Share

59. Kepanikan

Penulis: Pixie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kau berhasil membantu kami menangkap Seth dengan risiko seminim mungkin," tutur Grace seolah menantang.

Ketegangan Emily sontak memudar. "Bukankah sekarang aku sedang membantu? Aku adalah umpan di sini."

"Kau pikir menjadi umpan saja cukup? Jangan menjadi beban lagi! Jangan menjadi cengeng dan lemah karena aku paling benci gadis yang seperti itu. Bisa kau lakukan?"

Dagu Emily naik mendesak mulut. "Aku tidak cengeng. Bukankah menangis itu wajar saat orang yang kita sayangi terluka? Tapi kali ini, Cayden tidak akan terluka lagi, kan? Jadi, aku tidak akan menangis."

"Kalau begitu, kau benar-benar tidak boleh lemah."

"Aku tidak lemah. Aku bahkan berhasil mengalahkan tiga orang gadis yang berniat merundungku di Perancis."

"Lawanmu adalah Seth. Dia pria yang jahat, bukan gadis perundung yang lembek."

Emily mengerutkan dahi. Ia kesal bukan hanya karena penilaian Grace, tetapi juga kemiripannya dengan Louis.

"Kau lihat ini?" Ia membuka tas, menunjukkan semua senjata yang dia b
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Monika Anastasia Khim
Waduhhhhh .... bahayaaa
goodnovel comment avatar
Dewi Novita
aih ngerinyaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   60. Terjebak

    Melihat Orion membuka jendela, para pengawal bergegas melucuti jas. Mereka bungkus bola-bola aneh yang masih berdesis itu, lalu secara bergantian melemparnya ke arah tanaman di lantai dasar. Sementara itu, Louis cepat-cepat menutup hidung Emily. Sambil mendekapnya dengan sebelah lengan, ia memandunya keluar. Akan tetapi, Emily menolak berjalan. Ia menoleh ke belakang. Tangannya berusaha menggapai. "Cayden," panggilnya tak jelas. Di atas ranjang, Cayden sudah melengkapi diri dengan tabung oksigen portable dan sebuah pistol. "Jangan khawatirkan aku! Aku baik-baik saja," ia menunjuk peralatannya. "Cepat keluar! Obat biusnya sudah telanjur menyebar!" Melihat Emily masih enggan berjalan, Orion memerintahkan para pengawal untuk memeriksa keadaan di luar. Kemudian, ia pindahkan kursi roda ke sisi ranjang. "Tidak," Cayden menggeleng tegas. "Aku bisa mengurus diriku sendiri. Kalian pergilah. Cepat! Waktu kalian tidak banyak!" Mata Emily berkaca-kaca melihat bagaimana Cay

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   61. Melumpuhkan Musuh

    Setelah mengenakan masker scuba lagi, Seth membuka pintu kamar Cayden. Mendapati ranjang yang kosong, alisnya melengkung tinggi. Pandangannya pun menyapu sekeliling. Sekilas, ruangan itu tampak kosong. Namun, Seth tahu bahwa Cayden dan Emily tidak mungkin pergi. Berdasarkan laporan kesehatan Cayden yang ia curi, kaki musuhnya itu belum pulih. Dan berdasarkan kepribadian Emily yang ia pahami, gadis itu tidak mungkin meninggalkan kekasihnya sendiri. "Mereka pikir bisa lolos dariku?" Seth mendengus remeh. "Mereka bodoh sekali." Penjahat itu mulai mencari. Ia pastikan tidak ada orang di belakang pintu, lalu memeriksa ke balik sofa. Ia pikir Emily dan Cayden sedang meringkuk di situ. Namun ternyata, dugaannya salah. Seth pun beralih ke sebuah meja bundar di dekat jendela. Ukurannya cukup besar untuk dua orang bersembunyi di balik taplaknya. Namun, setelah kain putih itu disingkap, tidak ada apa-apa di sana. "Mereka tidak di sini?" Sambil tertawa lirih, Seth melirik lemari besa

