Maya tampak tergopoh-gopoh masuk rumahnya. Rumah yang ditinggalkan selama tiga tahun itu sudah banyak berubah. Yang dulu berupa bangunan dari kayu bambu, kini sudah berupa tembok yang kokoh.
"Bapak, Ibu, ada apa ini kok ramai sekali?" teriaknya saat turun dari ojek online yang ia tumpangi. Membawa satu koper besar dan satu koper kecil yang diseretnya.
Tampak seorang perempuan menemuinya. Mengenakan kebaya dan kain panjang khas orang desa. "Syukurlah kamu sudah sampai. Adikmu sebentar lagi menikah," ujar ibu Maya, yang bernama Sumirah.
"Apa? Ibu kok tidak bilang kemarin. Tahu begitu kan aku bisa belikan kado yang istimewa," ujar Maya.
"Ibu juga lupa. Kamu datang itu sudah kado istimewa buat adikmu," ujar ibu lagi.
"Baiklah. Di mana kamarku?" tanya Maya .
"Itu di sebelah kiri, nomor dua dari depan," ujar Sumirah. Ia menunjuk sebuah kamar dengan tirai warna biru.
Maya segera menyeret kopernya ke sana. Penerbangan hampir empat jam dari Hongkong ke Indonesia cukup melelahkan. Belum lagi jalan darat delapan jam yang harus ia tempuh untuk sampai ke kampung halamannya.
"Aku akan mebersihkan diri, habis itu tidur," ucap Maya dalam hati.
Setelah meletakkan koper, Maya segera menuju kamar mandi yang terletak di dekat dapur. Beberapa tetangga yang ia lewati menyalami Maya. Biasa, di kampung begitu setiap orang yang baru datang harus menyalami orang yang ditemui. Anehnya, tidak hanya menanyakan kabar. Tapi mereka juga banyak yang menasehati Maya untuk bersabar.
"Baru pulang Mbak Maya? Yang sabar ya," ujar bude Sumi, kakak bapak Maya.
"Pasti bawa oleh-oleh banyak ya Mbak? Mbak mandi dulu habis itu makan, biar kuat menghadapi kenyataan," ucap bulik Sarmi, adik ibu.
"Bulik ini ada-ada saja. Bisa guyon kekinian. Kenapa tidak sekalian, agar silaturahmi tidak putus, boleh pinjam seratus," canda Maya.
"Akh Mbak Maya ini, pinter bercanda. Selalu ceria. Semoga apapun yang terjadi nanti Mbak Maya selalu ceria," tambah lik Yanah, tetangga ibu Maya.
"Sarah di mana sekarang?" tanya Maya mengenai adiknya.
"Kan lagi dirias, habis ini ijab qobul," jawab bulik Sarmi.
Setelah mandi, Maya kembali ke kamar dengan menggunakan handuk kimono. Ia segera berganti baju. Ia memilih baju warna peach untuk acara ijab qobul adiknya. Berdandan tipis agar terlihat lebih segar.
"Maya, ayo makan dulu. Kamu pasti belum sarapan." Bulik Sarmi membawakan sepiring nasi ke kamar Maya.
Kenapa bukan ibuku yang perhatian seperti ini kepadaku? batin Maya dalam hati.
"Terima kasih Bulik," ujar Maya. Namun bulik Sarmi sudah berlalu dan kembali ke dapur.
Setelah Maya makan, tampak rombongan pengantin pria sudah datang. Semua orang menyambut dengan suka cita. Demikian juga Maya. Meskipun ia tidak tahu calon suami adiknya tidak masalah. Meskipun ia dilangkahi adiknya yang menikah duluan, juga tidak masalah. Melihat Sarah bahagia itu sudah cukup.
Maya menuju kamar adiknya. Sejak datang ia belum menemui adiknya.
""Sarah, akhirnya kamu yang duluan dapat jodoh. Selamat ya Dik," ujar Maya.
Anehnya adiknya hanya menjawab dengan anggukan. Tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Apalagi kata sambutan selamat datang. Padahal mereka sudah berpisah selama tiga tahun.
Sarah diiringi MUA keluar dari kamarnya menuju ke tempat pengantin pria yang sudah menunggu. Acara ijab ini akan dilangsungkan di sebuah masjid desa tidak jauh dari depan rumahnya. Hanya sedikit menyeberang jalan.
