"Sempurna, ini tempat yang tepat untuk menyembunyikan Sean."Pelayan itu tampak mengerutkan keningnya ketika mendengar penuturan Monica. Namun dia tak banyak bertanya karena pintu tiba-tiba saja terbuka dan memperlihatkan sosok rekan kerjanya.Seketika Monica langsung menoleh dan menatap tajam pria berbadan besar itu. Sebelum Monica bisa mengatakan sesuatu, pelayan itu dengan cepat langsung menjelaskan dan berkata, "Nona, Tuan Sean ada di dalam. Mari kita masuk," ujarnya.Mendengar itu, Monica tak banyak beritanya dan langsung menganggukan kepala perlahan sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah itu.Sesosok bocah lelaki yang tengah terduduk di kursi itu terlihat memejamkan matanya seolah-olah tengah tertidur. Monica yang melihatnya pun tersenyum tipis dan segera mendekat. Dia dengan cepat langsung mengelus kepala putranya dengan lembut dan berkata, "Sean ini Mama, Nak."Sean yang mendengar suara ibunya itu seketika langsung membuka matanya perlahan. Jantung bocah lelaki itu b
"Gara-gara kecerobohan kamu, rencanaku bisa saja hancur dan kita mungkin dijebloskan ke dalam penjara!" Dengan napas yang memburu naik turun karena marah, Monica kembali membentak, "Padahal aku sudah beri peringatan berkali-kali, tapi kamu kayaknya nggak bisa kerja dengan baik, ya?!"Dibentak seperti itu, dia hanya diam karena Monica memang wanita yang menakutkan. Namun di dalam hatinya, pelayan itu tetap saja merasa sangat kesal dan marah. "Daniel saat ini nggak akan bisa melakukan apapun, tapi kalau dia menemukanmu ... kamu akan habis di tangannya!"Mendengar itu, dia merasa bergidik ngeri. Mantan majikannya itu memang menakutkan dengan tingkah lakunya yang misterius. Awalnya dia mengira semuanya akan berjalan dengan baik, karena Nadia pun hanyalah seorang pelayan. Dia merasa tak ada salahnya untuk menyinggung wanita itu. Tapi sayangnya, itu salah kaprah. Sekarang, dia tak bisa mundur sama sekali. Semua hanya telah terlanjur dan dia terlibat dengan Monica, mantan istri sekaligus m
"Buang jauh-jauh pikiran untuk merengek, Ibumu bahkan tidak akan membantu."Mata bocah lelaki itu seketika langsung terbelalak dengan sempurna dan diam seribu bahasa.Di saat yang sama, Monica masuk kembali ke dalam rumah dan terlihat memicingkan matanya dengan tajam ketika melihat raut wajah putranya yang telah berubah. Dia dengan cepat langsung mendekat untuk memastikan bahwa keadaan putranya itu baik-baik saja. Perlahan wanita itu pun mulai bertanya setelah berjongkok tepat di hadapan Sean, "Kamu kenapa, Sean? Ada yang sakit?"Saat melihat ibunya berada tepat di depan matanya, Sean masih saja bungkam. Dia terlalu takut untuk menatap lekat wanita itu karena sampai saat ini semuanya terjadi begitu cepat dan dia hanya bisa percaya bahwa ibunya itu bukanlah orang yang baik.Ketika melihat putranya tetap saja, Monica dengan cepat kembali menoleh ke arah pria berbadan kekar itu dan segera bertanya, "Apa yang kamu lakukan pada anakku, hah?!"Dari cara bicaranya saja, wanita itu sudah meng
"Jangan banyak alasan karena aku nggak akan percaya begitu saja!" desisnya dengan sorot pandangan tak suka.Dia justru mengalihkan pandangannya lagi pada putranya. Monica tahu dengan jelas bahwa dugaannya itu tak mungkin salah. Sean bagan bersikap sangat manja layaknya seorang anak kecil biasa dan karena itulah dia mudah mempercayai putranya itu."Tapi, Nona ... saya serius. Anda pasti--""Diam!" bentak wanita itu dengan nafasnya yang kembali memburu karena tersulut emosi. Dia dengan cepat kembali menatap pria berbadan kekar itu dan berjalan mendekatinya. "Jangan membuat kesabaranku habis!"Setelah menghela nafas panjang karena lawan bicaranya itu seketika terdiam, Monica mengusap wajahnya dengan kasar karena dia tak mungkin membuang waktu lebih lama lagi.Wanita itu kembali menatap pelayan dan berkata, "Sudah waktunya bagiku untuk pergi."Sean yang melihat itu seketika langsung memelototkan matanya. "Mama mau pergi ke mana? Bawa Sean juga, Ma."Dengan sorot pandangan yang terlihat me
