terbiasa.""Ihh, alasan aja Mas.""Ayo bangun, mandi biar seger. Jika kamu tidur seperti gini bisa mancing Mas lagi, Lho."Repleks Lara berbalik ketika Rey merangkak di atas tubuhnya."I-iya deh, aku mandi." Lara dengan segera keluar dari kungkungan Rey, sebelum suaminya itu, memangsa dirinya lagi. Gay
Lara keluar dari kamar mandi, menuju walk in closed, mencari pakaian yang hendak dikenakan, matanya menangkap dalaman yang dipilih Rey dua hari lalu. Dia meraihnya, sudah dicuci bersih, dan harum.Sebelumnya Rey memaksa untuk memakainya, tapi Lara menolaknya. Suaminya itu mengalah, dia selalu mengikuti apa mau Lara. Tidak begitu memaksa jika memang Lara tidak menyukai. Suami yang begitu meratukan istrinya. Ada dua G-string yang Rey pilih hari itu merah maroon dan putih. Lara memilih yang merah maroon, dengan bra-nya yang juga senada. Melirik lingerie transparan yang senada juga. Kakinya melangkah keluar menuju ke cermin full body, dia ingin mencobanya sebelum suaminya itu pulang.Tadi sepulang mereka dari rumah orang tua Lara, Rey pamit ingin ketemu Alex sebentar ada hal yang katanya hendak dibahas. Sebelumnya Rey sudah memaksa untuk ikut tapi Lara tidak mau, mengingat Alex orangnya jahil pasti akan meledeknya habis-habisan, apalagi jejak yang ditinggalkan Rey begitu kelihatan, jika
Rey melaju perlahan ketika mobil yang di kendarainya memasuki halaman rumah Lara, memarkir di samping teras. Bergegas membuka pintu mobilnya buat sang istri."Aku bisa sendiri, Mas," ujar Lara ketika Rey menuntunnya keluar dari mobil."Mas tidak ingin istri Mas cape." Rey langsung meraih pinggang Lara dengan sebelah tangannya, sedangkan tangan yang lainnya membawa tas jinjing."Masa buka pintu mobil aja cape Mas! Capeknya tuh saat Mas ngerjain aku terus tiap malam.""Nah itu, kamu hanya boleh cape yang itu, yang lain tidak akan Mas biarkan kamu cape.""Hhih dasar!" Lara mencubit perut Rey dengan gemas.Mereka tertawa sambil berjalan beriringan, masuk ke dalam rumah yang langsung disambut ayah dan ibu Lara."Bik, tolong bawakan Tas nya ke atas," tukas Metha pada bi Sri.Mereka lalu duduk bersama-sama di ruang tamu sambil bersenda gurau."Papi, Mami titip Lara dulu, sampai tugasku selesai.""Tentu saja Nak Rey, kami juga kangen sama dia." Metha langsung memeluk Lara yang duduk di sampin
Lara menggeliat saat merasakan tindihan pada tubuhnya, tubuh kekar suaminya hampir sebagian menghimpitnya dengan tangan melingkar memeluk erat. Dia menatap pada suaminya yang masih terpejam. Lalu melirik ke jam yang menempel di dinding, baru pukul setengah enam. Memandang lagi wajah lelaki yang akan meninggalkannya demi tugas.Seperti ada yang terenggut dari hatinya. Seharusnya sudah bisa menerima kenyataan jika suaminya itu akan sering meninggalkannya demi tugas negara, tapi tetap saja ada ruang di sudut hatinya yang tetap tak rela untuk berjauhan.Lara mengelus jejak merah di dada suaminya. Semalam Rey memintanya untuk meninggalkan bekas di sana. Kemudian melirik tubuhnya yang miliki hal serupa, bertaburan di seantero kulitnya yang mulus.Tersenyum saat mengingat percintaan mereka semalam. Sangat berbeda dari malam sebelumnya, bukan sekedar menuntaskan hasrat tapi ada perasaan cinta yang begitu besar, perasaan yang tak dapat dirangkai dengan kata-kata.Bukan sekedar napsu tapi ada
