Melati sampai ternganga melihat gaun-gaun yang berderet sempurna menampakkan keindahan yang nyata. Dari dia masuk butik sampai ke ruangan ini matanya terus berbinar rasanya ingin sekali dia memiliki gaun-gaun yang indah di lemarinya.
"Nah sepertinya ini cocok denganmu!." pria itu memberikan gaun panjang dengan belahan di dada jika di pakai pasti akan sangat terlihat."Tidak, dia tidak cocok. Ganti." melihat itu Rey langsung menolak. Melati hanya nurut saja."Em.. baiklah bagaimana kalau di coba dulu yang aku pilih baru kau bisa menentukan yang cocok untuknya." pria itu memberi saran yang masuk akal."Baiklah terserah padamu." jawab Rey datar."Baiklah aku akan memilihkan 5 gaun yang boleh di coba." kemudian pria itu memilihkan 5 gaun untuk Melati, dia memilih gaun yang pasti akan disukai Rey."Sudah, ayo masuk!""Tunggu." Rey menyela saat Melati ingin mengikuti."Ada apa?" tanya Melati."Siapa yang akan"Tuan tunggu, kenapa menarik ku?." Melati melepaskan cekalan dari tangan Rey saat di luar."Jadi kau lebih ingin terus di goda oleh mereka." kata Rey ada benarnya."Em.. tidak juga." jawab Melati cengengesan."Tapi tuan, kau kan belum mencoba baju nya." kata Melati menghentikan langkah Rey yang ingin masuk mobil."Aku tidak perlu mencoba, memakai baju apapun aku tetap tampan." ucap Rey memuji diri sendiri."Hihh.. sombongnya, tapi memang iya sih!."Rey hanya tersenyum tipis, kemudian memasuki mobil."Eh! tunggu aku belum selesai bicara." Melati ikut masuk mobil tapi malah duduk di belakang membuat Rey kesal."Hey, kenapa kau malah duduk di belakang memangnya aku supirmu." ujar Rey kesal."Tuan nih bagaimana sih, kau kan memang supir kan kau yang mengemudi." jawab Melati polos.Rey menahan kesal sampai hidungnya kembang kempis, gadis ini membuat kesal namun membuat rindu juga."Melati,
"Sayang, kau masak apa?" tanya Elang tangannya sambil melingkar di perut istrinya."Eh! Kak Elang sudah bangun, ini aku lagi masak nasi goreng seafood." jawab Hafsa sambil mengaduk."Hem.. dari aromanya sepertinya enak tapi... lebih enak dirimu di atas ranjang." balas nya menggombal."Ih.. kak Elang pagi-pagi sudah guyon, sayangnya aku lapar." kata Hafsa bergurau.Dia pun mematikan kompor karena sudah matang dan berbalik menatap suaminya yang tampan."Kau sudah mandi?." tanya Hafsa menghirup aroma segar di tubuh Elang."Aku memang sudah mandi tapi melihat dirimu aku jadi ingin mandi lagi." ucap Elang, tangannya sambil bergerilya kemana-mana."Kak geli." kata Hafsa mencekal tangan Elang.Tapi bibir Elang yang kini mencium leher jenjang Hafsa."Kak emm..." Elang malah mencium lembut bibir yang membuatnya candu itu.Jadilah mereka berciuman di siang hari dengan syahdu."Kak Elang sudah ka
Meliana mengernyit malas, "Tidak apa-apa pak saya bisa sendiri. Permisi." Meliana lebih memilih sendiri dari pada harus bersama atasannya yang sudah tua dan mata genit itu.Para karyawan dan seluruh staf perusahaan berbaris sesuai dengan tingkatannya menunggu sang CEO Elang Rahardian tiba, lalu tak berapa lama datanglah rombongan memasuki kantor pusat.Elang dan disebelah nya Rey berjalan tegap dengan penuh kharisma aura kepemimpinan yang terpancar di wajah keduanya sangat melekat sehingga membuat siapapun akan segan dengannya.Semua staf dan karyawan menunduk hormat pada pemimpin mereka dengan wajah yang serius.Meliana detik itu juga sangat terpesona dengan ketampanan yang dimiliki Elang dia tersenyum tipis kemudian.'Ternyata dia memang sangat tampan, sepertinya aku menyukainya apalagi dia sangat kaya aku harus bisa memilikinya.' batin Meliana tersenyum tipis."Selamat pagi semuanya." ucap sang manager memberi salam.
Beberapa menit kemudian pak Wawan datang dengan membawa nampan besar berisi buah-buahan yang sudah dikupas bersih dan dipotong-potong berikut sambalnya yang menggiurkan tak lupa juga air mineral untuk melepas dahaga."Nona ini pesanan nona." ucap Wawan memperlihatkan nampannya."Terimakasih pak Wawan taruh saja di sana." jawab Hafsa dengan mata berbinar menunjuk tempat dekat Melati yang masih tertidur."Baik nona." pak Wawan pun ingin meletakkan nampan itu namun dia kebingungan antata cemas dan ragu."Kenapa pak?." tanya Hafsa."Nona, apa saya beri alas saja disini." kata Wawan kemudian takut jika majikannya melihat dia akan di marahi karena membiarkan nona mudanya makan di atas rerumputan.Hafsa tersenyum mengerti, "Tidak apa-apa pak letakkan saja disitu, lagian disini juga bersih kok pak Wawan tidak usah cemas begitu." jawab Hafsa supaya Wawan tidak ragu."Ba-iklah nona."Akhirnya Wawan meletakkan nampan itu."
