Setelah perkataan dokter Firman yang hanya membuatnya pusing itu. Sekarang Aji sedang merapikan ruang tempatnya berjaga di UGD. Hari sudah sangat larut dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aji yang fokus dengan pekerjaannya menjadi fokus seseorang."Ji, kamu enggak pulang?" tanya dokter Firman."Gimana ceritanya, Dok. Bukannya tadi pagi bilang suruh Aji di sini buat ikut jaga?" timpal Aji bingung."Iya, juga sih." Dokter Firman menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kayaknya aman, pergi ngopi yuk Ji."Aji melihat sekitar dan benar yang dikatakan oleh omnya tersebut. Akhirnya Aji menurut saja. Pergi setelah berpamitan pada rekannya yang lain. Mengikuti ke mana dokter Firman melangkah.Keduanya sekarang duduk di kursi panjang yang biasa digunakan pasien untuk menunggu. Dengan gelas berisi kopi panas di tangan masing-masing. Beruntung suasana sepi jadi tidak ada yang berkomentar."Ji," panggil dokter Firman. Sambil melirik ke arah Aji yang sedang meniup gelas kopinya."Boleh om tany
Esok hari datang lebih cepat, setelah menunaikan kewajibannya pada sang pencipta. Kini Hana tengah berkutat di dapur. Senyum terukir di wajahnya yang damai hingga membuatnya terlihat begitu ceria dan bersinar.Benar, pengakuan Aji semalam lewat panggilan yang dokter Firman dan dokter Mawar atur berhasil membuat kepercayaan diri Hana meningkat. Dan sekarang Hana merasa tidak terbebani seperti sebelumnya."Han, aku pergi duluan, ya. Ada barang yang harus kuambil di rumah," pamit Mawar."Iya, hati hati ya, War," jawab Hana dengan nasihatnya.Dokter Mawar terlihat sangat buru-buru, dia hanya melambaikan tangannya ke arah Hana sambil berlalu pergi. Begitu pintu tertutup lagi, Hana keheningan yang ada. Suara penggorengan yang sedang bicara karena fungsinya digunakan."Makanan sudah siap. Sekarang aku harus mandi dan bersiap-siap untuk berangkat," gumam Hana. Dengan yakin melepaskan apron yang dikenakan dan berlari ke arah kamarnya.Hampir setengah jam berlalu dan Hana kembali dengan keadaan
Benar kata Mawar, semua yang terjadi memang sebaiknya dikatakan. Dengan begitu akan lebih mudah menyelesaikannya. Seperti rasa cemburunya pagi tadi pagi Nasya.Awalnya Hana hanya ingin memendamnya saja. Tetapi ternyata begitu menyakitkan untuk ditelan sendiri dalam keadaan bulat-bulat. Dan siang tadi akhirnya Hana mengatakan semuanya.Mengungkapkan isi hatinya pada suaminya. Dan ternyata respon Aji tidak terduga. Suami bocahnya itu justru membuatnya salah tingkah. Dan sekarang semua kembali normal.Seperti yang dikatakan siang tadi saat makan, Hana sekarang tengah menunggu Aji di parkiran. Sebentar lagi malam datang dan dia sudah melepaskan jas dokternya. Hanya kain tipis yang membalut tubuhnya sekarang."Maaf ya membuatmu menunggu lama," ucap Aji dengan napas terengah-engah karena berlari."Kenapa harus lari, aku tidak apa-apa." Hana mengulurkan tangannya mengusap pelipis Aji yang berkeringat."Aku ingin cepat sampai dan menemuimu," jelas Aji. Ditampilkannya senyum manis yang sedikit
Pagi hari datang setelah malam yang panjang. Hana tengah mempersiapkan sarapannya setelah selesai mandi dan menunaikan kewajibannya.Senyum tercetak apik di sudut bibirnya dan enggan luntur. Hana terus saja menatap ke arah pintu kamar yang mana ada Aji di sana. Kebahagiaan Hana memang pantas diagungkan karena setiap perlakuan kecil Aji yang dia suka.Drtttt drtttt drttttHana yang masih mengiris bawang pun harus meletakkan pisaunya mendengar ponselnya bergetar. Panggilan masuk terlihat di sana. Nama Mawar terlihat pada layar yang menyala."Angkat saja, biar aku yang kerjakan," kata Aji.Hana tidak sadar Aji keluar dari kamar sejak kapan. Tetapi melihat niat baik Aji mau membantunya membuat Hana senang. Pisau berganti dengan ponsel, Hana meninggalkan Aji di dapur untuk menerima panggilan."Hallo, War. Ada apa?" tanya Hana to the points."Han, jawab jujur! Kamu habis unboxing ya sama Aji." Terdengar suara di seberang sana yang membuat Hana tertunduk malu."Cie, diem," goda Mawar lagi, "