Sedangkan Maya sendiri baru menyusul beberapa saat kemudian. Sayang saat akan menyeberang jalan itu, Maya kurang hati-hati. Sebuah mobil mewah melintas. Maya hampir saja ditabrak mobil tersebut. Untung hanya bagian kakinya yang sedikit terluka jatuh terbentur aspal jalan.
Seorang pemuda turun dari kemudi. Mengenakan kacamata hitam. Dari penampilannya terlihat dia bukan warga desa tersebut. Mungkin pendatang yang kebetulan lewat.
"Hai kalau nyeberang hati-hati! Untung saja saya jalannya pelan," teriak pemuda tersebut dengan berkacak pinggang
"Hai Sombong. Ada orang jatuh malah dimarahi, tidak ditolong," sahut Maya balik.
"Namaku bukan Sombong, tapi Jonathan. Kamu jatuh karena kecerobohanmu sendiri, ya bangun sendiri dong," teriak pemuda tersebut tidak mau kalah.
"Awas ya kalau lewat sini lagi, aku bawakan golok!" ancam Maya.
Jonathan hanya menyeringai.
Maya segera bangkit dari jatuhnya. Ia merasakan sedikit memar pada lututnya yang terkena aspal. Ia kembali pulang, untuk berganti baju yang sedikit robek di bagian lututnya.
Melihat Maya tidak terluka serius, pemuda tersebut masuk ke mobil dan menjalankan kembali mobilnya. Warga yang menyaksikan kejadian itu juga kembali dengan aktivitas masing-masing. Sebagian menuju masjid untuk menyaksikan acara ijab qobul.
Sementara itu, saat Maya kembali pulang, acara ijab qobul pernikahan Sarah dan Agung sedang berlangsung di masjid.
"Baik, kita mulai ya acara ijab qobul pagi ini. Ananda Agung sudah siap?" tanya penghulu.
"Sangat siap!" terdengar suara pengantin pria, Agung.
Sarah berdampingan dengan Agung menghadap penghulu di depan meja. Di samping penghulu ada ayah Sutrisno dan ibu Sumirah di sisi lainnya.
"Baik ikuti kata-kata saya," ujar penghulu.
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Agung Firmansyah bin Sucipto dengan Sarah Febriyanti binti Sutrisno dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang Rp 10 juta rupiah dibayar tunai."
"Saya terima nikahnya Sarah Febriyanti binti Sutrisno dengan mas kawin tersebut dibayar tunai," ujar Agung.
"Bagaimana para saksi dan hadirin semua?" tanya penghulu.
"Saaaaaah!" ujar para hadirin yang menyaksikan acara ijab tersebut.
"Kurang ajar!" teriak Maya yang baru tiba di lokasi mengagetkan semuanya. Betapa kagetnya ia saat mengetahui pemuda yang menikahi adiknya adalah pacarnya sendiri.
Ia berjalan mendekati Agung. Mencengkeram kerah baju Agung dan menarik ke arahnya
Agung membiarkan saja ulah barbar mantan pacarnya tersebut. Sedangkan Sarah hanya terbengong kaget melihat aksi kakaknya tersebut.
Suasana menjadi gaduh. Para hadirin tidak jelas. Ada yang menyalahkan Maya, namun juga banyak yang mendukung.
"Jadi begini ya balasan usahaku sampai ke luar negeri untuk cinta kita?" teriakannya masih mencengkeram kerah baju Agung.
Bulik Sarmi yang duduk di belakang tergopoh-gopoh mendekati Maya. Dia peluk keponakannya tersebut dengan iba.
“Mbak Maya tenang Mbak. Ayo kita pulang,” bulik Sarmi memeluk Maya.
Tangis Maya pecah. Semua orang memandangnya. Ada yang memandang iba, ada yang memandang mencibir karena telah merusak suasana khidmat ijab adiknya sendiri.
Maya mengikuti bulik Sarmi yang menggandengnya mengajak pulang. Dia dibawa ke kamar. “Sudah kukatakan, Maya harus bersabar,” ucapnya.
"Kenapa tidak ada yang bilang dari awal. Biar aku lebih siap Bulik," ujar Maya masih menangis sesenggukan di atas kasur. Ia menutup wajahnya dengan bantal.
