"Athalia! Malam ini kita akan lembur. Masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan." begitulah ucapan Mahesa saat Athalia masuk ke dalam ruangannya untuk mengantarkan laporan.
Athalia tidak merasa keberatan, ia tahu jika pekerjaan memang menumpuk akhir-akhir ini. Maka dari itu ia pun mengangguk.
"Baik, Tuan Mahesa."
"Kalau begitu sekarang kau boleh pergi," kata Mahesa pada Athalia.
Athalia mengangguk, membalikan tubuhnya hendak keluar dari ruang kerja Mahesa.
Akan tetapi langkahnya terhenti saat lelaki itu kembali memanggilnya.
"Athalia! Tunggu!"
Athalia pun menoleh memutar kepalanya kepada Mahesa. Keningnya bertaut, entah apa maksud lelaki itu menghentikan langkahnya.
"Iya?"
Mahesa diam sejenak, menarik napasnya beberapa saat seakan ia merasa ragu untuk mengatakannya.
Sementara itu mata Athalia memicing, menunggu apa yang akan Mahesa katakan kepadanya.&nb
Di dalam apartmen, Athalia sedang gelisah menunggu kedatangan Mahesa yang sampai saat ini belum juga pulang ke apartmennya, padahal sekarang sudah pukul dua belas malam. Seharusnya Mahesa sudah pulang.Athalia duduk gelisah di atas sofa yang dekat dengan pintu masuk, sedari tadi matanya tak bisa lepas menatap daun pintu yang menutup di hadapannya.Kedua jemarinya saling bertaut resah di atas pangkuan, Athalia menanti Mahesa yang saat di kantor berpesan bahwa ia ingin melihat Athalia dalam balutan lingeri berwarna merah yang dulu pernah dibelikannya."Apa yang sedang Mahesa lakukan bersama dengan Kiran? Apa mereka akan menghabiskan malam berdua?" mengingat Mahesa yang belum juga pulang, membuat pikiran Athalia menjadi kacau. Benaknya berpikir yang tidak-tidak tentang Mahesa dan Kiran.Sebab yang terakhir Athalia ingat, Mahesa pergi berdua dengan Kiran untuk dinner entah di restoran mana.Tapi kemudian Athalia menggeleng
Mendengar ucapan Kiran yang menggodanya, Mahesa hanya mendengus kesal, sebelum kemudian ia melepaskan cengkeraman tangannya dari rahang wanita itu.Meskipun miliknya sudah berdiri sempurna, tetapi batinnya menolak untuk menyentuh Kiran. Justru bayangan tubuh Athalia menguasai pikirannya dalam sekejap mata."Kenapa kau melepaskan cengkeramanmu dari rahangku? Apa kau sudah luluh dengan tubuhku yang begitu menggoda? Jika kau ingin menjamahnya, mengapa harus ragu, Mahesa?" Kiran kembali mengeluskan jari-jemarinya di sekitar dada Mahesa yang bidang.Tubuh jangkung Mahesa semakin gerah, bahkan miliknya pun semakin berdenyut. Tetapi Mahesa malah menangkap kedua tangan Kiran dan menepiskannya dengan sedikit kasar."Sebegitu murahnya kah tubuhmu? Hingga kau menggodaku sampai seperti ini?" tanya Mahesa sambil melemparkan senyum mengejeknya ke arah Kiran.Namun Kiran yang sudah terlanjur mencintai Mahesa, sama sekali tidak peduli
Athalia menunduk dengan pipi yang merona, ia berada di sofa itu memang untuk menunggu Mahesa.Tanpa Athalia menjawab pun, Mahesa sudah bisa menebaknya hanya dengan melihat rona merah di kedua belah pipi wanita itu.Merasakan gairah yang semakin berkobar di dalam dadanya, Mahesa menggeram, menjepit dagu Athalia dengan menggunakan jempol dan telunjuknya. Kemudian mendongkakannya hingga membuat bola mata mereka saling bersinggungan dengan tatapan yang dalam.Athalia menelan ludahnya berat tatkala mata hazel indah milik lelaki itu terasa seperti menghipnotisnya, membekukan seluruh aliran darahnya. Tatapan Mahesa seperti memiliki kekuatan magis yang mampu meluluh lantakkan perasaannya.Untuk sesaat mereka terdiam dan hanya saling pandang satu sama lain. Sampai kemudian bisikan halus terdengar dari mulut Mahesa."I want you, Athalia. I want you and your body," bisiknya tepat di depan wajah Athalia, jarak hidung mereka telah terpan