Istirahat, sepertinya Hana tidak bisa menyebut hari liburnya kali ini sebagai istirahat. Karena nyatanya dia tidak istirahat sama sekali. Seharian ini dia terus berkeringat dan harus bekerja di atas ranjang.Tidak! Tidak! Aji tidak sekejam itu. Dia masih ingat dengan waktu. Siang ini keduanya terbangun dengan keadaan tubuh yang lebih segar. Setelah permainan yang mereka ciptakan.Mandi adalah salah satu cara penyelesaian dari rasa lengket yang ada di tubuh. Keduanya sudah selesai dengan itu dan dengan rambut yang basah Hana menggosokkan handuk ke kepalanya."Sini, biar aku keringkan," kata Aji. Sambil menepuk space kosong di sebelahnya."Memangnya kamu bisa?" tanya Hana."Sudah percaya sama suamimu ini," balas Aji santai.Hana akhirnya duduk dan membiarkan Aji melakukan apa yang dia mau. Pengering rambut menyala dan Aji mulai mengarahkannya pada kepala Hana.Sungguh Hana tidak bisa menjelaskan apa yang dirasakannya. Perhatian Aji membuatnya semakin melayang hingga ke awan. Hana menutu
Melihat raut wajah Hana yang menakutkan membuat dokter Firman dan Mawar hanya menurut. Selama makan keduanya hanya saling menatap satu sama lain. Berharap kebingungan mereka terjawab.Namun, sepertinya itu harus menjadi angan-angan untuk sementara. Setelah selesai makan pun Hana tidak menjelaskan apapun lagi. Dia justru pergi meninggalkan keduanya begitu saja.Sampai keduanya melihat Aji dan Nasya yang sedang mendorong troli dengan beberapa peralatan medis di sana. Membuat dokter Firman dan dokter Mawar seperti mengerti. Dihampirinya kedua anak tersebut dan menyapanya, "Ji, Nasya.""Dokter," balas keduanya dan berhenti."Kalian ditugaskan bersama?" tanya dokter Firman."Iya, Dok. Sistem sekarang dengan dokter Nada harus bekerjasama," jawab Aji."Ternyata begitu ya," timpal dokter Firman."Jadi selama beberapa bulan ke depan kalian harus sama sama begitu?" terka dokter Mawar. Yang diangguki keduanya membenarkan. "Temanku yang malang."Aji dan Nasya yang tidak tahu apa apa pun menoleh k
Melarikan diri, lagi-lagi Hana pergi dari sisinya. Memang benar dia tidak terlihat marah. Hanya saja dengan terus menjauh membuat Aji merasa Hana sangat marah padanya.Desahan pasrah Aji hembusan berulang kali. Menyusuri koridor dengan pikiran yang berkecamuk pasti. Dia hanya bingung saja dengan bau yang dimaksud oleh Hana.Aji selalu memakai parfum tetapi kenapa Hana mengatakan dia bau. Tetapi yang membuat Aji bingung adalah bau perempuan. Memangnya ada bau laki-laki dan bau perempuan? Parfumnya pun khusus laki-laki, jadi perempuan mana yang dimaksudnya."Ji!"Mendengar namanya dipanggil Aji pun menoleh. Nasya, teman satu angkatannya menghampirinya."Kenapa?" tanya Aji sedikit ketus."Cuma mau nyapa aja. Enggak boleh emangnya?""Aku lagi banyak pikiran, sebaiknya jauh jauh dariku. Nanti kalau tiba-tiba emosiku meluap kamu bisa nangis," ujar Aji."Khawatir banget aku nangis ya," tanggap Nasya."Kamu enggak usah sok manis, ya. Aku ini udah nikah. Udah punya istri, kalau kamu pikir ucap
Sebagai seorang suami tentunya Aji tidak ingin berdiam diri begitu saja. Mendapatkan perlakuan Hana yang terus menerus menghindarinya tidak membuat Aji diam diri. Dia berusaha untuk mencari solusinya.Karena alasan Hana yang selalu mengatakan bahwa dia bau perempuan, Aji berusaha mencari tahu. Dia membuat penelitian sendiri terhadap dirinya. Dan beberapa hari dia baru menyadari bahwa Hana bukan tidak menyukai baunya.Ternyata, di saat Aji dekat dengan Nasya baunya mungkin tercium oleh Hana dan membuatnya mengatakan bahwa dia bau perempuan. Tetapi kalau Aji tidak memiliki kontak sedikit pun dengan gadis itu, Hana bahkan tidak masalah sekalipun Aji tidak mengenakan parfum.Yang lebih aneh lagi adalah bau perempuan yang Hana selalu katakan itu hanya berlaku pada bau dari Nasya saja. Aji sudah membuktikannya dengan wanita lain, seperti dokter Mawar, dokter Nada, atau staf lainnya. Dan itu tidak membuat Hana melabeli Aji dengan bau yang sama ketika dia memiliki kontak dengan Nasya.Dan kar