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   62. Masih Butuh Pantauan

    Saat terbangun, Louis langsung memeriksa sekeliling. Ia sedang berada di sebuah kamar yang cukup luas. Orion dan para pengawal masih terlelap di kasur masing-masing. "Emily .... Di mana Emily?" pikirnya sembari bangkit. Kebetulan, Emily baru saja membuka pintu. Melihat saudara kembarnya duduk di atas kasur, matanya berbinar terang. "Louis!" Ia memeluk sang kakak. "Akhirnya, kau bangun. Aku sangat khawatir padamu. Kau baik-baik saja, kan?" Sambil mencengkeram kepala, Louis mengangguk. "Kurasa aku baik-baik saja. Kau bagaimana?" Emily berdiri di hadapan Louis dengan tangan terentang lebar. "Bagaimana menurutmu?" Sudut bibir Louis terangkat tipis. "Tampaknya rencana Cayden berjalan lancar. Kalian berhasil mengalahkan Seth?" Emily mengangguk cepat. "Rencana Cayden sangat brilian, Louis. Dia sangat hebat!" Dengan penuh antusias, Emily menceritakan bagaimana pengalamannya. Ia juga terdengar bangga saat menjelaskan tentang bagaimana ia mengendalikan drone untuk melumpuhk

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   63. Ajakan Cayden

    Sejak mengantar Louis ke bandara, Emily tidak bisa berhenti tersenyum. Ia terus membayangkan betapa damai hidupnya tanpa pengawasan Louis. Ia tidak perlu takut untuk dekat dengan Cayden. Ia bisa menyuapinya makan dengan tenang. Ia juga bisa memijat kakinya tanpa ada yang melarang. "Emily, mau aku saja yang membawakan kopermu?" tanya Orion sembari memperhatikan apa yang diseret Emily. Ia selalu penasaran apa saja yang dibawa gadis itu. Padahal, ia dan para pengawal hanya butuh satu ransel untuk bepergian selama beberapa hari. Bahkan Louis hanya butuh tambahan satu tas jinjing. Untuk apa koper yang lebih besar dari karung beras 50 kg itu? "Orion, aku ini perempuan mandiri. Aku bisa membawa koperku sendiri. Lagi pula, ini tidak berat dan ada rodanya. Sama sekali tidak merepotkan." "Lalu, kau yakin mau menginap di rumah sakit? Kenapa tidak tinggal di hotel saja? Jaraknya dekat dari sini." "Orion, aku sudah berjanji untuk menemani dan merawat Cayden selama aku di sini. Sekar

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   64. Keresahan Emily

    Sepanjang jalan, Emily sibuk menyusun skenario untuk menyapa orang tua Cayden. Ia berusaha untuk tetap tenang. Tanpa ia sadari, lututnya tidak mau berhenti bergetar. "Tuan Putri, apakah kau baik-baik saja?" bisik Cayden. Emily terbelalak. "Hmm? Aku baik-baik saja." "Lalu, kenapa ...." Cayden memberi kode lewat gerak mata. Emily menelusuri arah pandangnya. Mendapati lututnya yang gemetar, ia cepat-cepat menekannya. "Oh, ini ...." "Dia pasti tegang," celetuk Orion dari jok depan. Bibit Emily seketika mengerucut. "Tidak. Aku tidak tegang. Aku sudah terbiasa bicara di depan banyak orang. Kenapa aku harus tegang?" Gadis itu mengibas rambut, tetapi geraknya terlalu kaku. Hati Orion jadi semakin tergelitik. "Di antara banyak orang itu, tidak ada calon mertuamu. Vibe-nya berbeda." Emily meringis kesal. Kalau saja Orion duduk di sebelah, ia pasti sudah mencubit lengannya. Sementara itu, Cayden menahan senyum. Ia gemas melihat pipi Emily yang memerah. "Kau tid

