Mahesa juga segera mengatakan bahwa ia tidak ingin berdebat dengan Leuwis.
Tentu saja! Leuwis selalu bisa mengalahkannya dengan mengungkit semua masa lalu terburuk yang pernah Mahesa alami. Masa lalu yang sangat tidak ingin Mahesa ingat. Saat ia dipukul, ditampar, dilempari barang, diabaikan kedua orang tuanya, atau ditinggalkan oleh ibunya demi seorang lelaki kaya raya, semua itu adalah kenangan pahit dalam masa lalu Mahesa.
Setiap kali mengingat serpihan kenangan dalam masa lalunya, Mahesa pasti akan merasa sangat ketakutan dan parahnya, ia tidak bisa mengendalikan rasa takutnya itu.
‘Mengapa kau memukuli Ayaz? Kau membuatnya babak belur, Mahesa! Sejak kapan kau bersikap seperti seorang preman? Sudah kubilang, jangan pernah mencoba keahlian bela dirimu pada Ayaz! Dia itu saudaramu!’ tanya Leuwis dengan
Athalia menggelengkan kepala, sembari mengibaskan sebelah tangannya di depan wajah.“Hah, paling juga aku salah mendengar.” kakinya kembali melangkah, tetapi lagi-lagi Athalia mendengar sesuatu.“Aa … tha … lia … “ kali ini seperti suara pelan yang memanggil namanya.“Itu suara Mahesa!” Athalia berseru, ia berbalik dan mencoba mencari di mana sumber suara tersebut.Saat melihat ke balik meja kerja Mahesa, Athalia langsung membeliakan matanya. Ia terkejut seraya menutup mulutnya dengan sebelah telapak tangan.“Mahesa! Kau kenapa? Apa yang terjadi padamu?!” pekik Athalia, segera berjongkok dan menaruh kepala Mahesa ke atas pangkuannya.
“Tentu saja aku pergi ke kontrakan mereka. Mengapa kau bisa mengira aku berbohong? Kau bisa menanyakannya pada ibuku jika kau mau,” tantang Athalia agar Mahesa percaya pada kata-katanya.Tapi dalam hati, Athalia menjerit, tentu saja ibu dan adiknya tidak akan tahu apapun karena Athalia tidak pernah menemui mereka hari ini.Mahesa menyipitkan matanya, menatap Athalia dengan tatapan menyelidik. Lelaki itu malah mendekatkan wajahnya, menghirup aroma dari tubuh Athalia. Dan hal itu membuat Athalia merasa heran.‘Apa yang sedang Mahesa lakukan?’ tanyanya dalam hati.“Tapi mengapa aku tidak mencium—wangi parfum Yasna di tubuhmu? Biasanya jika kau habis pergi mengunjungi ibu dan adikmu, aku selalu bisa mencium—wangi parfum buah milik Ya
Mahesa baru saja menyentuh Athalia. Tapi lelaki itu tidak langsung menjatuhkan dirinya ke samping, Mahesa membiarkan tubuhnya tetap di sana.Posisi seperti itu membuat jarak di antara wajah mereka sangat dekat, membuat mereka bisa saling berbagi napas satu sama lain.CUP!Mahesa mendaratkan ciumannya di kening Athalia. Sedang Athalia memejamkan matanya, merasakan sentuhan bibir Mahesa yang terasa hangat dan lembut.“Kamu sangat seksi, Athalia,” bisiknya di telinga kiri Athalia.Athalia tidak tahu apakah Mahesa sedang memuji dirinya atau hanya sedang merasa puas setelah mendapat pelepasannya.‘Apakah Mahesa selalu mengatakan itu pada setiap wanita yang
Ayaz memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Oh. Ternyata bossmu marah, Athalia. Mungkin dia tidak senang melihat tanganku menyentuh kulitmu yang lembut," kata Ayaz pada Athalia.Tapi Athalia enggan menanggapi. Ia hanya berkata."Maaf, Tuan Ayaz. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Permisi!"Athalia segera menarik dirinya dari hadapan Ayaz, lalu duduk di balik meja kerjanya.Melihat itu, Ayaz menarik sebelah sudut bibirnya. Tapi kemudian ia memutar tubuh dan melangkah memasuki ruang kerja Mahesa."Bisakah kau tidak usah datang ke kantorku saat aku tidak mengundangmu!" Mahesa melayangkan ucapan ketusnya."Kenapa begitu, Kak? Aku hanya in
Siang ini, Mahesa dan Athalia duduk di salah satu meja restoran mewah yang ada di Jakarta. Di seberang mereka, tampak seorang lelaki yang cukup tampan lengkap dengan stelan kantornya yang membuatnya makin menawan.Meski begitu, ketampanan seorang Mahesa tetap saja tak terkalahkan.Lelaki itu adalah Arthur, klien Mahesa. Saat ini Mahesa memang sedang mengadakan pertemuan dengan kliennya."Wah, Tuan Mahesa. Aku tidak tahu kalau ternyata kau memiliki sekretaris yang sangat pintar dan cerdas. Jujur, aku merasa terkesan setiap kali mendengar penuturan Nona Athalia mengenai kinerja perusahaanmu," ucap Arthur pada Mahesa, tapi matanya mengedip ke arah Athalia.Hal itu membuat Mahesa tak suka. Tapi karena Arthur adalah kliennya, maka Mahesa pun harus memaksakan senyumnya.
