Setelah Lara berlalu, Seseorang keluar dari tempat persembunyiannya. Ternyata yang sedang memperhatikan Lara sejak tadi memang Rey. "Kamu akan baik-baik saja dengan Alex, sayang, daripada dengan mas." Rey menatap ke arah jalan yang tadi dilalui Alex dan Lara dengan wajah sedih.Sudah dua hari lalu dia kembali ke kota itu, tapi tidak menemui Lara. Rey sudah memutuskan untuk menyerahkan semua bukti ke markas dan merelakan Lara. Namun buktinya belum diserahkan disebabkan jendral yang mengutusnya sedang tidak berada di tempat. Dia tidak bisa menyerahkan bukti itu sembarangan pada siapapun.Keputusannya sudah bulat, dia tidak akan membuat Lara ikut merasakan dan memikul beban keluarganya. Dia akan melakukan apa saja agar wanita yang dicintainya itu bahagia, bukan hidup dalam bayang-bayang aib keluarganya yang sebentar lagi terkuak.Rey kembali ke apartemennya, begitu sampai di kamar langsung menghempas tubuhnya ke ranjang, tanpa melepas seragam yang dikenakannya. Harinya terasa sangat be
Rey keluar dari bathtub setelah berendam, walau enggan untuk beraktifitas tapi tetap paksakan dirinya, karena ada pekerjaan yang masih harus diselesaikan.Rey tercenung, layar laptop di depannya sudah menggelap sejak beberapa menit lalu, dia barusan mengecek pekerjaan di Papua yang ditangani teamnya. Juga menghubungi sang jendral. Setelah dua hari kemarin sangat sulit berkomunikasi dengan beliau. Masih tiga hari lagi sang jenderal baru akan kembali.Lelaki tegap itu merenggangkan tubuhnya lalu bangkit membereskan mejanya kembali dan memadamkan laptopnya, kakinya hendak mengayun ke dapur ketika mendengar pintu berbunyi. Dengan sigap Rey bergerak, menenteng laptop dan barang lainnya lalu menyelinap secepatnya ke kamar yang biasa dipakai oleh Alex.Rey tahu siapa yang datang, pasti itu istrinya, karena kuncinya hanya ada pada mereka berdua, yang dipegang oleh Alex, Rey berhasil mengambilnya tanpa sepengatahuan Alex dua hari lalu.Dia belum ingin seorangpun dari mereka mengetahui kedata
"Mas?!" teriak Lara ketika dia kaget bangun.Dia melihat ke arah jendela,sinar matahari menyeruak dari balik tirai. Hari sudah pagi. Lara terlihat bingung, dengan kesadarannya yang masih setengah dia mengumpulkan ingatannya."Aku tidak bermimpi kan?" tanya Lara panik.Dia kuatir jika percintaan semalam dengan suaminya itu hanya mimpi. Itu artinya Rey belum kembali. Lara memindai seisi ruangan. Tidak ada jejak suaminya sama sekali. Terselip kecewa yang mendalam, netranya berembun. Dia begitu merindukan suaminya sampai terbawa dalam mimpi yang begitu nyata."Mas jika kamu belum kembali kenapa terasa begitu nyata," monolog Lara, dengan jantung berdebar.Lara menyibak selimut."Mas!" panggil Lara sambil berjalan menuju ke kamar mandi, kosong tidak ada orang. Lara tidak ingin mempercayai jika itu hanya mimpi. Dia kembali menuju ke balkon, masih juga kosong. Dengan langkah cepat Lara menuju ke pintu. Pintu itu terkunci dari dalam jadi tidak mungkin suaminya berada bersamanya semalam. Ang