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   65. Beban Pikiran

    "Jadi, apakah Bibi sudah makan siang? Aku dan Mama baru saja selesai sarapan," tanya Summer dengan suara dan senyum manisnya. "Sudah. Waktu di sini lebih cepat dari L City, Summer." "Apakah Bibi sedang di hotel? Tapi itu tidak terlihat seperti hotel. Apakah Bibi menginap di rumah teman? Atau jangan-jangan, itu rumah Bibi sendiri? Bibi baru membelinya. Semuanya tampak baru di situ." Sky menyikut lengan sang putri lembut. "Sayang, jangan membuat Emily bingung. Tanyakan satu per satu. Nanti kepalanya jadi berat." Emily sontak tertawa lebih kencang. Namun, teringat akan satu hal, keceriaannya memudar. Sky memperhatikan itu. "Ada apa, Emily? Apakah kami salah bicara?" Emily menggeleng. Wajahnya tampak sendu sekarang. "Kau tahu? Aku sedang menginap di rumah Cayden." "Paman Cayden?" Mata Summer berbinar. "Di mana dia? Sudah lama aku tidak melihatnya. Apakah dia masih ingat padaku? Dia masih menyimpan kamera canggihnya, kan

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   66. Privasi Cayden

    Setibanya di depan pintu lift, Emily mematung. Mengapa Cayden mengajaknya ke lantai atas? Bukankah hanya ada kamar tuan rumah dan ruang kerja di sana? "Emily? Kenapa melamun? Ayo masuk," ujar Cayden. Ia ternyata sudah berada di dalam lift. Emily mengerjap. Sambil memalsukan tawa, ia berdiri di sisi Cayden. "Maaf. Aku terlalu takjub. Lift di kantorku bahkan tidak sebesar ini," ujarnya spontan. "Lift ini sebetulnya kami siapkan untuk Inston. Siapa sangka, malah aku yang menggunakannya sekarang." Wajah Emily seketika meredup. Ia tidak tahu omongan asalnya malah menebar sendu. "Kurasa, Inston akan senang saat dia melihat lift ini. Dia tahu betapa keluarganya sayang dan perhatian kepadanya." Cayden menaikkan alis. Ia tidak menduga Emily lebih memilih untuk membicarakan masa depan dibandingkan yang telah lewat. "Ya, kurasa juga begitu. Apalagi kalau tahu anggota keluarganya sudah bertambah. Dia pasti sangat senang bisa bangun dan kembali melihat dunia." Emily seketika memat

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   67. Menyatakan Cinta

    "Kau tahu kenapa aku mengajakmu ke sini?" bisik Cayden lagi. "Kenapa?" "Karena aku ingin kau mengenalku. Selama ini, aku selalu melihatmu dari jauh. Begitu kita bertemu, aku malah bersembunyi di balik nama Prince. Sekarang ...." Cayden meraih jemari Emily. "Inilah diriku. Aku ingin kau tahu. Aku tidak mau kau bingung dan ragu. Aku adalah bocah yang berjuang untuk menjadi keren supaya bisa bertemu lagi denganmu tanpa penyesalan atau rasa malu." Emily menggigit bibir. Air matanya bisa tumpah kalau ia tidak melakukan itu. "Kuakui aku memang sempat bingung. Tapi aku tidak pernah ragu, Cay," timpal Emily dengan suara yang agak serak. "Aku tahu, kau adalah bocah laki-laki yang selalu kutunggu. Seseorang yang kuyakini akan datang. Seseorang yang pasti menepati janjinya." Sambil menghirup napas dalam-dalam, Emily memperhatikan foto dirinya yang terselip di antara foto orang-orang terdekat Cayden, satu dari deretan bingkai yang merunutkan perkembangan hidup pria itu. "Sama sepertimu

Bab terbaru

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   Extra Chapter 3. Pengalaman Terbaik