Tidak lama kemudian datanglah Sarah bersama Agung suami.
"Apa maksud Mbak membuat kekacauan di hari bahagiaku? Mbak tidak terima mas Agung jadi suamiku? Salah Mbak sendiri kenapa punya pacar ditinggal pergi jauh," ujar Sarah.
Kemarahan Maya semakin membuncah. "Cih begini balasanmu sebagai adik? Dasar adik durhaka!" teriak Maya.
***
"Cih begini balasanmu sebagai adik? Kau adik durhaka!" teriak Maya Maya meludah tepat di hidung adiknya yang masih ber make up cantik tersebut.Agung tidak terima istri yang baru dinikahi beberapa menit yang lalu diperlakukan seperti itu. "Biad*b kau Maya!" ujarnya. seraya mendorong Maya hingga jatuh. Untung jatuh ke kasur, sehingga tidak sakit.Agung meraih kotak tisu di meja. Dibersihkan wajah Sarah dengan tisu tersebut. Seakan dengan sengaja memamerkan kemesraan di hadapan Maya ."Kamu tidak apa -apa Sayang? Sebaiknya kita keluar saja," ujarnya pada Sarah."Mbak memang sudah kesetanan. Kita keluar saja biar nggak ketularan gila," kata Sarah pada suaminya.Belum sempat mereka keluar Sumirah masuk. Ia mendengar keributan yang terjadi di kamar itu. "Ada apa Maya? Baru datang sudah bikin keributan dengan adik sendiri. Apa ngga malu dilihat tamu?" tanya ibu."Seharusnya dia yang malu Bu. Masak pacar mbaknya sendiri diembat. Adik macam apa itu?" balas Maya balik bertanya .Ibunya hanya
Maya menatap ibunya untuk mencari jawaban sekaligus perlindungan. Namun, yang ditatap malah melengos ke arah lain. Tampak tetes air mata ibunya menggenang di pipi. Melihat drama itu, Maya tidak punya pilihan lain. Ia berlari ke kamarnya. Membereskan beberapa barang yang sudah sempat ia keluarkan dari koper. Dia masukkan ke koper kecilnya. Sedangkan koper besar akan dia tinggal. Karena hampir semuanya berisi oleh-oleh. Dan rasanya akan sulit bergerak kalau dia pergi dengan membawa koper sebesar itu.Selang beberapa waktu dia memesan aplikasi ojek online yang akan mengantarnya ke terminal. Dia masih belum tahu ke mana tujuannya saat ini. Tidak lama, tukang ojek online yang dipesannya sudah tiba. Maya menyeret kopernya keluar. Tidak lupa ia menghampiri ayah dan ibunya yang masih duduk di teras. Ia mencium tangan ibunya tanpa berkata-kata. Ibunya juga tidak berkata sepatahpun. Kemudian memeluknya sesaat. Tidak berusaha untuk mencegahnya. "Mari Pak kita berangkat," ujar Maya seraya naik
Mata Maya langsung terbuka. Di depannya tampak seorang wanita berperawakan gendut dan berkacak pinggang. "Maaf Bu," hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Maya "Memang aku ibumu kamu panggil bu," ujar wanita tersebut."Kalau tidak mau dipanggil bu lalu minta dipanggil apa coba. Masak Pak," pikir Maya dalam hati."Panggil aku tante," ujar wanita tersebut seperti memahami kebingungan Maya."Oemjii, apakah anda Tante Berlian?" tanya Maya dengan sangat ketakutan. Percakapan dua laki laki yang mengejarnya tadi malam berseliweran di otaknya. Betapa ngerinya, andai dia tertangkap dan berujung di rumah bordir Tante Berlian.Kakinya ditekuk dan beringsut duduk di pojok warung. Kedua tangan menutupi wajahnya. "Hei kenapa kau ketakutan seperti itu? Aku hanya ingin tahu mengapa kamu bisa tidur di warungku?" tanya perempuan tersebut kepada Maya dengan nada yang lebih lembut. Tampaknya ia kasihan melihat Maya yang begitu ketakutan."Jadi Anda bukan Tante Berlian kan?" tanya Maya sekali lagi
