Aku gak update dulu besok ya, badan lagi kurang sehat. Untuk info cerita baru Silan, bisa di fesbuk (Silvia Lanisa) Terima kasih~
Kabar kematian Blenda bagaikan pukulan untuk Dustin, beberapa saat lalu dia masih bicara dengan Blenda dan sekarang wanita itu sudah meninggal? Rasanya sulit di percaya, ini terasa seperti kejahilan asisten pribadi Blenda untuk memberikan kejutan.Namun ternyata tidak, setelah Dustin dan Elsa buru-buru ke rumah sakit, mereka melihat tubuh Blenda sudah tertutup oleh kain di sekujur tubuhnya dengan alat medis yang sudah di lepaskan semua."Saat Anda pulang, kondisi Nyonya drop. Dokter tidak bisa membantu, karena Nyonya kini sudah tidak bisa diselamatkan." kata asisten pribadi Blenda.Dustin melihat wajah Blenda, wajah pucat yang tidak bernyawa. Namun, senyum Blenda beberapa saat lalu masih terlintas di ingatan Dustin. Saat dimana senyum itu terukir ketika melihat anak-anak memanggilnya ibu."Anda tidak menepati janjimu, Nyonya Lawson. Anda bilang ingin melihatku memiliki anak, tapi sebelum anakku lahir, Anda malah meninggalkan kami semua." lirih Dustin.Dari samping, Elsa menepuk pundak
Beberapa bulan telah berlalu, meskipun Dustin gagal menjadi CEO di perusahaan Dawson. Tapi ia punya kesempatan yang jauh lebih baik dengan melanjutkan bisnis milik Blenda, dalam kurun waktu tiga bulan yang Dustin kerjakan, ia bisa menaikkan presentasi pendapatan beberapa persen. Itu jelas sebuah kemajuan yang membanggakan, lebih dari itu, ada satu hal lagi yang jauh lebih membahagiakan bagi Dustin. Yaitu tinggal menunggu beberapa hari lagi, Elsa akan melahirkan anak pertama mereka.Seperti yang Dustin katakan sebelumnya, ia akan membuatkan kamar khusus untuk anaknya. Beberapa perlengkapan sudah di beli, dan hari itu juga Dustin menyiapkan kamar untuk calon buah hatinya dengan semangat tanpa bantuan dari orang lain.Dustin menuntun Elsa duduk, perhatian yang Dustin berikan sungguh luar biasa bagi Elsa sehingga yang ia dapatkan setiap hari adalah kenyamanan, "Duduklah, jangan banyak bergerak. Aku harus memastikan kalian aman," ucap Dustin."Apa kamar untuk anak kita sudah selesai?" tany
Alasan Dustin memberikan nama tersebut untuk putranya adalah karena ia ingin mengenang nama Blenda di balik nama Jacob, putra pertama Dustin. Alih-alih memberikan marga 'Dawson' untuk nama belakang, Dustin justru memilih nama 'Lawson'.Dari awal juga Dustin tidak pernah menggunakan marga Dawson di belakang namanya, apalagi Elsa juga tidak keberatan ketika Dustin memberikan nama Jacob pada putranya.Setelah dua hari di rawat di rumah sakit, Dustin akhirnya membawa Elsa pulang ke rumah. Kini mereka tinggal di rumah Blenda, rumah yang tidak begitu besar tapi juga tidak kecil. Halaman belakangnya luas, jika anak mereka bisa berjalan maka halaman belakang bisa menjadi tempat bermain yang luas."Bagaimana cara kita merawat bayi? Aku sama sekali belum pernah merawat bayi sebelumnya," ucap Dustin."Aku adalah ibunya, tentu aku yang akan merawatnya." Elsa dengan perlahan membaringkan Jacob ke boks bayi yang sudah Dustin siapkan dari beberapa hari lalu. "Tapi aku juga ayahnya, aku punya tanggu
Hari-hari Elsa dipenuhi kelelahan sekaligus kebahagiaan. Menjadi seorang ibu adalah pengalaman yang tak pernah ia bayangkan akan begitu mengagumkan, terutama setiap kali ia melihat bayi mungilnya, Jacob, tertidur dengan damai. Dalam sekejap, Jacob sudah berusia satu bulan, dan perkembangannya semakin menggemaskan. Elsa tak sabar melihat setiap momen pertumbuhan putranya.Setelah puas menatap Jacob tidur, Elsa keluar ke halaman belakang, tempat Dustin sedang menyiram tanaman sambil berbicara di telepon dengan seseorang. Elsa tak memahami bahasa yang digunakan suaminya, tetapi dia tahu Dustin fasih berbicara dalam banyak bahasa asing.Menyadari kehadiran Elsa, Dustin tetap melanjutkan percakapannya, sementara Elsa mengambil alih selang untuk menyiram bunga. Tak lama kemudian, Dustin menyelesaikan teleponnya dan mendekati Elsa, mengambil kembali selang dari tangannya dengan senyum."Biar aku yang melakukannya," katanya.Elsa menatapnya sejenak, lalu bertanya, "Kamu tidak pernah ke kantor