    Setibanya di ketinggian 186 meter dari muka jalan, mata Emily langsung berbinar. Ruangan yang baru dimasukinya itu berdinding kaca. Pemandangan kota Auckland terpampang indah di baliknya. "Selamat datang di menara tertinggi di NZ, Paman dan Bibi. Menara ini adalah ikon kota Auckland, dibangun pada tahun 1994 dengan ketinggian total mencapai 328 meter. Dari lantai ini, Paman dan Bibi bisa menikmati pemandangan kota sejauh 360 derajat. Makan malam kalian pasti akan menjadi sangat romantis dan mengesankan," terang Summer dengan penuh antusiasme. Emily tersenyum manis. Sambil merangkul pinggang Cayden, ia berbisik, "Kita tidak salah memilih pemandu." Kemudian, ia kembali menatap si pemandu cilik. "Terima kasih, Nona Hills Kecil. Aku suka sekali tempat ini." Summer mengulum senyum. Rasa bangga memenuhi hatinya. Sambil berkacak pinggang, ia mengangguk mantap. "Kalau begitu, selamat menikmati makan malam, Bibi. Silakan menempati meja yang kami siapkan khusus untuk kalian. Setelah kalian

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   Extra Chapter 2. Bulan Madu

    "Paman Cayden! Bibi Emily!" sapa Summer begitu pengantin baru itu keluar dari gerbang kedatangan. Tangannya yang memegang selembar karton terayun-ayun. Nama Cayden dan Emily yang tertempel di situ nyaris melayang ke udara. Dari kejauhan, Emily melambai ke arahnya. Tawa sang balita pun bergema. Kakinya melompat-lompat girang. Namun, melihat bagaimana si pengantin baru berjalan, keceriaannya berganti menjadi keheranan. "Oh, Mama? Ada apa dengan kaki Bibi? Kenapa dia berjalan seperti itu?" Mendengar celetukan sang putri, Sky mematung. Lengkung bibirnya ikut membeku. "Mama rasa tidak ada yang salah dengan Emily," sangkalnya ragu. "Tidak, Mama. Biasanya Bibi tidak berjalan seperti itu. Dia jadi terlihat aneh. Apakah kakinya masih sakit karena terlalu banyak berdiri di pernikahannya minggu lalu? Atau mungkin, gaunnya terlalu berat? Kakinya jadi kelelahan?" Sky meringis. "Summer, bagaimana kalau kita berhenti membahas itu? Emily adalah seorang perfeksionis. Mood-nya bisa rusak kala

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   Extra Chapter 1. Malam Pertama (+18)

    "My Prince, kau yakin tidak akan menyesal pulang ke sini? Kita masih bisa menyewa hotel untuk malam pertama kita kalau kau mau," bisik Emily saat Cayden menggendongnya menuju kamar. Cayden tertawa lirih. Desah napasnya terdengar menggelitik di telinga Emily. "Bukankah ini rumah kita juga? Apa salahnya pulang kemari?" "Memang tidak ada yang salah. Hanya saja," Emily tertunduk menutupi malu, "orang tua dan saudaraku juga tinggal di sini. Apakah tidak masalah kalau kita melakukannya di dekat kamar mereka?" "Kita akan melakukannya di kamar kita sendiri, Emily. Mereka tidak mungkin mengintip. Lagi pula, kita sudah pernah membahas ini, kan? Kau tidak keberatan." Cayden diam-diam merasa gemas pada sang istri. Emily meringis kecil. "Ya, memang. Saat itu, aku tidak berpikir sejauh ini." "Sejauh apa?" Cayden menaikkan alis. Sekarang mereka sudah tiba di lantai atas. Melihat pintu kamar mereka, jantung Emily semakin berdebar. Ia tanpa sadar menelan ludah. "Aku tidak memperhit

