Istirahat, sepertinya Hana tidak bisa menyebut hari liburnya kali ini sebagai istirahat. Karena nyatanya dia tidak istirahat sama sekali. Seharian ini dia terus berkeringat dan harus bekerja di atas ranjang.Tidak! Tidak! Aji tidak sekejam itu. Dia masih ingat dengan waktu. Siang ini keduanya terbangun dengan keadaan tubuh yang lebih segar. Setelah permainan yang mereka ciptakan.Mandi adalah salah satu cara penyelesaian dari rasa lengket yang ada di tubuh. Keduanya sudah selesai dengan itu dan dengan rambut yang basah Hana menggosokkan handuk ke kepalanya."Sini, biar aku keringkan," kata Aji. Sambil menepuk space kosong di sebelahnya."Memangnya kamu bisa?" tanya Hana."Sudah percaya sama suamimu ini," balas Aji santai.Hana akhirnya duduk dan membiarkan Aji melakukan apa yang dia mau. Pengering rambut menyala dan Aji mulai mengarahkannya pada kepala Hana.Sungguh Hana tidak bisa menjelaskan apa yang dirasakannya. Perhatian Aji membuatnya semakin melayang hingga ke awan. Hana menutu
Melihat raut wajah Hana yang menakutkan membuat dokter Firman dan Mawar hanya menurut. Selama makan keduanya hanya saling menatap satu sama lain. Berharap kebingungan mereka terjawab.Namun, sepertinya itu harus menjadi angan-angan untuk sementara. Setelah selesai makan pun Hana tidak menjelaskan apapun lagi. Dia justru pergi meninggalkan keduanya begitu saja.Sampai keduanya melihat Aji dan Nasya yang sedang mendorong troli dengan beberapa peralatan medis di sana. Membuat dokter Firman dan dokter Mawar seperti mengerti. Dihampirinya kedua anak tersebut dan menyapanya, "Ji, Nasya.""Dokter," balas keduanya dan berhenti."Kalian ditugaskan bersama?" tanya dokter Firman."Iya, Dok. Sistem sekarang dengan dokter Nada harus bekerjasama," jawab Aji."Ternyata begitu ya," timpal dokter Firman."Jadi selama beberapa bulan ke depan kalian harus sama sama begitu?" terka dokter Mawar. Yang diangguki keduanya membenarkan. "Temanku yang malang."Aji dan Nasya yang tidak tahu apa apa pun menoleh k
Melarikan diri, lagi-lagi Hana pergi dari sisinya. Memang benar dia tidak terlihat marah. Hanya saja dengan terus menjauh membuat Aji merasa Hana sangat marah padanya.Desahan pasrah Aji hembusan berulang kali. Menyusuri koridor dengan pikiran yang berkecamuk pasti. Dia hanya bingung saja dengan bau yang dimaksud oleh Hana.Aji selalu memakai parfum tetapi kenapa Hana mengatakan dia bau. Tetapi yang membuat Aji bingung adalah bau perempuan. Memangnya ada bau laki-laki dan bau perempuan? Parfumnya pun khusus laki-laki, jadi perempuan mana yang dimaksudnya."Ji!"Mendengar namanya dipanggil Aji pun menoleh. Nasya, teman satu angkatannya menghampirinya."Kenapa?" tanya Aji sedikit ketus."Cuma mau nyapa aja. Enggak boleh emangnya?""Aku lagi banyak pikiran, sebaiknya jauh jauh dariku. Nanti kalau tiba-tiba emosiku meluap kamu bisa nangis," ujar Aji."Khawatir banget aku nangis ya," tanggap Nasya."Kamu enggak usah sok manis, ya. Aku ini udah nikah. Udah punya istri, kalau kamu pikir ucap
Sebagai seorang suami tentunya Aji tidak ingin berdiam diri begitu saja. Mendapatkan perlakuan Hana yang terus menerus menghindarinya tidak membuat Aji diam diri. Dia berusaha untuk mencari solusinya.Karena alasan Hana yang selalu mengatakan bahwa dia bau perempuan, Aji berusaha mencari tahu. Dia membuat penelitian sendiri terhadap dirinya. Dan beberapa hari dia baru menyadari bahwa Hana bukan tidak menyukai baunya.Ternyata, di saat Aji dekat dengan Nasya baunya mungkin tercium oleh Hana dan membuatnya mengatakan bahwa dia bau perempuan. Tetapi kalau Aji tidak memiliki kontak sedikit pun dengan gadis itu, Hana bahkan tidak masalah sekalipun Aji tidak mengenakan parfum.Yang lebih aneh lagi adalah bau perempuan yang Hana selalu katakan itu hanya berlaku pada bau dari Nasya saja. Aji sudah membuktikannya dengan wanita lain, seperti dokter Mawar, dokter Nada, atau staf lainnya. Dan itu tidak membuat Hana melabeli Aji dengan bau yang sama ketika dia memiliki kontak dengan Nasya.Dan kar
"Aji!" teriak dokter Mawar.Yang memiliki nama tersebut menoleh ke arah sumber suara. Menatap dokter seniornya dengan wajah bingung diikuti oleh seluruh orang yang juga mendengar teriakannya.Tatapannya yang horor dan mematikan membuat Aji seperti dibekukan di tempat. Semua yang menyaksikan langkah tegas dokter wanita itu menghampiri Aji dengan begitu penuh amarah pun meneguk ludah mereka masing-masing karena takut. Memberi ruang kepada Aji agar leluasa bicara atau mungkin mendapatkan siraman rohani dari wanita tersebut."Ada apa, dok?" tanya Aji yang terlewat santai."Kamu!" tunjuk dokter Mawar tepat ke iris laki-laki muda, suami temannya itu. "Ikut aku!"Tidak mungkin dokter Mawar mengeluarkan sumpah serapahnya di hadapan banyak orang. Jadi, dia mengajak Aji pergi ke tempat yang lebih sepi. Dia benar benar ingin menyembur Aji tanpa ampun sedikit pun.Begitu sampai di tempat yang agak sepi, dokter Mawar berkacak pinggang sebelum berbalik dan kembali menatap Aji seperti mengulitinya.