"Candaan Mas garing, tau nggak," Lara tertawa sumbang dengan senyum terpaksa, terlihat sangat kaku. Bibirnya bergetar. Kedua netranya yang memanas bergerak-gerak memindai bola mata Rey."Garing?""Candaan Mas nggak lucu sama sekali!" Pandangannya mulai berkabut, oleh genangan di pelupuk matanya hingga Lelaki di depannya tampak seperti bayangan buram."Apa maksud Mas kita akan berpisah karena Mas ada tugas lagi? Jika seperti itu tidak masalah bagiku Mas, aku sudah bilang aku akan menerima apapun konsekuensinya aku tau jika Mas itu milik negara, bukan hanya milikku. sekalipun Mas pergi bertugas bertahun-tahun aku akan tetap menunggu sampai Mas kembali."Rey mengalihkan wajahnya dari tatapan Lara."Aku akan mengurus perceraian kita," tegas Rey, berusaha menekan rasa di dalam dadanya."Jika Mas sedang ngeprank aku, Mas berhasil. Jadi kumohon hentikan Mas, jangan memporak-porandakan hatiku seperti ini." Terdengar dengan jelas getaran dalam suaranya. Lara masih berharap jika Rey sedang meng
"Aku tetap tidak mau Mas. Percuma Mas bicara apapun, aku tetap tidak mau."Lara langsung memeluk Rey dengan erat."Aku tidak mau pisah. Mas tidak bisa memaksakan hal itu padaku. Mas tau dengan jelas tidak ada perceraian di agama kita. Jikapun membatalkan pernikahan yang telah terjadi, tidak akan semudah itu, dan aku tidak akan pernah menyetujuinya." "Jika itu mengenai keselamatanmu, tentu saja akan dipertimbangkan oleh gereja. Mas akan mengurusnya.""Mas! Mas berpikir aku dalam bahaya jika bersama Mas, lalu apa Mas tidak berpikir bagaimana aku tanpa Mas, apa aku akan baik-baik saja?" Wajah Lara terlihat marah saat mengatakannya. Dia sudah jengkel Rey tetap mempertahankan kemauannya. Wajahnya kembali melembut, dia sedikit berjinjit mengalungkan tangan pada leher Rey. "Aku tetap menunggu Mas, di saat semua orang tidak yakin Mas akan datang tepat waktu, di hari pernikahan kita.""Aku percaya Mas jodohku, Tuhan pasti akan tetap menyatukan kita dalam pernikahan. Aku tetap menunggu sa
Angela tersenyum sumringah, langsung berlari menabrak lelaki di depannya yang masih mematung.Sementara Lara berusaha memasang telinganya di pintu, rasa penasarannya timbul, saat mendengar suara perempuan. Ingin segera membuka pintu itu dan melihat siapa yang sedang bersama dengan suaminya. Jantungnya tiba-tiba berdebar, tidak suka jika suaminya berdekatan dengan perempuan lain.Lara memutus kegalauannya dengan memindai seisi ruangan kamar itu. Dia melihat labtop di atas ranjang, rasa penasaran semakin menggodanya. Dia tahu jika labtop itu terhubung dengan CCTV. Lara membukanya namun terkunci dengan sandi. Dia mencoba masuk dengan tanggal lahir Rey, gagal. Lalu mencoba dengan tanggal lahirnya, gagal juga. Sesaat dia terdiam memikirkan sandi yang tepat.Lara mengetik nama lengkapnya dan tanggal kelahirannya, langsung terbuka. Senyum kemenangan terbit di bibirnya.Mata Lara membola saat melihat siapa yang sedang berada dengan suaminya."Kak Charlie, aku sangat merindukanmu," isak Angel
Sementara itu Alex yang baru memarkir motornya di basement apartemennya, langsung menuju ke unitnya.Dia terkejut saat dari jauh melihat seseorang yang sedang terduduk di depan pintu. Matanya menyipit memastikan."Lara?" Alex terkejut saat melihat Lara yang sedang duduk memeluk lututnya dengan wajah tertunduk.Lara mendongak dengan wajahnya yang basah dan mata yang membengkak."Hei, ada apa?" tanya Alex dengan nada kaget. Dia meraih tubuh Lara untuk berdiri.Dengan cepat Alex merogoh sakunya mencari kartu, menempelnya dengan segera, begitu pintu terbuka langsung membawa Lara masuk."Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan Rey?" Alex semakin penasaran, bukan mendapat jawaban dari Lara tapi istri sahabatnya itu malah semakin terisak. Langsung menarik Lara ke dalam dekapannya, sambil menepuk-nepuk pundak Lara menenangkannya. Alex membiarkan Lara melepas tangisnya, agar lebih tenang. Percuma juga dia menanyakan saat ini jika keadaan Lara terlihat masih syok."Ada apa?" tanya Alex lagi.Dia