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   108. Kemenangan Sejati

    "Berbahagialah dalam kehidupan barumu nanti. Jangan cengeng lagi," bisik Louis. "Aku sudah tidak cengeng, Louis," sanggah Emily. "Buktinya kau sekarang menangis." Louis memeriksa mata Emily. "Kau juga menangis." Louis menggeleng. "Aku tidak menangis. Mataku terkena hawa AC." Sementara Emily mendesahkan tawa lagi, seorang staf WO datang menghampiri. "Tuan Harper, waktunya beraksi." Emily tercengang melihat boneka lemon yang diberikan staf itu kepada Louis. "Kenapa Yemon ada di sini?" Louis tersenyum usil. "Bukankah dia boneka kesayanganmu? Dia akan sedih kalau melewatkan momen spesialmu. Jadi, dia juga harus ikut andil." "Ikut andil bagaimana?" Louis mengeluarkan kotak cincin dari sakunya. Setelah menggoyang-goyangkannya sejenak, ia masukkan kedua cincin ke dalam saku rahasia Yemon. "Kantong ajaibnya selalu berguna." Ia kedipkan sebelah mata. Emily mendesah tak percaya. Saat Louis mengenakan kacamata hitamnya dan pergi menjalankan tugas, ia hanya bisa menggeleng-geleng t

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   107. Pernikahan Cayden dan Emily

    "Bagaimana kalau kita menepati janji yang sempat tertunda?" bisik Emily, membuat Cayden mengangkat alis. "Maksudmu NZ?" Emily mengangguk. Cayden pun tersenyum. Ia menoleh ke arah ponsel. "Apakah kau keberatan kalau mengunjungi cacing yang menyala dalam gua lagi, Summer?" tanyanya. "Paman dan Bibi mau berbulan madu di NZ?" Suara Summer semakin ringan. Mendapat anggukan dari kedua calon pengantin, tawanya mengudara. "Aku suka pilihan itu. Paman dan Bibi bisa berfoto bersama cacing yang menyala. Lalu, aku akan mengajak kalian menjelajahi pulau utara dan selatan. Kita bisa rafting, bungee jumping, hiking. Semua hal seru bisa kita lakukan bersama. Maksudku, kalian berdua sedangkan aku dan Mama. Kita lakukan bersama-sama tapi secara terpisah!" Emily tersenyum manis membayangkan keseruan itu. "Oh, aku jadi tidak sabar ingin bulan madu." "Menikah saja dulu, baru pikirkan bulan madu," celetuk Sky geli. "Tapi, kuharap kalian tidak menyesal memilih Summer sebagai pemandu." "Kenapa haru

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   106. Kondisi Summer

    Begitu giliran Louis yang diinterogasi, Emily bergegas masuk ke mobil. Ia sudah tidak sabar ingin menghubungi Alice. Hatinya tidak tenang semenjak polisi mengatakan bahwa Sky dan Summer tidak jadi terbang. "Nyonya Hills?" Perasaannya semakin tidak karuan saat melihat Alice berada di rumah sakit. "Apa yang terjadi? Di mana Sky dan Summer? Mengapa mereka tidak jadi terbang ke sini?" Alice tersenyum kecil. "Maaf kalau putri dan cucuku terpaksa membatalkan janji. Sesuatu terjadi tadi, tapi kau jangan khawatir. Masa kritisnya sudah lewat." Emily terkesiap. "Siapa yang kritis?" "Summer. Seseorang memberinya susu almond di bandara. Alerginya kambuh. Epipennya mendadak hilang, tapi untunglah, Sky cepat membawanya ke ruang medis. Sekarang dia sedang dirawat di rumah sakit." Emily menutupi mulut dengan sebelah tangan. Dadanya sesak. Air matanya nyaris tumpah. Cayden yang baru saja masuk ke mobil terbelalak melihatnya. Sambil memegangi pundak Emily, ia berbisik, "Ada apa?" Emily pun men