Kekacauan di pertambangan semakin besar karena Katrina tidak bisa bertahan tanpa bantuan dari orang lain, malam harinya saat hujan tengah turun. Rumah Elsa dan Dustin tampak kedatangan tamu, Dustin yang berada di ruang baca dekat tangga bergegas dengan cepat membukakan pintu."Astaga, kenapa kau sampai basah seperti ini?" seru Dustin melihat kondisi Katrina.Elsa yang dari arah lantai dua segera berlari mengambilkan handuk untuk di berikan pada Katrina, "Aku akan meminjamkan baju untukmu, ikut denganku." kata Elsa.Katrina ikut, wajahnya terlihat cemas. Elsa memberikan pakaian kering untuk Katrina sebelum mereka kini berkumpul di ruang tengah sambil melihat kondisi yang tengah Katrina alami."Biar aku tebak, mereka pasti mengejarmu." kata Dustin.Kepala Katrina mengangguk, "Aku melihat mereka datang ke apartemenku, barang yang ada di sana mereka bongkar untuk mendapatkan benda yang mereka inginkan. Sebelum mereka menyadari kalau aku ada di sekitar mereka, aku lebih dulu melarikan diri
Dustin membeku sesaat, matanya memicing tajam. Rasa panik mulai menyusup ke dalam dirinya, tapi ia berusaha tetap tenang. Situasinya serius, Elsa telah diculik, dan nyawanya terancam jika Dustin tidak menyerahkan dokumen tambang yang diincar para mafia."Mereka bertindak cepat sekali," ucap Dustin."Jadi sekarang bagaimana kondisi Elsa?" Katrina berusaha menenangkan diri, ia menatap Dustin dengan cemas. “Tapi, apa kau benar-benar mau menyerahkan dokumen itu? Kalau kita memberikannya, mereka akan menguasai tambang secara penuh.”Dustin menatap Katrina dengan mata yang penuh ketegasan. "Jaga putraku," dan tanpa banyak bicara, Dustin bergegas pergi bahkan sebelum menjawab pertanyaan Katrina.Tidak lupa pula Dustin segera memanggil para bodyguard dan memerintahkan mereka untuk mencari informasi tentang keberadaan Elsa dan memperketat penjagaan di rumah mereka.Katrina memahami kekhawatiran Dustin. Ia tahu betapa berharganya Elsa bagi pria itu. Tapi di balik kekacauan ini, dia juga tahu ba
Pencarian masih terus berlangsung, Dustin tidak akan menyerah sampai dia berhasil menemukan Elsa. Sehari semalam, dan Elsa juga masih belum ditemukan. Bagaimanapun Dustin harus memastikan keselamatan istrinya, Elsa harus segera ditemukan.Sementara itu, Elsa mulai lelah. Ia terikat sejak kemarin tanpa diberi makan dan minum, tenggorokannya kering, perutnya lapar. Selain itu, bagian dadanya juga terasa sakit sehingga ia harus menahan keringat dingin di sekujur tubuh menahan rasa sakit tersebut.Tetesan susu yang seharusnya diminum oleh putranya, kini menetes dengan sia-sia. Baju yang Elsa pakai sudah basah, lengket dan tidak nyaman. Tubuhnya seperti akan remuk begitu saja, namun ikatan yang melilitnya membuat Elsa hanya bisa pasrah mengharapkan bantuan.Saat mendengar pintu terbuka, Elsa sempat berharap bahwa itu adalah Dustin. Namun ternyata bukan, Dacx datang dengan wajah angkuh sambil membawa sebotol air mineral. Ingin rasanya Elsa meminta air minum itu, tapi ia takut kalau di dalam
Kemarahan Dustin mencapai puncaknya, amarahnya menggumpal dan tak terkontrol. Setiap pukulan yang dilayangkan ke Dacx terasa seperti ledakan di dalam dirinya. Dengan setiap dentuman tinju yang menghantam wajah dan tubuh lawannya, rasa sakit yang dirasakan Elsa, penderitaan yang dialaminya, semua itu menjelma menjadi kekuatan brutal yang Dustin salurkan tanpa henti. Ia tak peduli lagi pada apa pun kecuali menghancurkan pria di hadapannya. Dengan nafas yang masih tenang setelah menghajar Dacx hingga berdarah, Dustin menarik nafas dalam dan menghembuskannya. Ketika ia sudah siap mengayunkan pukulan terakhir untuk mengakhiri semuanya, tiba-tiba terhenti oleh suara ledakan yang memekakkan telinga dari arah gedung. Suasana panik langsung menghantam keras. Elsa! Pikirannya langsung fokus pada istrinya. Tanpa berpikir dua kali, ia melepaskan Dacx yang tergeletak di lantai dan segera berlari kembali menuju tempat Elsa bersembunyi. "Aktifkan bom, hancurkan tempat ini kurang dari tiga menit, se