Maya melangkah gontai keluar dari pintu gerbang perumahan elit tersebut. Namun saat ia melewati pos satpam, ia melihat ada tulisan lowongan pekerjaan yang di tempel di sana.Dengan takut Maya mendekati tulisan tersebut. "Maaf Pak. Saya mau baca lowongan tersebut. Karena saya lagi butuh pekerjaan," ujar Maya memberanikan diri.Satpam yang tadi menghardiknya hanya diam. Tapi membiarkan Maya untuk membaca lebih dekat tulisan itu. Namun mata satpam tersebut masih menatap Mata dari ujung rambut sampai ujung kaki."Yes!" teriak Maya kegirangan. Dia akan melamar pekerjaan tersebut. Sebuah keluarga membutuhkan tenaga kerja perempuan yang mau merawat orang jompo. Seorang perempuan yang sudah berusia 80 tahun. Syaratnya: perempuan usia 20-50 tahun, bersedia tidur dalam, telaten dan penyabar. Tidak disyaratkan ijazah, KTP dan dokumen lain. Sehingga Mata merasa memenuhi syarat untuk melamar.Satpam yang mengamatinya dari tadi tampak mulai berubah wajahnya. "Mbak mau cari pekerjaan ini?" tanyany
"Itu kan, itu kan....." ucap Maya dengan gagap. Ia segera berbalik. Tidak sanggup bertatap mata dengan laki-laki yang pernah ditemuinya beberapa waktu lalu. Sebuah pertemuan tidak sengaja yang menyebalkan. "Ada apa, Maya? Kamu kelihatan bingung," tanya nyonya besar. "Oh tidak ada apa-apa, Nyonya. Udara pagi ini terasa segar. Apakan anda tidak berminat untuk jalan-jalan di luar, Nyonya? " tanya Maya. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan. "Kamu menawariku?" Nyonya besar balik bertanya. Ia heran, belum pernah ada pengasuh sebelumnya yang menawarinya jalan-jalan. "Tentu saja," ujar Maya. "Ayo," ajak nyonya besar dengan wajah berbinar. Maya segera mempersiapkan kursi roda dan beberapa perlengkapan lain untuk itu. Seperti air minum, tisu dan juga sweater. Ia khawatir nyonya besar akan kedinginan saat di luar nanti. "Nyonya sudah siap?" tanya Maya. "Tentu saja. Bahkan saya sangat senang. Belum ada satup
"Sial@n!"Laki-laki tersebut terus mengumpat. Ia berjalan menuju ke arah dua perempuan beda usia, Maya dan nyonya besar. Tidak lama kemudian ia berdiri berkacak pinggang. Tepat beberapa meter di belakang dua perempuan itu duduk."Cepat pulang. Pengasuh sial@n. Hanya menambahi pekerjaanku saja," ujarnya seraya menuding ke arah Maya.Nyonya besar yang mengetahui itu dibuat kaget. Cucu tersayangnya belum pernah berbuat kasar seperti ini. Apalagi terhadap perempuan."Ada apa kamu Jojo. Jaga kata-katamu," ujar nyonya besar mengingatkan."Jadi Oma lebih membela perawat sialan daripada cucu Oma sendiri?" tanya Jonathan.Nyonya besar menggeleng. "Bukan begitu. Tentu saja aku sangat sayang pada cucuku. Tapi kenapa kamu terkesan tidak suka pada Maya? Apa salah dia padamu?" tanya nyonya besar sambil menatap lekat cucunya."Dia menambahi pekerjaanku saja. Gara-gara dia, aku diminta mama untuk mengawasi Oma jalan-jalan," ujar Jonathan.