Bagaimana perasaanmu jika harus menunggu? Pasti rasanya gelisah, gugup, dan penuh harap. Ya, semua itu yang sedang dokter Mawar rasakan setelah Hana masuk ke dalam kamar mandi.Di dalam ruangan yang udara dingin tersedia pun seolah tidak berguna. Semua rasa penasarannya membuat seluruh tubuhnya merespon lain."Seharusnya Hana sudah keluar 'kan?" batin dokter Mawar bertanya."Aku susul aja kali ya?" Dokter Mawar sepertinya yakin untuk keluar dan menyusul Hana ke toilet.Baru saja melangkah beberapa langkah dan pintu sudah terbuka. Hana masuk ke dalam dan tanpa aba-aba berhambur memeluknya. Menenggelamkan wajahnya di pelukan dokter Mawar kemudian menangis sejadi jadinya.Dokter Mawar yang seolah tahu bagaimana rasa sedihnya pun mengelus surai Hana dengan penuh sayang. Memberinya penguatan agar temannya tidak begitu larut dalam sedih. Sepertinya dia ikut hancur melihat Hana yang seperti ini.Menyesal, harusnya itu juga yang dokter Mawar rasakan. Dia yang melihat Hana hancur merasa iba ka
"ehemm," dehem Dion yang ada di belakang.Aji dan Hana sontak melepaskan pelukan mereka. Dan keduanya baru menyadari adanya Dion di sana. Hana sedikit malu karena hal tersebut tetapi sepertinya tidak dengan Aji.Bocah, suami Hana itu mendekat dengan merentangkan kedua tangannya ke arah Dion. Memeluk kakaknya dengan perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hanya ada haru dan bahagia yang bercampur jadi satu."Kak, aku bakal jadi ayah, Kak," ucap Aji terlewat senang."Kakak bakal jadi paman," katanya antusias."Jangan lupa, Kak. Kamu pernah janji bakal jadiin anakku anak kesayangan kamu juga," imbuhnya lagi."Selamat, Ji. Semoga aja dia enggak kayak kamu yang bandelnya minta ampun. Aku bakalan jadi Om yang sayang banget sama dia. Kamu enggak usah khawatir meskipun aku benci dengan sikap kamu tapi aku pastikan tidak dengan anakmu. Dia bakal dapet ap
Setelah mengetahui kebenaran bahwa dirinya hamil, Hana terlihat sangat berhati-hati sekali. Makanan yang dimakannya pun harus dipastikan kandungan gizi di dalamnya. Tidak seperti dulu yang asal makan penting kenyang.Sekarang Hana jadi lebih sering memasak makanannya sendiri dan hidup sehat. Dia dibantu Aji tentunya karena keduanya benar benar antusias menjaga bayi mereka yang belum lahir. Dan sejauh ini Hana tidak begitu tersiksa. Dia hanya akan merasa mual jika Aji dekat dengan Nasya dan parfumnya menempel.Selebihnya tidak begitu, Hana masih bisa mengontrol dirinya sendiri. Bahkan keadaannya tidak membuatnya kesulitan dalam menjalani pekerjaannya. Karena banyak yang perhatian padanya dan selalu mendukungnya juga.Jadwalnya pun sedikit dikurangi karena sebagai seorang yang tengah mengandung tentunya tidak boleh kelelahan. Ia bahkan hanya diperbolehkan menangani operasi kecil saja. Untuk operasi besar dilempar pada rekannya yang lain."Bosen banget rasanya," gumam Hana. Dengan helaan