"Maafin Mas, pasti kamu salah paham dengan kedatangan Angela," ucap Rey mengusap bibir Lara yang basah sembari duduk di sampingnya.Lara mengambil ujung bajunya dan membersihkan bibirnya. Dia sengaja melakukan itu, demi menunjukan kekesalannya. Lara teringat jika dia sedang memarahi suaminya itu. Kenapa juga tadi langsung dengan cepat membalas ciuman Rey. Seharusnya dia marah bukan sebaliknya. Lara merutuki tindakannya yang dianggap bodoh karena di hati kecilnya dia tidak bisa memarahi suaminya. Padahal sudah jelas-jelas Rey bermesraan dengan wanita lain."Jijik tau, habis nyentuh perempuan lain, langsung nyosor aja!""Jijik tapi kok langsung ditanggapi tadi."Lara mendelik dengan wajah tajam."Mas kok tau aku di sini!"Rey terkekeh, tentu saja Alex yang memberitahunya. Istrinya pasti sedang cemburu berat sampai tidak memikirkan hal itu.Rey mendekat dengan menyeret tubuhnya mengarah ke Lara tetapi istrinya itu menghindar, semakin menjauhkan dirinya. Rey tersenyum simpul menanggapi ti
Hengky memencet nomor yang ditujunya, hendak melakukan panggilan kepada seseorang yang sangat penting baginya. Orang yang saat ini menjadi satu-satunya orang kepercayaannya, yang akan menyelamatkan dirinya dan keluarganya.[Bagaimana keadaannya? Apakah dia sudah melewati masa kritisnya?] tanya Hengky pada seseorang di seberang sana dengan raut kuatir.[Sudah tuan Hengky. Masa kritisnya telah lewat cuma sampai saat ini belum sadarkan diri.][Tidak mengapa, yang terpenting dia sudah melewati masa kritisnya. Lakukan pelayanan yang terbaik. Apapun itu, lakukanlah saya tidak ingin kehilangan dia.][Bagaimana jika dia siuman dan ingin kembali lagi ke Indonesia?][Saya tidak ingin dia kembali lagi ke sini. Jika kita tidak menyelamatkan dia, tentu saja saat ini dia sudah tiada. Mereka semua pengkhianat, karna itu kedua orang tuanya tiada. Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.][Dia orang yang berdedikasi pasti akan kembali pada negara dan keluarganya.][Kamu tidak usah kuatir, ha
"Aku punya rahasia," bisik Lara.Alis tebal Alex tertaut, dengan wajah penuh tanya."Kamu ingin tau?"Alex mengganguk ragu."Mereka akan mengambil anak-anakku," bisik Lara tepat di telinga Alex."Jika aku bersedih mereka akan mengambil anak-anakku," ulang Lara dengan wajah serius."Jangan bilang-bilang sama mereka jika aku hanya berpura-pura bahagia, agar mereka tidak mengambil anak-anakku.""Janji kamu tidak akan memberitahu siapapun ya?"Alex mengganguk seperti orang kehilangan akal. Dengan mata lekat pada dua netra bening yang berselimut duka."Mereka siapa?""Dokter dan suster.""Dokter dan suster?""Ssttt ... jangan keras-keras, nanti kedengaran." Mata Lara melebar dengan telunjuk di bibirnya, seolah pembicaraan mereka sangat rahasia dan tidak boleh ada yang mendengarnya. Dengan mata melirik kiri kanan, kuatir ada orang lain di sekitar mereka.Alex menegakkan badannya bersandar di kursi, mengurut-ngurut pelipisnya yang berdenyut nyeri. Dia bingung dengan tingkah Lara yang ambigu,