Maya sigap. Ia ke belakang untuk mengambil peralatan kebersihan di dekat dapur. Ia tidak mau ada orang yang terluka akibat pecahan kaca tersebut. Namun nyonya Mulia melarangnya"Tidak usah Maya. Biar asisten lain yang membersihkannya. Tugasmu adalah menjaga mamaku," ujar nyonya Mulia."Baik, Nyonya, " jawab Maya. Ia urung ke belakang dan kembali ke tempat duduknya.Mendengar hal itu, Jonathan yang masih berada di ruang makan tampak semakin jengkel. Padahal dia sengaja menjatuhkan gelasnya agar Maya dimarahi. Atau minimal disuruh membersihkan. Agar pekerjaan Maya bertambah."Aneh sekali. Kenapa semua orang di sini selalu membela dia. Tidak hanya Oma, juga mama. Apa istimewanya anak kampung ini?" ujar Jonathan.Dipandangi satu persatu orang yang ada di situ. Seakan mencari pembelaan diri.Tuan Mulia yang sejak tadi diam ikut angkat bicara. "Sudahlah Jo. Papa lihat sendiri kamu yang menyenggol gelas itu sampai terjatuh. Jangan salah
"Apa maksudmu membawaku kemari?" tanya Maya dengan wajah ketakutan.Jonathan hanya tersenyum menyeringai. Lalu tangannya menarik Maya ke atas. Mencengkeram kerah baju yang dipakai Maya. Sampai gadis itu berjinjit agar bisa sejajar dengan tangan Jonathan.Tidak sampai di situ. Jonathan bahkan mengangkat Maya ke arah tembok. Di sana kedua tangan Maya ditempelkan ke tembok. Gadis itu tidak bisa berbuat banyak.Maya menangis sesenggukan. Hal yang paling ditakutinya adalah diperkosa laki-laki. Karena sejauh ini dia sudah mempertahankan harga dirinya sebaik mungkin. Dan ingin mempersembahkan yang terbaik untuk suaminya kelak."Jangan ge-er. Aku tidak akan memperkosamu. Cih," ujar Jonathan sambil meludah. Hampir mengenai rok yang dikenakan Maya. Seakan dia memahami kekhawatiran Maya."Lalu apa maksudmu?" Maya mulai berani menantang."Aku hanya ingin membuat kesepakatan denganmu," ujar Jonathan."Kesempatan apa? Aku tidak memiliki
Jonathan kecil tampak begitu bahagia. Dia membalas pelukan papanya dengan erat. "Horee, Papa sudah datang." Teriaknya histeris.Berputar putar mengelilingi toko yang mulai sepi karena hendak tutup. Sedangkan Jonathan besar tanpa menunda langsung memeluk kekasih hatinya itu. Segala rindu dia tumpahkan malam itu Sedangkan Maya awalnya sedikit malu malu dan khawatir dengan status Jonathan. Karena terakhir kali dia mendengar informasi dari satpam bahwa Jonathan sedang dalam persiapan menikah dengan gadis Eropa. "Mas, sudah. Tidak enak dilihat anak-anak. Lagian nanti ada yang cemburu lho," ujar Maya seraya mengurai pelukan Jonathan besar."Siapa yang cemburu? Apakah kamu sudah memiliki pacar?" tanya Jonathan sedikit ragu. Kalau suami, dari informasi yang dia dapatkan, Maya tidak sedang menikah dengan siapapun. Namun bisa jadi dia sedang menjalin hubungan dengan laki-laki lain untuk me jadi ayah tiri buat Jonathan yunior. Hal ini yang tidak dia pikirkan selama ini. Jonathan hanya berpik
"Tolong dikirimi list foto-fotonya ya," jawab Jonathan.Tidak beberapa lama kemudian belasan foto contoh buket bunga dikirim ke nomor Jonathan. Jonathan sendiri bingung mana yang harus dia pilih. Karena menurutnya semua bagus."Apakah semua bunga ini dirangkai sendiri oleh pemilik toko?" tanya Jonathan."Dulu begitu، namun sejak ada pegawai ibu sudah jarang ikut merangkai sendiri. Hanya bantu kalau toko ramai saja," jawab nomor tersebut."Boleh tahu nama pemilik tokonya siapa ya?" tanya Jonathan."Ibu Maya."Deg. Namun Jonathan sendiri tidak tahu nama panjang kekasihnya itu, jadi percuma juga dia menanyakan nama panjang Maya. Malah membuat penyidikannya diketahui saja."Oh ya ya, pernah sekali saya ke toko antar mama pesan bunga. Itu Bu Maya yang sudah memiliki anak laki-laki kecil itu ya?" tanya Jonathan."Anda benar sekali," jawab admin toko."Lucu dan ganteng. Sampai saya pingin mencubit pipinya," kata Jonathan."Banyak customer toko kami yang bilang begitu. Semua gemes gemes sama
Lima tahun kemudian...."Mama, mama belikan es krim itu dong," teriak seorang anak kecil berusia sekitar empat tahun di taman balau kota. "Di rumah kan sudah banyak es krim, mengapa harus beli lagi?" tanya seorang perempuan berusia sekitar 27 tahun yang merupakan ibu dari anak itu Tidak jauh dari ibu dan anak tersebut, seorang laki-laki mengamati dengan takjub. Disampingnya ada perempuan paro baya, yang merupakan ibu dari laki-laki dewasa itu."Mama kok merasa wajah anak kecil itu sangat familier ya. Tapi siapa?" tanya perempuan paro baya yang rambutnya hampir separuhnya beruban.Laki-laki dewasa disampingnya menoleh. Memandang ke arah yang ditunjuk sang mama. Deg.Dia sangat hapal dengan wajah perempuan yang menjadi mama dari bocil imut itu. "Bukankah, bukanlah itu...""Siapa Jo? Kamu mengenalnya?" tanya sang mama."Oh maaf bukan Ma, justru Jo melihat anak kecil itu mirip dengan fotoku saat kecil," ujar laki-laki dewasa yang ternyata adalah Jonathan."Hmm masak sih. Iya juga ya.