"Daniel, kita harus segera menemukan cara untuk bernegosiasi dengan Monica," ucap Hendrawan.Pria itu menatap letak putranya dengan tatapan serius karena tahu dengan jelas bahwa ancaman tak akan pernah berhasil untuk Monica. Sebab wanita itu saat ini bahkan Sudah berani melawan semua orang yang mencoba untuk menekannya.Daniel yang mendengar itu pun seketika langsung tertunduk. Saat Hendrawan melihatnya, pria paruh baya itu seketika langsung bertanya dengan kening yang berkerut karena curiga dengan anaknya. "Ada apa? Kamu terlihat seolah tengah menyembunyikan sesuatu."Martha yang juga merasa curiga pada putranya itu pun segera bertanya untuk memastikan. "Iya, Niel. Apa jangan-jangan ada sesuatu yang sudah terjadi?"Saat melihat ibunya tengah merasa khawatir, Daniel pun segera menjelaskan situasi yang tengah terjadi tanpa ditutupi sedikitpun karena kedua orang tuanya itu wajib mengetahuinya."Monica sudah memberikan syarat dan dia berjanji akan melepaskan Sean."Martha yang mendengar
'Aku harus menyelesaikan masalah ini sebelum terlambat!' Dengan itu, Nadia segera menoleh dan menatap lekat Daniel serta keluarganya. Rasanya sangat sulit baginya untuk menelan saliva seolah-olah di dalam kerongkongannya itu ada sebuah benda yang mengganjal dan membuatnya sulit untuk bernapas. Tatapan ketiga orang itu telah berhasil membuatnya merasa sedikit ragu. Namun Nadia dengan cepat segera menepisnya dan memberanikan diri untuk berkata, "Jika Monica menginginkan pembatalan pernikahan kita, aku bersedia untuk melakukannya."Daniel seketika langsung terdiam. Begitu juga dengan kedua orang tuanya. Namun Martha dengan cepat langsung menggoyangkan pundak Nadia dan mencoba untuk menyadarkan gadis itu untuk tidak bertindak ceroboh. "Nadia, apa yang kamu bicarakan?" Tatapan wanita paruh baya itu terlihat sangat khawatir ketika mendengar perkataan aneh meluncur dengan mudahnya dari bibir Nadia. "Jangan berpikir buruk seperti itu, meskipun kamu sempat mendengar tentang tawaran gila dari Mo
"Aku menyukaimu, Nadia." Tatapan Daniel terlihat sangat serius saat ini.Bahkan Nadia akhirnya tak bisa mengatakan apapun. Jika saja pria itu terlihat berbohong, dia tak akan merasa kebingungan seperti sekarang. Tapi, Daniel terlihat jujur. Bahkan setiap kalimat yang keluar dari bibirnya terdengar sangat tulus.Martha dan Hendrawan pun sama terkejutnya. Terlebih lagi, putranya itu hampir tak pernah memperlihatkan perasaannya selama ini.Di saat memikirkan itu, Daniel kembali buka suara untuk menegaskan ucapannya barusan pada Nadia. "Aku serius dan kamu bisa mempercayainya."Nadia merasa jantungnya itu berdetak semakin kencang seolah-olah hampir saja melompat keluar dari tempatnya. Tanpa sadar wajahnya itu pun kini dihiasi oleh gurat kemerahan karena salah tingkah.Tapi sebelum dia bisa mengatakan apapun, Martha dan cepat ikut mencoba untuk meyakinkan calon menantunya itu. Dia pun mulai berkata, "Nadia, Daniel pasti mengatakan yang sejujurnya karena selama ini Tante dan Om nggak pernah
"Ayo, Nadia." Martha mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu agar bisa turun dari ranjang.Nadia segera meraihnya dan kini berjalan beriringan dengan wanita paruh baya itu. Namun sorot pandangannya kini beralih menatap ke arah pintu di mana ada sosok pria yang sudah menunggu di sana.Jantung Nadia terasa berdetak semakin kencang ketika melihat wajah Daniel dan itu telah berhasil membuatnya menjadi salah tingkah. Mati-matian dia mencoba untuk menyembunyikan wajahnya yang kini dihiasi dengan gurat kemerahan.Di dalam hatinya, gadis itu pun mulai berkata, 'Sampai sekarang rasanya masih kayak mimpi. Gimana bisa dia suka padaku?' batinnya.Di saat gadis itu tengah merenung, Martha yang juga berjalan tepat di sampingnya melirik ke arahnya dan wanita paruh baya itu tersenyum tipis ketika sadar bahwa calon menantunya ini kini menjadi jauh lebih terbuka dengan perasaannya. Setelah menyadari hal itu, Martha segera mengalihkan pandangannya pada Daniel dan berkata, "Kamu bantuin, Nadia, gih