"Jadi kau marah karena Tuan Arthur? Apa kau cemburu?" tanya Athalia, ia bisa melihat wajah Mahesa langsung memerah.Sementara Mahesa melebarka mata, terkejut mendengar pertanyaan Athalia."Siapa yang cemburu? Aku hanya tidak suka saat sekretaris dan klienku bersikap tidak profesional. Kita mengadakan pertemuan di restoran ini untuk membahas soal pekerjaan. Bukannya malah membicarakan masalah yang tidak penting!""Lalu kenapa kau marah padaku? Bukankah Tuan Arthur yang sudah bersikap tidak profesional? Sebagai sekretarismu, aku hanya berusaha menjaga sikap agar tidak membuat klien tersinggung. Apa kau menganggap yang kulakukan itu salah?""Ya! Jelas salah!" tegas Mahesa, rahangnya mengetat di depan wajah Athalia.
'Tuan Mahesa? Kau? T-tapi bagaimana bisa kau memegang ponselnya Athalia?' Arthur syok."Siapa yang bilang kalau yang kau hubungi ini adalah ponsel milik Athalia? Ini adalah ponselku!" tegas Mahesa.'Kau sendiri yang mengatakannya saat memasukannya ke ponselku!' sanggah Arthur.Senyum yang tercetak di bibir Mahesa semakin lebar."Dan kau percaya begitu saja? Heh! Aku tidak menyangka, ternyata kau tidak sepintar yang kukira." Mahesa terkekeh, sementara Arthur terdengar bersungut-sungut di seberang sana.Jelas saja Arthur kesal pada Mahesa. Padahal Arthur pikir yang akan ia hubungi adalah Athalia. Siapa sangka, ternyata telponnya malah tersambung pada nomor Mahesa.'Kau sedang
“Jangan menertawakanku, Athalia! Aku ini bossmu! Apa kau tidak takut kupecat?” tapi Athalia terlalu puas tertawa, kata-kata Mahesa barusan seperti tersapu oleh angin lalu. Hingga Athalia tak mendengarkannya.“Ck! Wanita itu!” seketika sebuah ide terlintas dalam benak Mahesa, bibirnya mengukir senyum licik.Dengan sengaja Mahesa mengusap wajahnya, lalu mendekati Athalia.“Aaakhh. Mahesa! Apa yang kau lakukan?” Athalia menjerit, Mahesa membuat wajahnya menjadi hitam dan kotor.“Hahaha! Tadi kau terlalu puas menertawakanku. Sekarang rasakan! Giliranku yang menertawakanmu. Lihatlah, Athalia! Wajahmu sudah mirip seperti badut! Hahaha!” Mahesa tergelak.Sambil memegangi wa
Mahesa menatap pada dokter dengan sorot penuh harap. Dan dokter itu menarik napas sebelum akhirnya berkata.“Keadaan Nyonya Athalia tetap sama. Tapi kita masih bersyukur operasi ini tak memperparah kondisinya. Setelah pulih dari melahirkan, Nyonya Athalia sudah bisa melakukan terapi kankernya di Indonesia. Dia wanita yang kuat, tak banyak yang berhasil bertahan sampai di titik ini,” ungkap dokter itu yang akhirnya membuat Mahesa mendesah lega.Mahesa sangat kagum pada Athalia. Kini ia menatap wajah bayi mungilnya yang tampak memerah. Bayi itu menangis, lalu perawat mengambil alihnya dari tangan Mahesa.“Maaf, Tuan. Kami harus segera memindahkan bayi perempuan Anda ke ruang inkubator.”Mahesa mengangguk mendengar ucapan perawat itu. “Boleh aku ikut mengantar bayiku?” tanya Mahesa, seakan tak rela jika harus berpisah barang hanya sejenak dengan malaikat kecilnya.Perawat dan dokter itu saling pandang,
Meski usia kandungan Athalia baru menginjak delapan bulan, namun dokter menyarankan agar bayi Athalia segera dikeluarkan dari kandungannya. Karena akan makin membahayakan kondisi Athalia.Awalnya Athalia sempat menolak dan berdebat kecil dengan Mahesa. Athalia takut terjadi hal buruk pada bayi mungilnya andai dilahirkan premature. Namun Mahesa bersikukuh meyakinkan bahwa dokter tahu yang terbaik. Mahesa juga takut terjadi hal buruk pada bayinya. Tapi ia lebih takut kehilangan Athalia.Akhirnya Athalia luluh setelah Mahesa meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja.Dean dan Narsih sudah ada di rumah sakit. Mereka berdua datang ke Jerman. Sedangkan Yasna, Dirly dan keluarga Dean masih di Indonesia. Sengaja sekali Dean tak mau memberitahukan kabar Athalia yang akan dioperasi ini pada mereka agar tak merasa khawatir.“Mahesa, jangan pergi!” Athalia menggenggam erat tangan Mahesa saat perawat mendorong ranjangnya menuju ke ruang operasi.
“Dia baik-baik saja.” dokter berkata pada suster setelah ia memeriksa keadaan Athalia.“Tapi dia mengigau terus, dok.”“Tidak apa. Selama kondisinya stabil. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” pungkas dokter yang menangani Athalia. Dokter itu bernama Dokter Greg.Suster itu mengangguk. “Baik, dokter. “ sebenarnya suster itu khawatir terjadi apa-apa pada Athalia, juga karena ia dibayar oleh Dean untuk terus memantau kondisi Athalia dan menginformasikan setiap perkembangannya.Tepat di saat dokter baru saja akan berbalik keluar dari ruangan itu, tiba-tiba mereka mengerutkan kening saat melihat sosok lelaki yang tak dikenal, melangkah memasuki ruang ICU dan menghampiri ranjang Athalia.“Siapa dia?” dokter berbisik pada suster.“Saya tidak tahu, dok,” balas suster itu menggelengkan kepala.Lelaki asing itu adalah Mahesa. Yang ketika melihat pintu ruang ICU tak di
Tak ingin membuang waktu, Mahesa langsung mengurus keberangkatannya ke Jerman. Dan sebagai seorang ayah yang telah mendukung Mahesa, Leuwis turut membantu segala persiapan putranya.Kini mereka pun telah tiba di bandara. Sebelum masuk ke gate penerbangan, Leuwis menggenggam tangan kanan Mahesa dengan erat.“Apa kau yakin Papa tidak perlu menyusulmu ke sana?” tanya Leuwis, yang sebenarnya ingin ikut.“Tidak perlu, Pa. Papa tunggu saja di sini dan berikan doa yang terbaik untukku.” “Itu pasti. Kau tak perlu memintanya. Papa akan selalu mendoakanmu.”Mahesa tersenyum, sesaat memeluk ayahnya, sebelum kemudian mengurai pelukan dan pamit untuk pergi.Leuwis menghela napas pelan sambil melambaikan tangan, melepaskan kepergian Mahesa yang kini telah menghilang dari pandangan mata.“Semoga keberuntungan dan kebahagiaan selalu menyertaimu, Mahesa,” gumam Leuwis.***Tiba
Meski sudah larut malam, Dean tak bisa tidur. Ia masih duduk di ruang tengah sambil menonton TV.Namun, tiba-tiba terdengar suara bell rumahnya yang berdenting.“Ck! Siapa yang bertamu di malam-malam buta begini.” Dean bergumam lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu utama.Saat pintu itu dibuka, Dean langsung menghembuskan npaas kasar ketika melihat sosok Mahesa yang berdiri di hadapannya dengan penampilan yang cukup berantakan.Sepertinya Mahesa habis berkelahi. Terlihat dari rahang dan sudut bibirnya yang lebam dan berdarah.“Apa kau sudah gila? Bisakah kau bertamu di waktu yang tepat?” Dean menyindir, baru saja ia akan kembali menutup pintu rumahnya namun tangan Mahesa lebih dulu menahannya dengan kuat, hingga Dean menyerah dan pintu itu pun kembali terbuka lebar.“Sebenarnya apa maumu?” sentak Dean, kesal.“Aku mau kau beritahu aku di mana Athalia berada?” tegas
Leuwis tak sanggup saat melihat Mahesa yang sedang kacau seperti ini.“Mahesa,” desah Leuwis bersimpuh duduk di samping Mahesa dan membuat Mahesa membuka kedua matanya hingga bertemu pandang dengan bola mata ayahnya.“Pa … “ Mahesa berbisik pelan. Namun kedua matanya menyiratkan kesedihan. Terihat dari matanya yang memerah dan berkaca-kaca.“Kemarilah, Nak! Kemarilah!” Leuwis membuka tangannya lebar-lebar.Mahesa tahu isyarat itu. Ia pun beringsut duduk dan segera masuk ke dalam pelukan Leuwis. Menghambur memeluk tubuh Leuwis dan menumpahkan tangisnya di dada ayahnya.Mahesa menangis tanpa suara. Hanya saja Leuwis merasa bagian depan bajunya yang basah.“Pa, aku telah kehilangan dia! Aku telah kehilangan Athalia dan anakku! Athalia sedang hamil, Pa. Dia hamil darah dagingku. Berkali-kali aku membujuknya tapi dia tak mau kembali. Aku terlalu banyak menyakitinya. Aku ini lelaki bejat yang sangat menji
Hanya sebentar Leuwis dirawat di rumah sakit. Ia pun sudah boleh pulang ke rumahnya.Selama ada di rumah sakit, tak ada satu pun anggota keluarganya yang menjenguknya selain Mahesa.Entah karena memang mereka tidak tahu Leuwis dirawat, atau mungkin karena mereka tidak peduli sama sekali terhadapnya.Yang jelas, Leuwis merasa kecewa. Ayaz melihat dirinya yang hampir mati, namun sama sekali tak berniat menolongnya.Justru Mahesa lah yang melarikannya ke rumah sakit dan menemaninya meski mereka hanya saling diam dan tak ada satu pun yang berani bicara.“Kau gila, Ayaz! Kau berani melakukan itu pada Papamu? Bagaimana kalau dia masih hidup lalu mengusir kita semua dari rumah ini?”Baru saja Leuwis akan membuka pintu kamar Ayaz untuk menegur anak tirinya itu, namun gerakan Leuwis terhenti saat ia mendengar suara Jessica yang sepertinya sedang berbicara dengan Ayaz.“Masa bodo tentang Leuwis. Dia bukan Papaku. Aku bosan hidup di ba
“Selama ini aku bekerja untuk memenuhi hidupmu dan keluarga kita. Tapi mengapa kau tak menghargaiku? Setidaknya bantu aku untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Bukannya malah menambah masalah di kepalaku!” sentak Leuwis dengan keras.Leuwis marah, tentu saja.Bisa dibilang, Ayaz adalah anak tertua setelah Mahesa. Meskipun Ayaz hanya anak tirinya. Namun Leuwis pikir, sudah sepantasnya Ayaz ikut mengemban tanggung jawab untuk mengurus perusahaan dan membantunya.Bukannya malah hanya berfoya-foya.“Apa masalahnya, Pa? Aku memanggil dua wanita penghibur itu untuk sedikit menyenangkanku. Bagaimana aku bisa bekerja jika hatiku tidak senang?” Ayaz berkata dengan wajah santainya.Membuat bola mata Leuwis melebar.“Tapi kau bisa bersenang-senang di waktu dan tempat yang tepat! Tidak dalam situasi seperti ini!” Leuwis masih tak habis pikir. Ayaz sempat memikirkan kesenangannya di saat mereka terancam hid
Langit terlihat begitu mendung. Tak secerah tadi pagi, dimana saat mereka asyik bermain sepak bola di halaman belakang rumah Dean.Kini Dean melamun, menatap nanar pada wajah Athalia yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dean menungguinya. Ia mengusir halus semua orang yang hendak ikut menemani Athalia di rumah sakit, termasuk Narsih dan Yasna.“Athalia, kau harus berjanji padaku! Kau akan tetap hidup sampai nanti, sampai Dirly dan anakmu dewasa. Sampai kau berhasil mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya. Jangan pernah pergi sebelum semua itu terjadi. Berjanjilah padaku, Athalia!” Dean meraih tangan kanan Athalia, lalu menciumi jemarinya.Lelaki bertubuh kekar itu tak bisa menahan saat air mata meluruh jatuh melewati pipinya.Hari ini, saat Athalia dibawa ke rumah sakit, dokter memberitahu sebuah kabar yang membuat semua orang terkejut. Tak menyangka. Bahkan terluka.Bagaimana tidak, dokter mengatakan Athalia menderita kanker darah. Dan tak s