"A-apa ini kamu, Bang?" tanya Alex sangsi, ketika melihat tubuh yang terbujur kaku dengan seragam kebanggaannya.Saat ini Alex sedang berdiri di depan peti jenasah, yang telah berada di rumah Lara. Baru saja ibadah penutupan untuk selanjutnya akan mengantar jenasah menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.Alex yang penasaran mencoba membuka penutup benda yang terbuat dari kayu jati itu dengan ukiran di tiap sisinya. Namun tidak bisa, memang sudah didesain demikian agar tidak lagi bisa terbuka, harus membuka memakai kunci khusus. Alex hanya dapat melihat tanpa menyentuhnya, penutupnya terdiri dari dua lapisan. lapisan teratas terbuat dari kayu yang melindungi lapisan bawahnya yang terbuat dari kaca tapi hanya sebagian saja, dari batas dada ke atas kepala."I-ini bukan kamu, Bang! Aku tau ini bukan kamu." Alex menggeleng tak percaya, karena wajah itu tak dikenalinya. Sudah tak utuh, dan ada perban yang menutupi sebagian wajahnya. Mungkin untuk menutupi agar terlihat lebih baik
Metha berdiri berusaha menenangkan putrinya, namun kedua kakinya pun melemah, hingga sempoyongan, mencengkram piggiran ranjang. Bibi Sri panik, cepat-cepat membantu Metha."Maaass, sakiiit!" lengking Lara dengan kedua tangan masih memegang perutnya, wajahnya terlihat menahan kesakitan yang luar biasa."Dokter, suster!" teriak Bi Sri sekuat-kuatnya, tidak peduli jika itu akan mengganggu pasien lainnya. Memperbaiki duduk Metha lalu menuju tombol menekannya berulang-ulang. Kembali menahan tubuh Metha jangan sampai terjatuh. Metha berusaha mempertahankan dirinya sendiri, kesadarannya hampir hilang, namun kekuatiran pada putrinya membuatnya berusaha untuk tetap sadar."Tolong!"Merasa tidak ada yang mendengar, Bi Sri berlari menuju pintu."Tolooong. Dokter, Suster!"Suara Bi Sri menggema di koridor yang sunyi itu. Memancing gerakan dari orang sekitarnya yang langsung keluar dari ruangan masing-masing. Beberapa orang sudah menuju ruangan Lara lalu berusaha menenangkan Lara dan Metha. Seba
Lara terbangun, melirik ke arah Metha dan kedua kakak perempuannya di samping. Dia tidak tahu jika ayahnya dan Alex sudah menuju bandara untuk penyambutan dan penyerahan jenasah. Sebentar kedua kakaknya akan ikut serta juga, tentunya secara diam-diam tanpa diketahui oleh Lara."Mi, apa belum dapat ponsel Dedek, Mi?" tanya Lara pada Metha yang sedang sibuk menyiapkan sarapannya.Metha menjadi panik mendapat pertanyaan seperti itu lagi dari Lara. Sebelumnya mereka selalu beralasan jika ponselnya belum ditemukan. Sekarang akan tampak mencurigakan bila mengatakan hal itu lagi. Alex sudah menyarankan jika sebaiknya ponselnya diberikan. Sama juga, jika Lara hubungi suaminya, tidak akan tersambung, karena sejak hari itu ponsel Rey tidak aktif lagi.Metha melirik pada kedua saudara Lara yang juga tampak bingung. Kebohongan apalagi yang harus mereka buat untuk menutupi semua itu."Sebentar, Bik Sri akan bawakan, katanya sudah ketemu Dek." Metha mengambil ponselnya, mengirim pesan untuk Bi S
Kenapa kamu mencintaiku," tanya Alex tiba-tiba.Tari menoleh ke arah Alex dengan mimik heran. Tidak biasanya Alex menanyakan hal itu."Kenapa aku mencintaimu?" Tari mengulangi pertanyaan Alex."Iya, kenapa kamu mencintaiku?""A-aku ... apa aku harus menjawabnya?""Aku bertanya karna ingin mendengar jawabannya,tentu saja kamu harus menjawabnya.""Aku .... "Alex mengangkat keningnya menanti jawaban Tari. Tatapannya menghanyutkan. Semua wanita yang melihatnya akan terhanyut dalam pesonanya. Satu-satunya wanita yang tidak terseret dalam arusnya hanya Lara, karena dia telah memiliki Rey. Namun kini Rey telah pergi, menciptakan ketakutan tersendiri bagi Tari."Karena sejak awal aku menyukaimu. Semakin hari semakin dalam, bukan sekedar menyukai ... tapi sudah sangat mencintaimu, dan ... hatiku tidak bisa berpaling pada yang lain." Kedua pasang netra mereka saling memindai."Kenapa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?" lanjut Tari.Alex berjalan mendekat. Serta merta membawa Tari dalam p