"Dian, kau mau kemana?." tanya Cici melihat rekannya berdiri sambil merapikan berkas laporan."Aku ingin memberikan laporan ini pada CEO." jawab Dian tersenyum lebar karena akan bertemu dengan Elang."Hem... kau pasti senang." cibir Cici."Iya dong." ujar Dian menjulurkan lidahnya.Meliana mendengar pembicaraan mereka dia pun berniat ingin menggantikannya.Saat Dian berdiri dia pun ikut berdiri dengan membawa secangkir kopi yang masih panas lalu dengan sengaja menumpahkan kopi itu ke baju Dian dengan dalih tidak sengaja."Aww..." teriak Dian karena kejatuhan kopi panas."Aduh.. Dian maaf aku tidak sengaja tadi aku ingin ke pantri untuk menambahkan gula tapi tak sengaja bertabrakan denganmu." ucap Meliana dengan wajah merasa bersalah."Aduh panas." keluh Dian menyentuh lengannya karena kopi itu tembus ke kulitnya."Dian, kau tidak apa-apa?." Cici datang karena cemas mendengar teriakkan Dian."Ak
Diruangan Rey, Melati sedang menunggu Hafsa yang tak kunjung keluar dia mondar mandir di depan Rey membuat Rey pusing melihatnya."Melati, duduklah kau membuatku pusing." ucap Rey menyentuh dahi nya.Melati kemudian berjalan mendekati Rey dan berdiri di sampingnya."Tuan Rey.""Tuan Rey." Rey mengernyit mendengar Melati masih memanggilnya tuan."Eh, kak Rey kenapa Hafsa dan suaminya belum juga keluar lama sekali, mereka lagi apa sih? aku bosan menunggu." kata Melati dengan wajah ditekuk."Untuk apa kau tunggu? kalau sudah lama begini tidak usah menunggu mereka." timpal Rey santai mengerti dengan keadaan Elang di dalam."Memangnya mereka lagi apa?." Melati malah bertanya sesuatu yang tidak perlu di tanyakan."Jika sudah suami istri memangnya apa yang mereka lakukan." jawab Rey biasa saja."Aku tidak tau lah, masa kau tanya aku kau saja lihat mereka." jawab Melati kesal tidak paham yang di maksud Rey.
Hafsa dan Elang keluar dari ruangannya, Hafsa melihat ke ruangan Rey sudah tidak ada siapapun."Kak Elang kemana mereka? kok tidak ada.!" Hafsa bertanya sambil menunjuk ke arah ruangan Rey yang kaca jendela nya dapat terlihat dari luar.Elang hanya berdehem, "Mereka pasti sudah duluan.""Duluan, sangat tidak setia kawan." ujar Hafsa cemberut sambil menyilangkan tangan di dada."Bukan mereka tidak setia kawan, mungkin kita yang terlalu lama sayang." kata Elang menarik bibir Hafsa yang cemberut."Aww.. sakit." Hafsa memukul lengan Elang yang menarik bibirnya."Sudah, dari pada kau cemberut lebih baik kita makan siang. Ayo!." lalu Elang menarik pinggang Hafsa untuk segera keluar.Hafsa dan Elang berjalan menuju restoran dekat perusahaan mereka, karena Elang sedang tidak mau jauh-jauh untuk mencari makan.Saat masuk pandangan mata Hafsa tertuju pada sudut meja dekat jendela, ya mereka Rey dan Melati yang sedang nikm
Setelah makan siang pasangan itu berpisah, Rey pergi mengantar Melati pulang sedang Elang dan Hafsa kembali ke kantor.Sebenarnya Hafsa ingin pulang duluan namun Elang yang melarangnya karena Elang ingin pulang bersama."Kau ingin kuliah jurusan apa?." tanya Elang saat mereka duduk berdua di sofa.Tapi pandangan nya fokus pada laptop didepannya."Aku ingin kuliah jurusan seni begitu juga Melati, kami memang punya impian untuk kuliah bersama dengan gaji kami. Tapi... kenyataannya kami malah menikah dulu." ungkap Hafsa menerawang masa lalu."Kau saja yang menikah duluan, Melati belum.""Hem.. dia juga kan mau menikah." kata Hafsa memanyunkan bibirnya."Oke, baiklah tapi kau juga harus belajar bahasa supaya kau tidak seperti orang linglung saat aku ajak ke luar negri." tukas Elang menyentil dahi Hafsa."Kau ini mengejekku kah." ketus Hafsa sambil menyentuh dahi nya."Tentu saja tidak, hanya memberitahu."