Sementara itu di Jerman, Jonathan uring-uringan. Dia mulai merasakan bahwa papanya sengaja mengirimnya ke Jerman untuk dijodohkan dengan Caroline. Bahkan Caroline sendiri tampak aktif untuk mendekati Jonathan."Ma, maksud papa ini apa sengaja menjebak saya untuk dijodohkan dengan Caroline. Jo tidak mau Ma. Jo sudah punya pacar," kata Jonathan saat menelepon mamanya. "Jo, dengarkan dulu. Tidak ada ceritanya orang tua yang ingin menjebak anaknya. Semua orang tua itu ingin memulihkan yang terbaik untuk anaknya. Termasuk untukmu. Apalagi kamu anak tunggal," jawab mamanya di tanah air."Ingat Ma, kalau untuk urusan kerja,oke. Tapi kalau untuk perjodohan,no way" tegas Jonathan sambil menutup panggilan telepon.Nyonya Mulia sedang sarapan pagi dengan suaminya saat Jonathan telepon. "Ada apa dengan Jonathan, Ma?" tanya Tuan Mulia."Biasa curhat," jawab Nyonya Mulia. Dia tidak ingin Jonathan akan terlalu dipaksa dalam perjodohan yang memang sudah mereka rencanakan ini.Memang Nyonya Mulia jug
Maya menyeret kopernya keluar unitnya. Dia membuka pintu dan mengunci dari luar. Sesaat dia memandang dari luar, menitikkan air mata. Tempat yang membuat dirinya sempat melambung, namun kini terhempas ke dasar lembah yang paling dalam."Selamat tinggal," bisiknya lirih.Surat pengunduran diri dan surat untuk Adel sudah dia letakkan di atas meja makan. Agar Adel dengan mudah menemukan. Setelah mengunci apartemennya, dia menuju lift dan turun ke loby. Dia menuju ke resepsionis untuk menitipkan kartu masuk unitnya di sana. Sebab, apartemen tersebut adalah fasilitas perusahaannya. Sehingga pastinya cepat atau lambat akan diminta kembali perusahaan, seiring dengan kepergian dirinya. Dengan pengunduran dirinya."Mbak nitip kartu akses ya. Mungkin nanti akan ada temanku yang mengambilnya," kata Maya.Setelah itu dia memesan taksi online yang akan membawanya ke stasiun terdekat. Maya sudah memiliki kota tujuan yang ingin dia datangi. Yakni Kota Baru Malang. Di sana merupakan kota wisata. Ud
Mobil taksi online segera meninggalkan rumah tersebut. Maya memandang sekilas rumah yang dulu pernah dia tinggali sebulan. Berharap bisa melihat Jonathan di sana. "Sekuriti tersebut tidak berbohong, pasti saat ini Jonathan sedang berbahagia menyambut hari pernikahannya bersama gadis bule," batin Maya. Dadanya terasa sesak mengingat itu. Sampai taksi yang dia tumpangi sampai di bundaran air mancur di tengah tengah perumahan itu. Posisi taman air mancur tersebut memang di tengah tengah perumahan, sehingga siapapun yang masuk ke perumahanku itu akan melewatinya. Demikian juga saat keluar nanti."Pak, boleh berhenti beberapa menit di sini,"ujar Maya masih dengan suara habis menangis.Tanpa menjawab sopir taksi tersebut menepi dan mobil benar-benar berhenti. Maya tidak keluar, tapi hanya memandang air mancur tersebut dari mobil. Kaca jendelanya dia buka. Sehingga dia bisa menghirup udara segar dibawah rerimbunan pohon yang tumbuh sepanjang jalan. Pohon trembesi. Yang terkenal mampu mengi
Maya memejamkan mata. Namun pikirannya justru melayang kemana-mana. Bahkan dia tidak mandi atau mengganti pakaian kerjanya untuk beberapa saat."Akh, mungkin berendam di air hangat membuat pikiranku lebih fresh," ujar Mata sambil melangkah ke kamar mandi.Benar saja, dia berendam di sana. Dalam waktu yang cukup lama. Bahkan hampir satu jam. Bahkan Adel yang mencari Maya untuk diajak makan malam sempat khawatir sahabatnya itu pingsan di kamar mandi."Maya, kamu di kamar mandi kah?" tanya Adel.Tidak ada jawaban untuk beberapa saat. Barulah panggilan ketiga Maya baru menyahut."Iya, aku di dalam," jawab Maya."Syukurlah. Khawatirnya kamu pingsan lagi."Tidak lama kemudian, Maya keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih bugar. "Aku sudah pesan makanan untuk kita berdua," kata Adel."Kamu memang sahabat terbaik.""Aku pesan nasi goreng. Semoga kamu suka," kata Adel lagi."Pasti suka. Kita belum sempat makan sejak siang tadi," kata Maya."Iya, aku sendiri tidak tega meninggalkanmu m
Tidak lama setelah itu, mobil perusahaan disiapkan untuk membawa Maya ke rumah sakit. Bagaimanapun juga kejadian ini terjadi di kantor saat Maya bekerja. Sehingga dihitung sebagai kecelakaan kerja. Adel ikut mengantar Maya ke rumah sakit. Setelah ditangani di UGD lalu dibawa ke ruang perawatan. Di sana Maya baru siuman. Adel ingat saat suster meninggalkan ruangan terserah sempat berpesan, apabila pasien sadar untuk segera menghubungi perawat dengan menekan tombol yang tidak jauh dari tempat tidur Maya. Adel menekan tombol itu.Tidak beberapa lama seorang perawat datang. "Ada yang bisa dibantu?" tanya perempuan berbaju dan rok sebatas lutut berwarna putih itu dengan rambut diikat rapi ke belakang. Di atas rambutnya ada topi kecil. Tampak rapi."Pasien bangun Suster," kata Adel."Syukurlah. Habis ini akan ada dokter jaga yang melakukan visite ke mari. Anda bisa bertanya seputar masalah sakitnya pasien," ujar Suster tersebut kepada Adel."Apa saya tidak boleh bertanya sesuatu Suster?"
Pagi itu Maya bangun dengan malas. Dia merasakan tubuhnya kurang enak badan. Malas beraktivitas dan dada serta perutnya terasa penuh."Apa yang salah denganku?" batinnya.Namun, dia berusaha beranjak bangun dan menuju ke kamar mandi. Menyalakan shower air hangat untuk mandi. Agar tubuhnya bisa kembali bersemangat untuk menjalani aktivitas hari ini.Baru saja dia melepas pakaiannya untuk mandi, perutnya terasa mual. Huek huek huek.Dia menuju wastafel dan menumpahkan isi perutnya di sana. Namun karena belum makan apapun tidak ada yang keluar dari mulut Maya, selain air yang agak berwarna kuning. "Sepertinya aku masuk angin. Maklum cuaca begitu dingin di luar di bulan Juli ini," kata Maya.Usai mandi dan berganti baju, Maya berencana ke dapur. Seperti biasa, dia ingin menyiapkan sarapan pagi. Sebelum itu dia ingin membuat minuman jahe panas agar tubuhnya sedikit hangat. Baru saja dia memanaskan air dan menuang serbuk jahe instan di gelas, perutnya kembali mual. Dia kembali ingin memun