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   105. Pahlawan

    "Berani-beraninya kau melukai calon istriku?" hardik Cayden dengan kebencian yang membara. Seth membalas tatapan Cayden dengan sorot mata yang lebih tajam. Rahangnya berdenyut-denyut. Ia geram rencananya tak satu pun berjalan lancar. "Mengapa nasib tidak pernah berpihak kepadaku? Mengapa?" Putus asa, Seth akhirnya mengeluarkan pistol dari saku. Melihat itu, Cayden dan Emily terkesiap. "Hei? Tolong jangan gegabah. Hukumanmu bisa bertambah berat kalau kau membunuh kami dengan senjata," tutur Cayden sembari mengangkat sebelah tangan ke depan. Tawa Seth semakin terdengar menyeramkan. "Kau pikir aku peduli? Apa bedanya membunuh kalian dengan tongkat, racun, atau peluru? Semuanya sama saja. Semuanya sama-sama bisa mengirim kalian ke neraka!" Seth mengacungkan pistol ke arah Emily. Jarinya sudah siap menekan pelatuk. Menyaksikan hal itu, Cayden menelan ludah. Jaraknya terlalu jauh untuk bisa melindungi Emily. Sekarang, ia hanya bisa berharap kalau Seth membidiknya saja. "Kau pi

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   104. Serangan yang Membabi-Buta

    Tiba-tiba, Cayden menyentak seluruh badan. Ia berusaha bangkit dari kursi. Sayangnya, tali yang mengikatnya terlalu kuat. "Dasar pengecut! Lawanmu adalah aku, bukan Emily. Kenapa kau terus melibatkan dia dalam urusan kita, heh? Lepaskan dia!" Emily hanya bisa menghela napas iba di tempat persembunyiannya. Sementara itu, Seth yang sempat diam kini tertawa terpingkal-pingkal. "Kau pikir ancamanku selama ini main-main? Menghancurkanmu adalah tujuan hidupku. Aku tidak akan pernah berhenti sampai kau mendapatkan apa yang seharusnya kau dapatkan. Glen ...." Seth melirik rekan kejahatannya. "Biarkan pertunjukan dimulai." "Oke, Bro." Pria berseragam layaknya petugas kebersihan itu kembali mengotak-atik laptop. Napas Cayden semakin menderu dibuatnya. Sementara itu, Seth menempati sofa bekas. Ia sudah siap menyaksikan kemarahan Cayden. Senyum jahatnya terus merekah sampai akhirnya, alis Glen berkerut dan wajah Cayden berubah bingung. "Hei! Apakah ini tayangan yang dijeda? Kenapa ka

  • Pengawal Misterius Nona Pewaris   103. Terikat di Kursi

    Begitu keluar dari lift, Emily langsung menghampiri petugas keamanan. Ia ceritakan kejadian secara singkat, lalu bertanya di mana ruang CCTV. Tim keamanan pun langsung berbagi tugas. Sebagian mengamankan pria yang menyamar sebagai Cayden. Sebagian lagi mulai menyisir area. Sisanya mengawal Emily ke ruang CCTV. "Bagaimana?" tanya Emily yang sudah tak sabar. Orang-orang di situ terlalu lambat. "Maaf, Nona. Semua CCTV di lantai 3 mati. Kami memeriksa CCTV di lantai lain, tapi tidak ada yang mencurigakan." "Bagaimana dengan tangga darurat?" "Maaf, Nona. Kami tidak memasang CCTV di area tersebut." Emily meringis. "Bagaimana dengan tempat parkir di basement? Kalian tidak mungkin membiarkan area itu tidak terpantau, kan?" Petugas itu mengotak-atik lagi. Belum sempat ia menemukan petunjuk, rekannya buka suara. "Nona, saya menemukan kejanggalan." Emily bergeser ke monitor yang ditunjuk petugas yang lebih muda. Dua orang pria sedang mendorong troli yang memuat beberapa plastik sampa

DMCA.com Protection Status