[Mereka?] ulang Rey.Roman kaget Lara mengendur, tadinya dia memang mau memberitahu kabar itu, tapi menjadi lupa saat melihat wajah Rey. Lara tersenyum. Sengaja menggantung suaminya biar semakin penasaran[Dek!][Ada yang mau aku kasih tau sama, Mas.][Ya, udah kasih tau aja, Dek.][Kasih tau nggak ya?] ucap Lara dengan nada jenaka.[Kok malah gitu sih, Dek?][Kasih tau ... Jangan ... Kasih tau ... Jangan ....] Lara mengerling nakal sambil menghitung jari tangannya[Dek, masa gitu sih, bikin Mas penasaran. Ayo kasih tau.] Rey sudah dapat menebak jawaban Lara tapi masih tidak yakin jika belum mendengar sendiri dari mulut istrinya.[Emang sengaja, biar Mas penasaran,] ledek Lara.[Jangan gitulah, masa ngerjain suami sendiri.][Mas juga suka ngerjain aku kok,] bela Lara, rasanya puas membuat suaminya semakin penasaran.[Yah, memang Mas harus ngerjain kamu, kalo nggak mana bisa perut kamu berisi, Dek.][Nah itu, mulaikan ngerjain aku.]Rey terkekeh, tapi masih menuntut jawaban Lara.
Lara kaget bangun jam enam pagi, matanya terasa berat dan masih ingin melanjutkan tidurnya. Kemarin setelah Rey mandi mereka bercengkrama hingga jam sembilan malam, itu pun Rey memaksa Lara agar secepatnya tidur. Seharian mereka melepas rindu.Dia meraih ponselnya, tidak ada notif apapun. Rey hari ini sibuk, mungkin besok baru mereka bisa berkabar lagi. Lara kembali berbaring, entah kenapa hari ini dia hanya ingin tidur, badannya terasa berat.Dengan badan yang masih berat, Lara memaksa untuk bangun, harus jalan pagi di sekitar kompleks perumahan mereka. Ditemani oleh bibi Sri mereka jalan santai mengitari komplek. Saat mereka kembali, Alex telah duduk di teras."Dari tadi Lex?" tanya Lara yang langsung duduk di kursi yang kosong, "Barusan. Nih vitaminmu, besok kamu kontrol lagi Kan?""Iya, aku inget kok.""Mami atau aku yang antar?""Kamu aja, Mami katanya ada urusan.""Siap tuan putri, besok pasti aku antar."Ponsel Alex berdering, menatap nama yang tertera di layar lalu cepat men
Lara mengelus perutnya, dari kemarin sejak berbicara dengan Rey kedua janinnya sangat aktif. Dia baru saja selesai makan siang, sudah sangat ingin mendengar suara Rey tapi ditahannya, tidak ingin mengganggu konsentrasi suaminya saat bertugas."Apa kalian kangen mendengar suara Ayah kalian? Bunda juga, selalu merindukan ayah kalian."Lara merasakan hentakan di perutnya. Senyum merekah diiringi ringisan saat gerakan di dalam sana sangat terasa, bahkan tonjolan di kulit perutnya semakin jelas.Raut bahagia terukir jelas, saat mendapat reaksi dari dalam perutnya. Dia menjadi semakin bersemangat untuk berbicara. "Ternyata kalian juga kangen. Kalian tau nggak ayah kalian tu lelaki yang hebat. Kalian pasti akan sangat disayang, sehat-sehat terus ya. Kita sambut ayah kalian begitu pulang, nggak lama lagi kok."Seperti menemukan fakta yang mencengangkan saat kedua janin itu bergerak seperti menanggapi setiap perkataannya. Lara semakin bersemangat."Aoww, jangan nendangnya kuat-kuat sayang, b
Lara membuka matanya perlahan namun kemudian terpejam lagi, indera pendengarannya menangkap suara di sekitarnya, tidak begitu jelas. Kesadarannya belum kembali sepenuhnya, setelah tadi pingsan. Tidak ada yang menyadari jika dia sempat membuka matanya. Dia ingin bersuara memanggil ibunya namun tidak mampu.Lara berusaha membuka matanya perlahan, memindai sekelilingnya.'kenapa aku di rumah sakit?'Mengalihkan pandangannya, tersenyum saat melihat suaminya sedang duduk di sampingnya. Wajahnya samar, tidak jelas dalam pandangan matanya. Namun senyum khas Rey tergambar begitu nyata."Mas," suara Lara lirih terdengar."Lara?"Terdengar bunyi berisik di sekitarnya namun Lara tidak tahu apa yang terjadi, matanya terlalu berat untuk dibuka lebih lama."Mas." "Dedek?"Lara mendengar suara yang memanggilnya, dia tahu itu ibunya, ingin sekali membuka matanya dan mengatakan sesuatu, lagi-lagi tidak bisa.'Ada apa dengan diriku? Kenapa seolah-olah hanya telinga dan mataku yang berfungsi? Mataku
"Mas Rey?!" Lara terpekik, namun kemudian tertawa lalu memukul-mukul kepalanya.Metha memandang dengan gelisah dan kuatir begitu juga dengan Alex dan Agus."Kenapa aku bisa berpikir yang nggak-nggak gini," ujar Lara sambil terkikik."Tadi aku mimpi ya? Kalo Mas Rey datang. Mas nggak mungkin meninggalkan tugas sebelum waktunya. Iya kan Lex, kamu tau sahabatmu itu prajurit sejati. Sampai istrinya yang lagi hamil anak kembarnya pun ditinggal. Tapi aku bangga loh jadi istrinya." Dengan senyum manisnya Lara membanggakan suaminya.Namun wajahnya kembali berubah sedih."Di rumah tadi aku juga mimpi, sedih banget dan sangat menakutkan, seumur-umur aku baru pernah bermimpi gitu Pi, Lex. Amit-amit jangan sampai terjadi." Lara bergidik."Mami tau nggak aku mimpi apa?"Metha menelan ludahnya, menggeleng pelan. Lara mengalihkan pandangannya pada ayahnya lalu kemudian Alex."Tau nggak, aku mimpi Mas Rey tertembak saat lagi nelpon denganku, mata Mas Rey sampai terbuka lebar saking kagetnya, sepert
Dengan cepat Alex bergegas berdiri."Permisi, aku ada perlu sama mereka," ujar Alex lalu melangkah menuju ke pintu. Yang datang adalah rekan Alex yang hendak memberi kabar tentang Rey kepada keluarganya.Lara dan kedua orang tuanya memperhatikan interaksi mereka dari dalam. Dua pria berseragam PDH seperti milik suaminya dan satu berpakaian preman. Terlihat mereka saling memberi hormat. Kening Lara mengerut menyaksikan mereka yang tampak serius sambil sesekali dua orang berseragam itu menoleh padanya."Jadi seperti itu, nanti biar saya yang akan menyampaikan berita ini kepada istrinya. Ini sudah keputusan keluarganya." Alex menjelaskan kepada kedua orang berseragam yang sedang berdiri dihadapannya."Siap. Mohon ijin Sersan Alex menurut jadwal jika tidak ada halangan besok penyambutan dan penyerahan jenasah ke keluarganya," sahut salah seorang dari mereka yang berpangkat dibawah Alex dengan garis merah dua di bahunya.Lalu ketiga orang itu menjauh dari Alex yang masih mematung. Bayang
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru