"Lepaskan aku!" teriak seorang wanita yang terus memberontak di tangan dua pria berbadan kekar, tubuhnya dipaksa masuk ke dalam mobil.Mobil hitam itu melaju membelah jalanan kota New York, berhenti di depan sebuah rumah yang tampak suram berada jauh dari pusat kota. Wanita tadi dipaksa turun dari kendaraan, langkahnya terhenti sejenak, tapi dua orang kembali menariknya paksa untuk memasuki rumah."Lepas!" bentak Elsa, dua orang melepaskannya dan Elsa mendapati seorang pria yang dengan kasar meletakkan dokumen di atas meja."Tempat ini sudah dijual." kata pria itu dengan nada dingin.Elsa terpaku, meraih berkas yang baru saja dilemparkan di depannya. Saat matanya menyusuri angka-angka di atas kertas, bibirnya bergetar, tenggorokannya tercekat dan tatapan matanya kaget.“Apa-apaan ini?!” serunya."Tanda tangani surat itu, dan kami akan mengantarkanmu ke tempat tinggal barumu." perintah pria tersebut dengan nada tak sabar.Elsa tidak bisa menahan keterkejutannya, beberapa saat lalu ia d
Berada di tempat baru membuat Elsa tidak bisa tidur. Ketika matahari mulai terbit, Elsa terkejut melihat pemandangan dari jendela. Kegelapan yang ia lihat semalam ternyata menyembunyikan keindahan yang luar biasa."Elsa, ikut denganku sebentar," ucap wanita paruh baya yang semalam mengantarkan Elsa ke kamar itu. Dengan patuh, ia mengikuti wanita tersebut.Rumah itu ternyata sangat besar dan luas, saat langit terang maka pemandangan furnitur di rumah tersebut terlihat lebih jelas dan mewah. Tidak bisa dipungkiri kalau Elsa pun pada akhirnya terpesona oleh rumah itu."Mulai sekarang kamu akan bertugas untuk membersihkan rumah di bagian sisi kanan. Di rumah ini tidak memiliki banyak pelayan, dan apapun yang kamu lihat secara tidak sengaja, berpura-puralah tidak tau."Elsa mengedarkan pandangan, rumah sisi kanan yang dimaksud termasuk kamar dari pemilik rumah. Elsa melihat denah rumah tersebut yang ditunjukkan oleh wanita bernama Marley, bagaimana bisa rumah sebesar ini hanya ditinggali o
Hari pertama Elsa bekerja di kediaman Dustin, ia baru menyadari kalau tempat tersebut ada di tengah-tengah sebuah pulau, dimana bahan makanan yang didapat dari hasil para pelayan menanam dan juga sebagian dikirim langsung melalui helikopter.Tidak ada kendaraan laut atau darat, tempat tersebut sangat sulit diakses dan mungkin juga tersembunyi dari peta dunia. Elsa tidak pernah melihat kalau ada pulau seperti ini ketika menjelajah peta melalui ponselnya.Pantas saja Marley sempat berkata kalau Elsa akan sulit keluar dari sana. Rupanya memang benar, satu-satunya akses untuk keluar masuk pulau adalah menggunakan kendaraan udara."Jadi selama ini Dustin tinggal begitu jauh dari peradaban manusia pada umumnya? Dia tidak tau internet, dia tidak tau mall atau sesuatu yang ada di kota besar. Dia bahkan tidak pernah melihat gedung pencakar langit." batin Elsa turut merasa kasihan.Tapi ketika ia bekerja di balkon untuk membersihkan lantai, Elsa melihat Dustin sedang olahraga di luar ruangan. J
Hari demi hari berlalu, Elsa mulai memahami aktivitas apa yang sering kali Dustin lakukan setiap hari. Walaupun tidak ada internet atau akses untuk menggunakan media elektronik, tapi Dustin sangat rajin sekali membaca buku.Ada sebuah ruangan yang Elsa masuki, semua yang ada di ruangan itu adalah buku yang membahas tentang bisnis. Namun untuk apa Dustin belajar tentang bisnis kalau pria itu terkekang di dalam penjara yang ada di tengah pulau seperti ini?"Apa yang kamu lakukan di sini?" Elsa berjingkrak kaget, ia sampai tidak sengaja menjatuhkan buku yang sedang ia pegang. "Tidak ada, saya hanya tertarik dengan buku yang ada disini. Kalau begitu saya akan melanjutkan pekerjaan, permisi." buku tadi segera Elsa ambil dan simpan ke tempatnya semula lalu bergegas pergi.Dustin sempat memperhatikan, tapi pria itu mengabaikannya selama Elsa tidak merusak benda apapun yang ada di rumah itu."Elsa, bisa kamu bantu aku membawa beberapa sayur yang baru dipetik?" seru pelayan Marley."Baik." jaw
Pagi itu Elsa bertugas merawat tanaman bunga, memastikan bunga yang sudah mati untuk diganti yang baru. Berhubung taman yang Elsa rawat menghadap laut, saat ini ia melihat kalau Dustin tengah lari pagi di pinggir pantai.Tanpa sadar Elsa diam memperhatikan. Ia penasaran, apa Dustin tidak bosan menghabiskan waktu di pulau seperti ini sendirian, tanpa akses untuk ke dunia modern di luar sana."Aku baru tiga minggu di tempat ini, dan aku sudah sangat bosan. Rasanya ingin kembali ke kota, tapi aku tidak tau bagaimana caranya untuk pulang." Elsa hanya pasrah, ia pun menyelesaikan pekerjaan dengan baik sebelum masuk ke rumah.Saat itu Marley terlihat baru saja keluar dari kamar Dustin membawa pakaian kotor, wanita paruh baya itu hanya tersenyum simpul dan melewati Elsa tanpa mengatakan apapun."Semua penghuni di rumah ini sedikit aneh, Nyonya Marley kadang baik padaku, tapi di waktu yang berbeda dia seperti orang asing yang tidak aku kenal." Elsa menggelengkan kepala, ia masih harus members
Setelah langit cerah, Elsa kembali menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, sesekali ia teringat akan mimpinya semalam, yang terasa begitu nyata hingga hampir seperti bukan mimpi."Elsa, sebentar lagi akan ada barang yang datang. Tolong bantu aku mengemasinya untuk persiapan beberapa minggu ke depan." kata pelayan Marley.Elsa mengangguk patuh. Dua jam kemudian, suara helikopter terdengar mendekat. Dua pria dewasa menurunkan barang-barang dari helikopter dan membawanya masuk ke dalam rumah. Saat itu, Elsa melihat Dustin di balkon lantai dua, memperhatikan helikopter dengan ekspresi datar."Nyonya Marley, apa Tuan Dustin sering seperti itu? Apa dia tidak punya keinginan untuk pergi keluar dari pulau ini?" tanya Elsa penasaran.Pelayan Marley meletakkan barang bawaannya lalu menatap Elsa. "Tidak mudah keluar dari tempat ini, Elsa. Kalau memang Dustin ingin pergi dari tempat ini, memang dia bisa kemana? Pulau ini adalah tempat tinggalnya dari dia masih kecil hingga tumbuh dewasa sepe
Elsa mengamati Dustin dari lantai dua. Pria itu sedang bersantai di teras, menikmati secangkir teh pagi sambil membaca buku. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di lantai dua, Elsa turun ke lantai satu untuk melanjutkan tugas lainnya.Saat itu, Dustin masuk ke dalam rumah, dan keduanya berpapasan."Tidurmu nyenyak di rumah ini?" tanya Dustin, suaranya lembut.Elsa sedikit heran mengapa Dustin tiba-tiba menyapanya lebih dulu, namun ia menjawab dengan anggukan. "Sepertinya aku mulai terbiasa tinggal di sini," jawabnya dengan senyum tipis.Dustin tiba-tiba memperhatikan leher Elsa, keningnya mengernyit. "Ada apa dengan lehermu?"Refleks, Elsa menutup lehernya dengan telapak tangan. "Oh, itu... Aku juga tidak tahu. Mungkin saat tidur ada serangga yang menggigitku," katanya dengan nada tak yakin.Dustin mengangguk singkat, kemudian melangkah pergi tanpa bertanya lebih lanjut. Elsa memperhatikan bahu lebar Dustin yang menjauh. Tubuh pria itu mirip dengan sosok dalam mimpinya, tubuh tinggi dan
Rencana Elsa gagal total, ia tidak ingat sejak kapan dirinya ketiduran. Begitu bangun, lagi-lagi langit sudah terang. Semalam ia tidak ingat apa yang terjadi, namun bagian tubuhnya terasa seperti sebelumnya dimana bagian dadanya nyeri seperti diremas oleh seseorang."Elsa, kamu sakit?" tanya pelayan Marley, dengan nada khawatir."Oh, tidak. Aku hanya bermasalah dalam tidur," jawab Elsa sambil menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan kekhawatiran Marley.Semalam Elsa ingat bahwa setelah minum, dirinya duduk hingga larut malam. Namun, entah kenapa ia ketiduran begitu saja. Rasa penasarannya mengarah pada air minum yang selalu ia siapkan di meja.Kelihatannya, malam ini Elsa tidak perlu minum untuk tidur. Itu adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui apakah ada masalah dengan air tersebut atau memang hormon dalam dirinya yang membuatnya mudah mengantuk setelah minum."Aku merasa ada yang tidak beres dengan rumah ini, pasti ada rahasia besar yang belum aku ketahui," pikirnya.Malam ha