Tangan Alex menggenggam erat ponselnya hingga jari tangannya memutih. Dia baru saja menerima kabar jika jasat Rey telah ditemukan, bersama ketiga jasad lainnya.Sudah lima hari sejak penyambutan dua jenasah yang diterbangkan duluan. Hari ini baru mereka memberi kabar jika jenasah akan diterbangkan setelah melakukan persiapan di sana. Sesegera mungkin, paling terlambat besok, karena kondisi jasad yang tidak memungkinkan lagi untuk bertahan lebih lama.Dunia Alex kembali hancur, sangat terasa lebih hancur dari sebelumnya. Setelah berangan-angan ada sedikit harapan dengan belum ditemukan jasad Rey, masih ada asa saat itu. Berharap Rey berada di suatu tempat dengan nyawa yang masih berada di badannya. Ternyata itu hanya harapan kosong. Rey telah pergi, semuanya sirna sudah.Bagaimana dengan Lara dan kembarnya, bagaimana dengan amanat yang Rey tinggalkan tiap kali dia pergi satgas, bagaimana dengan Tari? Semua itu berkecamuk dalam pikiran Alex."Kenapa kamu menempatkan aku dalam posis
"Aku mau mengecek persiapan penyambutan Jenasah. Setelah urusanku beres kita akan membahasnya.""Kamu tidak berubah pikirankan, Lex?" Mata Tari yang berkaca-kaca mulai menciptakan kristal. Dia ingin segera mendapat jawaban Alex agar hatinya tenang.Alex menoleh ke dalam, Lara masih terlelap. Meraup wajahnya lalu berpaling ke arah Tari. Sesaat dia bimbang, lalu kemudian menarik Tari dalam pelukkannya."Kasih aku waktu dua hari ini, untuk mengurus segalanya. Setelah itu kita bertemu."Tari mengganguk terpaksa."A-aku .... Aku takut kamu berubah pikiran." Kristal bening itu luruh begitu saja. Alex trenyuh menatap Tari, diusap pelan butiran yang mengalir. Dia telah memiliki impian untuk menghabiskan masa tua bersamanya. Ruang hatinya hampir terisi penuh oleh Tari."Kamu pake apa ke sini.""Taksi. Kamu tau mobilku ada di bengkel. Tidak mungkin aku pake motor, karna kamu pasti marah."Tari pernah dua kali kecelakaan dengan motor hingga tulangnya patah, karena balapan. Hal yang disukainya du
[Aku lagi di rumah sakit, sedang menjaga Lara.] Tari dengan cepat membaca pesan Alex yang masuk. Saat tahu jika orang yang melamarnya sedang bersama wanita idamannya, hati Tari menjadi tak karuan. Apalagi dia baru saja mengetahui kabar gugurnya Rey dari ayahnya. Tari semakin tak tenang saat nomor Alex tak lagi aktif.Tari mencoba tidak berpikir berlebihan. Hal yang wajar jika Alex ada di rumah sakit karena istri sahabatnya pasti syok, mendengar berita suaminya. Apalagi saat ini sedang hamil. Tari ingin memahami hal itu, namun sisi dirinya yang lain sangat kuatir. Kini tidak ada halangan lagi bagi Alex jika dia ingin meraih hati Lara.Tadinya Tari ingin menanyakan berita tentang Rey, dia akan membahas hal itu setelah mereka bertemu namun rupanya sudah terjawab, Lara berada di rumah sakit pasti karena berita itu. Tari memukul-mukul pelan kepalanya berulang kali."Kenapa kamu masih memikirkan hal konyol seperti itu, sudah jelas-jelas akan menikah kenapa masih cemburu juga." Tari beru