Arini bisa melihat Mahesa yang mengusap sudut matanya dengan menggunakan ibu jari, lelaki itu menahan tangis ketika menceritakan tentang sosok Bik Atin.Wanita paruh baya itu selalu menjadi sosok pelindungnya sejak kecil. Bik Atin lah yang memeluk Mahesa setiap kali Mahesa mendapatkan ketidakadilan di dalam hidupnya.“Bik Atin itu siapa?” tanya Arini.“Malaikatku,” jawab Mahesa, dia tidak ingin mengatakan kalau Bik Atin adalah pembantunya. Mahesa terlanjur menganggap wanita paruh baya itu sebagai sosok malaikat pelindung.Arini mengulum senyum mendengar jawaban Mahesa. Baiklah, dia tidak akan mengorek tentang Bik Atin. Meskipun Arini merasa sedikit penasaran dengan sosoknya.Tapi dia harus berfokus pada Mahesa. Di sini, Mahesa lah yang menjadi peran utama di dalam kelamnya hidup yang menimpanya.“Maaf jika pertanyaanku kali ini akan menyinggungmu, tapi, apa kau tidak pernah sekali pun merasakan pelukan dari oran
Athalia tercenung, tapi ia mengangguk pelan dan mengangkat kedua tangannya untuk membalas pelukan Mahesa.Sejujurnya, Athalia merasa sangat nyaman dalam pelukan lelaki itu. Namun tingkah Mahesa yang aneh setelah selesai konsul dengan Arini, membuat Athalia merasa kebingungan.Dengan masih memeluk tubuh Athalia yang mungil, Mahesa kembali berkata. “Kau benar, Athalia. Setelah meluapkan semuanya, sekarang hatiku merasa lega. Setidaknya setengah dari beban di hatiku sudah hilang. Aku makin bersemangat untuk bisa sembuh dari semua trauma ini. Aku ingin bisa menjalani kehidupan yang normal seperti orang lain tanpa gangguan dari masa laluku yang pahit. Aku ingin bahagia. Aku ingin bahagia, Athalia. Kau dengar itu, ‘kan? Aku ingin bahagia.”Mata Athalia berkaca-kaca. Mahesa sampai mengulangi kalimatnya beberapa kali saking dia ingin mewujudkan impiannya.Semua belenggu masa lalu yang merantainya harus segera sirna. Mahesa sangat ingin men
“Perutku lapar sekali. Ini aneh. Kenapa aku selalu merasa lapar di tengah malam.” Athalia bangun dari tidurnya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk.Matanya melirik ke arah Mahesa yang sedang tidur di samping ranjang. Lelaki itu telungkup, Mahesa langsung pulas setelah percintaan mereka.“Mungkin masih ada makanan di kulkas. Aku akan ke dapur.” Athalia menyibak selimutnya, lalu bergerak pelan saat turun dari ranjang. Dia tak mau mengganggu tidur Mahesa yang lelap.Setelah mengenakan sandal tepleknya, Athalia berjalan keluar kamar. Tujuannya saat ini adalah dapur.Ketika langkahnya tiba di dapur, senyum lebar langsung merekah di bibir manisnya saat ia mendapati sebuah cokelat terlihat begitu menggoda perutnya.“Wah, ada cokelat! Ini milik Mahesa. Tapi dia pasti tidak akan apa-apa jika aku memakannya.” segera Athalia mengambil cokelat itu dan mengunyahnya.“Eumhh … rasanya enak sekali. Cokelat
“Benarkah? Apa semalam aku mendengkur?”Rasanya Athalia tertawa mendengar pertanyaan itu. Sejak kapan Mahesa peduli dengan tidurnya mendengkur atau tidak.Namun Athalia tetap menjawab dengan gelengan kepala.“Tidak. Tidurmu sangat elegan,” jawab Athalia lagi. Mahesa memutar bola matanya, kemudian matanya melirik ke arah kamar, dimana jam dinding terpajang di sana.“Ini sudah jam enam, ‘kan? Sepertinya kita bangun kesiangan. Kita harus pergi ke kantor, Athalia. Aku ada meeting siang ini, bukan?” kata Mahesa lalu bertanya pada Athalia.Athalia kembali mengangguk. “Ya. Kau benar. Kalau begitu aku akan mandi sekarang.”Athalia hendak melangkah menuju kamar, namun Mahesa menangkap tali outer dari gaun malam yang Athalia kenakan, kemudian sengaja menariknya hingga terlepas.Menyadari outer gaun malamnya terlepas, Athalia segera berbalik dan mengerutkan keningnya ke arah Mahesa.
“Papa hanya ingin memintamu untuk datang ke perusahaan Papa sekarang juga, Mahesa!” perintah Leuwis dengan suaranya yang tegas.Alis Mahesa terangkat sebelah.“Untuk apa?” tanya Mahesa.“Jangan banyak bertanya, pokoknya datang saja dan lakukan apa yang Papa minta!” tekannya yang seolah memperlakukan Mahesa selayaknya robot yang bisa ia kendalikan.Mahesa mendengus. “Kalau aku tidak mau, bagaimana?” tantang Mahesa, dagunya terangkat, ia sengaja mempermainkan Leuwis.Terdengar suara menggeram di seberang telpon, mungkin Leuwis merasa kesal dan marah begitu mendengar Mahesa yang malah menantangnya.“Jangan mencoba menguji kesabaranku! Aku hanya memintamu datang, itu saja!”“Tapi masalahnya aku tidak mau. Maaf, Pa. Banyak sekali pekerjaan yang harus kuselesaikan. Jadi aku tidak akan menuruti perintah Papa. Aku tidak akan datang ke sana. Sampai jumpa!”TUT