Rey telah sampai di pulau yang menjadi daya tarik wisatawan. Begitu tiba dalam kamarnya langsung memeriksa setiap sudut di ruangan itu. Setelah merasa aman, langsung meraih ponselnya.Mengetik sesuatu di sana lalu menelpon istrinya. Tak menunggu lama saat dia melakukan panggilan langsung diangkat.[Mas, sudah sampai?] Wajah Lara berbinar.[Iya, sayang.][Kok cepet sekali][Karna Mas kangen lihat wajahmu, makanya cepet-cepet nyampe kamar. Kok jadi tambah cantik, sih. Padahal baru berapa jam yang lalu lihat kamu.][Ihh, dasar gombal] Lara terpingkal mendengar gombalan suaminya.[Bener lho, nggak bosan mandangi kamu, tau nggak kamu tu obat untuk ngobatin kangen Mas, hanya dengan lihat wajahmu.][Gombalin terus aku tutup lho. Mas liatin kamar Mas dong]Rey langsung setel kamera ponselnya lalu mengedarkan ke sekeliling ruangan.][Ranjangnya mana, Mas?][Nih lagi Mas dudukin. Dingin, jika ada kami pasti hangat sayang.][Mulai deh.][Mulai apa sih, memangnya apa yang kamu pikirkan?][Yah pas
Kening Lara mengerut, entah foto apa yang ditujukkan suaminya, sehingga Angela berkata seperti itu.Rupanya Rey menunjukkan foto dirinya dengan Alex dengan posisi yang begitu intim, hampir berciuman. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara."Aku tidak percaya ini Dev! Pantas kamu selalu nolak aku, kamu sakit Dev, sangat menyimpang!""I'm gay, that's the truth."Lara yang mendengar hal itu bingung kenapa Angela menarik kesimpulan seperti itu begitu melihat foto yang Rey tunjukkan, dan suaminya itu membenarkan hal itu. Tidak mungkin suaminya seorang gay, dia adalah lelaki sejati. Terbukti setelah mereka menghabiskan malam pengantin mereka.Rey memang sengaja meminta Alex untuk melakukan hal itu, lalu Tari mengabadikan momen mereka yang sedang berpelukan, dengan hanya mengenakan handuk yang terlilit di pinggang mereka. Tentu siapa yang melihat foto seperti itu akan syok.Hal itu direncanakan agar Angela tidak lagi mengejarnya. Rey lelaki yang tidak ingin menyak
Rey membuka pintu perlahan, tampak lengang tidak ada pergerakan apapun. Mengayun langkahnya ke tengah ruangan terlihat Angela sedang tidur meringkuk di atas sofa. Alisnya tertaut saat melihat tubuh Angela menggigil."Angel .. kamu baik-baik saja?" tanya Rey mulai kuatir.Tidak ada balasan dari Angela. Rey ingin memastikan tapi kuatir jika mendekat Lara malah salah paham."Cintai aku ..." gumaman terdengar dari mulut Angela yang terpejam.Rey mematung, ada perasaan bersalah menyelinap di hatinya, ternyata Angela begitu mencintainya.Rey sadar dia sendiri yang telah menyiram benih-benih itu semakin subur. Seharusnya sejak awal dia mengambil langkah itu, membiarkan Angela menganggapnya seorang gay, dengan begitu mungkin Angela masih bisa menyingkirkan perasaan itu dari hatinya.Rey mengambil ponselnya, muncul wajah Lara yang masih menantinya. Rey memberi Kode dengan menaruh telunjuk di bibirnya. Walaupun Angela sedang tertidur tapi Rey tidak mau ambil resiko.[Sayang, maaf tapi Mas haru
Rey memandang jauh ke depan, memperhitungkan saat lampu berubah merah, dia tepat berada di sana. Durasi waktu pada lampu merah yang ditetapkan pada tiap persimpangan tidak sama, juga tidak ada standar khusus.Mobilnya berhenti tepat di belakang garis zebra cross, saat lampu berubah merah. Terlihat seorang pedagang asongan berjalan ke arahnya. Lelaki yang penampilannya terlihat Kumal."Tuan tidak beli rokok atau air mineral tuan?" teriak pedagang itu sambil mengetuk kaca mobil. Sambil melirik ke antrian di belakang menawarkan dagangannya.Rey menurunkan kaca mobilnya, mereka bertatapan, Rey mengedarkan pandangan ke segala arah, memastikan. "Mineral 1, yang sedang."Pedagang itu memberikan apa yang diminta."Apa bisa selesai sebelum lima menit?" tanya Rey pada pedagang itu yang ternyata adalah team Intel."Tergantung, dari tingkat kerumitannya.""Ok, saya tunggu di lampu merah berikutnya, mudah-mudahan macet. Biar kalian punya waktu lebih banyak untuk menyelesaikannya sebaik mungkin."R
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru