William dan Ella baru saja sampai rumah. Mereka segera membersihkan diri di kamar masing-masing.
Pada malam harinya, mereka makan malam bersama. William tampak diam dengan wajah dinginnya. Sesekali Ella melirik berharap William mau membuka pembicaraan. Namun sampai makan malam selesai, William tak juga berbicara.
Hingga saat Ella melihat William memakai pakaian yang tidak biasa, ia memberanikan diri untuk bertanya.
"Mau kemana, Will?"
"Apa aku harus memberitahumu kemana pun aku pergi?" Menatap dingin.
"Aku hanya bertanya. Kenapa kau marah?"
"Karena itu, jangan campuri urusan pribadiku."
William pergi meninggalkan Ella yang masih diam mematung. "Apa salahku? Aku kan hanya bertanya?" gumam Ella sambil tertunduk sedih.
"Siti." Ella menghampiri kepala pelayan di rumah itu.
"Iya, Nona."
Ella dan William sudah sampai kamar. Ella langsung merebahkan William ke atas ranjang. Membuka sepatu, mengeluarkan ponsel, dompet, lalu membuka jaketnya.Ella bermaksud meluruskan kaki William agar kaki kirinya tidak keluar dari ranjang. Namun tanpa disangka, William menariknya hingga ia jatuh ke atas tubuh William. Ella ingin berdiri namun William memeluk tubuhnya dengan erat."William, lepaskan." Ella berusaha melepaskan tangan William. Namun anehnya ia tidak bisa. Seakan-akan William menjadi kuat saat mabuk."Kau mau kemana, Ella? Menemui si berengsek itu?" tanya William sambil menatap Ella dengan penuh nafsu."Tidak, lepaskan, Will" Ella kembali memberontak namun tenaganya kalah oleh William."Oh jadi kau mau menemui si berengsek itu, ya?" William terlihat begitu emosi. Ia membalikkan posisi mereka.Kini Ella berada di bawah dan William berada di a
"Baiklah, kita sudah selesai makan. Sekarang katakan bagaimana seorang suami bisa bertemu mantan di club malam." Ella meletakkan gelasnya setelah tegukan terakhirnya.William yang hendak menyendokkan makanan ke mulutnya kembali meletakkan sendok ke piringnya. "Sayang, kau yang sudah selesai. Aku belum. Sepertinya kau sangat lapar.""Aku? Bukan aku yang kecepatan makan. Tapi kau yang menambah porsi makanmu, ingat?""Iya, iya. Aku habiskan dulu makananku, ya." William membelai pipi Ella dengan lembut."Ehmmm."Suara deheman seseorang mengejutkan mereka. "Wah wah, pengantin baru masih kurang bulan madunya?" Haira menghampiri mereka yang masih berada di ruang makan."Ibu, apa kabar. Aku merindukan ibu." Ella memeluk Haira, ibu mertua kesayangannya."Ibu juga merindukan kalian. Mana oleh-oleh ibu?" Haira menadahkan tangan kepada William
Hari ini William akan kembali bekerja di kantor. Ella tengah memasangkan dasi untuknya. Namun, jiwa-jiwa pengantin baru masih menempel pada diri William. Sepanjang Ella memasang dasi, William terus saja mencoba mencium bibirnya. Bahkan saat ini tangannya memeluk erat tubuh Ella."William, lepaskan. Aku kesulitan memasangkanmu dasi kalau kau terus memelukku.""Aku kan hanya memeluk. Masa tidak boleh.""Ingat, kau akan ke kantor. Ada rapat besar hari ini.""Haah, membosankan. Apalagi hari ini dia juga datang." William membuang nafas kasar."Dia siapa?""Ayah akan melaunchingkan produk barunya dengan menggunakan model.""Maksudmu Jesika ada di sana?""Tumben cepat tanggap." William mencubit hidung Ella."Jika itu tentang pelakor tentu aku cepat tanggap. Ya sudah, pergilah. Tetapi saat jam makan
Selena sedang tergesa-gesa menuju ruang rapat. Kedua tangannya mengepal erat, wajahnya berubah masam."Enak saja dia. Aku sudah menunggunya cukup lama dan dia malah enak-enakan bersama Kania."Sesampainya di depan ruang rapat, Selena melihat ayah mertuanya, Aiden yang sedang berbicara dengan rekan kerjanya. Melihat Selena yang tampak emosi, Aiden buru-buru menyudahi pembicaraan dengan rekan bisnisnya lalu menghampiri Selena."Selena," panggil Aiden.Selena menghentikan langkah dan menoleh ke sumber suara. "A-ayah. Maaf, aku tidak melihat.""Kau mau kemana buru-buru begitu.""Ayah, kenapa Harry dan Kania masih berada di dalam?""Oh, mereka sedang membicarakan masalah proyek terbaru yang akan mereka kelola.""Kenapa harus berdua, Ayah?""Banyak CCTV di dalam, Selena. Kau jangan khawatir." Aide
Orang tua Harry dan orang tua Selena sudah sampai rumah sakit setelah mendengar kabar insiden yang dialami Selena.Mereka terlihat sangat panik dengan keadaan Selena yang masih belum sadar."Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya ibu Selena sambil menangis tersedu-sedu."Ada orang yang sengaja mencelakai Selena. Dia mengunci Selena di dalam ruang pendingin, Bu," sahut Harry dengan ragu. Ia merasa orang yang paling bersalah dalam insiden ini."Ya Tuhan, anakku." Ibu Selena memeluk dan menciumi anaknya."Sabar, Bu. Kita berdoa saja semoga Selena baik-baik saja." Ayah Selena berusaha menenangkan."Harry, apa yang sudah kau perbuat sehingga Selena seperti ini?" Haira menatap Harry dengan tatapan tajam.Namun, belum sempat Harry menjawab, terdengar suara lemah memanggil namanya. Mereka menoleh ke sumber suara dan ternyata Selena sudah sadar.
Hari ini, Selena pulang dari rumah sakit karena keadaannya yang sudah membaik. Orang tuanya dan orang tua Harry juga ada di sana untuk ikut mengantar mereka ke rumah Harry. Sedangkan William dan Ella tidak ikut karena William sedang ada pekerjaan penting.Di rumah Harry, mereka sedang duduk di ruang keluarga."Rumah ini begitu besar untuk kalian tempati berdua. Kenapa tidak menambah satu atau dua orang lagi," ucap Haira."Memangnya siapa yang akan kami rekrut menjadi penghuni rumah ini, Bu?" tanya Harry."Siapa? Tentu saja anak kalian," sahut Haira."Itu masih lama, Bu. Selena dan aku be....aduh!" Harry meringis saat merasakan kaki Selena menginjak kakinya."Iya, Ibu mengerti. Masih lama karena belum dibuat kan? Kau sama polosnya seperti Ella." Haira menggelengkan kepalanya."Kalau bisa jangan lama-lama, ya. Kami ingin sekali menimang cuc
Setelah Harry menghapus video terkutuk itu, ia pun segera menyegarkan diri. Di tengah guyuran air shower, ia terus tersenyum sambil membayangkan bagaimana malam pertamanya dengan Selena.Setelah mengganti baju, ia kembali ke dapur. Selena sudah selesai memasak. Wajahnya tampak lelah dan berkeringat."Kenapa kau harus turun langsung memasak semuanya? Kau bisa meminta pelayan memasaknya." Harry mendekati Selena dan mengusap kepalanya."Aku ingin sekali memasak untuk suamiku. Dulu aku sering ikut lomba memasak, lho.""Oh ya? Kau dapat juara berapa?""Juara 3.""Wah hebat, masakanmu pasti sangat enak. Aku jadi tidak sabar.""Aku mandi dulu, ya. Nanti kita makan malam bersama." Selena hendak pergi ke kamarnya."Tunggu. Bagaimana kalau nanti malam kita Dinner di ruangan pribadiku. Tidak akan ada gangguan," ujar Harry.
Pagi itu Ella sedang membantu para pelayan menyiapkan sarapan di dapur.William datang dengan pakaian rapi serta tas kerjanya. Ella langsung mengambilkan makanan ke piring William juga piringnya dan mereka pun sarapan bersama."Sayang, sepertinya aku akan pulang telat. Aku ada pertemuan penting dengan pengusaha dari kota B pagi ini, lalu ada pertemuan besar di perusahaan ayah." William berbicara dengan penuh semangat."Oh, ya sudah. Tapi sepertinya klienmu sangat penting hingga matamu berbinar-binar saat membicarakannya.""Tentu saja. Perusahaan itu sama seperti perusahaan Armadja. Sangat sulit diajak untuk bekerja sama. Jangankan bekerja sama, bertemu saja sangat sulit.""Sepenting itu kah?""Ya, tentu saja. Dia orang yang sangat berpengaruh di dunia bisnis. Tidak ada yang berani menyentuh dirinya.""Sehebat itu?"
William, Ella, Jane, dan Haira sedang makan malam bersama."Ella, ingat, ya. Saat melahirkan normal, pengaturan nafas sangat penting. Dan kau juga tidak melahirkan hanya satu bayi, melainkan dua bayi. Dulu ibu memilih operasi caesar karena tidak memungkinkan melahirkan secara normal. Jika kau ingin merubah pikiranmu, masih sempat. Kita ke rumah sakit sekarang dan melakukan operasi." Haira menjelaskan panjang lebar."Benar, Nak. Jarang ada yang melahirkan bayi kembar dengan normal. Satu bayi saja rasanya sangat sakit, apalagi dua. Dan juga, kalau kau pingsan atau tak sadarkan diri setelah melahirkan anak pertama, maka itu akan membahayakan keselamatanmu. Ibu juga dulu operasi caesar saat melahirkan kau dan Selena." Jane menambahkan."Ibu, sudahlah. Aku selalu mendengar ini setiap hari. Dan keputusanku tetap sama, aku ingin melahirkan normal." Ella menengahi ceramah kedua ibunya.Sedangkan William hany
Beberapa bulan telah berlalu. Ella dan William tengah menanti kehadiran buah hati mereka. William bahkan sudah mengambil cuti untuk menjadi suami siaga jika Ella sewaktu-waktu mengalami kontraksi. Memang, Ella ingin agar kelahiran anaknya dilakukan secara normal.Namun, semakin mendekati kelahiran anak mereka, William bertambah pusing karena ibu dan mertuanya tinggal di rumahnya."Bu, aku tau kalian ingin menjaga Ella. Tetapi tidak perlu satu kamar dengan kami, kan," ucap William kepada Haira dan Jane yang merupakan ibu dan mertuanya.Kini mereka sedang berada di kamar William dan Ella."Memangnya kenapa? Kami kan ingin menjaga Ella. Ella itu anak kami," ucap Jane."Tapi tidak begini konsepnya. Aku dan Ella kan butuh privasi.""Privasi apa? Agar bisa berduaan? Bermesraan?" cibir Haira."Astaga, ibu bukan itu. Ada kalanya aku ingin m
Dua minggu kemudian, William dan Ella baru saja pulang dari rumah orang tua Ella. Mereka piknik bersama di taman belakang rumah orang tua mereka."Aku senang sekali hari ini." William berseru saat memasuki rumahnya."Kenapa kau sangat gembira sekali? Apa karena Kak Alex hanya datang sebentar?" Ella menatap penuh selidik."Tentu saja, tanpa adanya si berengsek itu, aku bisa leluasa melakukan apa yang aku ingin tanpa perlu waspada terhadapnya.""Itu kan karena dia tiba-tiba mendapat tugas penting. Ada pembunuhan yang sulit diungkap detektif kepolisian.""Memangnya sampai kapan dia akan menjadi detektif dadakan?""Tidak ada batas. Dia akan menjadi detektif kasus tersulit seumur hidupnya. Itulah kesepakatannya. Lagi pula, dia selalu dengan mudah memecahkan masalah.""Bagaimana denganmu? Kau juga mempunyai otak cerdas dan bisa memecahkan beber
"Bisa-bisanya kau bersekongkol dengan ibu dan Harry, Ella!" gerutu William saat berjalan memasuki rumah mereka. Mereka baru saja sampai rumah setelah acara piknik di taman tadi selesai."Aku tidak bersekongkol." Ella membela diri."Apa kau kira aku tuli? Jelas sekali aku mendengar ucapan Harry saat aku dan Alex mengejarnya."William mengingat kembali saat ia dan Alex mengejar Harry."Ibu, tolong akuuuu!""Kemari kau, adik laknat!" William mempercepat larinya hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan Harry.Harry jatuh tersungkur. Bukannya memukul, William malah ikut tergeletak di atas rerumputan tepat di samping Harry. Sedangkan Alex memilih duduk di samping mereka dan mengatur nafas.Jelas saja, mereka berkejar-kejaran selama setengah jam. Untung saja taman yang sepi tidak membuat mereka terlihat seperti orang gila."N
Setahun telah berlalu. Kini, Selena telah melahirkan seorang bayi perempuan lucu yang diberi nama Hazel Alexander. Sedangkan Ella tengah mengandung anaknya dan William.Hari ini, mereka baru pulang dari berziarah dan memutuskan untuk piknik bersama di sebuah taman."Lihatlah Hazel, dia cantik sekali, ya," puji Ella."Anak siapa dulu?" Harry membanggakan diri."Apa kalian memang suka bersenang-senang tanpa aku?" Alex datang sambil menggandeng tangan Anisa istrinya yang kini sudah memberikannya seorang anak yang usianya hampir sama dengan anak Harry dan Selena. Anak laki-lakinya itu diberi naman Jimmy Wilson."Kau saja yang dayang terlambat." Ella mencibir."Jangan kebanyakan mencibir, nanti anakmu bisa tampan seperti aku.""Enak saja, dia akan tampan seperti aku." William tak mau kalah."Dasar calon ayah amatir."
"Alex." Ella tersenyum melihat kedatangan Alex yang tiba-tiba itu."Bereskan wanita ini!" perintah Alex kepada anak buahnya."Alex, jangan! Jangan bunuh dia. Jangan terjerat lebih dalam lagi," cegah Ella."Siapa juga yang mau mengotori tangan dengan membunuhnya. Dia harus merasakan dulu penderitaan dibalik jeruji baru boleh mati.""Kau! Dimana anak buahku?" tanya Margareth sambil memegangi lengannya yang berdarah karena tembakan Alex barusan."Anak buah? Maksudmu para pengecut itu? Mereka sudah lari saat melihat aku datang. Kau bilang itu anak buah." Alex menggelengkan kepalanya.Memang, saat kedatangan Alex tadi. Semua anak buah Margareth langsung ciut. Mereka lansung pucat dan ketakutan. Bahkan saat Alex melangkah mendekat, mereka langsung lari kocar kacir."Kau! Siapa kau sebenarnya?""Aku adalah Alex Julian. Jika
Beberapa hari kemudian.Akhirnya Feri sadar."Paman, bagaimana keadaan Paman?" tanya Ella."Dimana aku?" Feri seperti orang kebingungan."Paman ada di rumah sakit. Beberapa hari yang lalu, Paman mencoba untuk...bunuh diri." Ella sedikit ragu mengatakan.Feri mencoba mengingatnya. "Paman baru ingat. Tapi Paman bukan bunuh diri. Paman tergores pisau kecil yang terdapat di dalam baju yang terletak di pergelangan tangan Paman. Karena Tarikan tangan William dan Paman yang berlari, pisau itu menggores urat nadi Paman hingga saat berada di kamar, Paman baru melihat banyak sekali darah. Saat Paman buka, Paman syok melihat darah yang mengalir deras. Karena itu Paman tidak bisa membuka pintu.""Apa? Bagaimana bisa?" William terlihat heran."Bisa. Itu yang aku katakan soal kejanggalan. Tangannya berdarah dengan sayatan yang acak-acakan. Jika itu bunuh diri, maka
Sesampainya di rumah, William dan Ella langsung menuju kamar. Ella masih tetap diam. Ia berjalan menapaki anak tangga dengan tatapan kosong. Ia masih sangat kecewa dengan perlakuan Alex padanya."Ella, istirahatlah." William menepuk bahu Ella yang sedang berdiri di ambang pintu.Ella mengangguk dan tersenyum. Ia memasuki kamar. Namun, ia tak langsung menuju ranjang. Ia pergi ke balkon dan menatap langit yang bertabur banyak bintang.William datang lalu memeluk nya dari belakang. "Menangislah lagi jika masih kurang," bisiknya.Ella berbalik dan memeluk William. Ia menumpahkan segala kekecewaannya lagi, malam ini.William membelai rambut Ella yang sudah tidak dipasangi rambut sambung lagi.Setelah agak tenang, "Masuklah ke dalam. Nanti kau bisa sakit.""Iya, lagipula besok kita harus menangkap Paman Feri, kan?""Sebaikn
"Luar biasa!" Terdengar suara Alex dari dalam speaker."Sekarang lewatilah tantangan berikutnya. Jika kalian gagal, maka....""Yayaya kami tahu, kami akan mati, bukan?" tanya William dengan wajah malas."Apa kau tidak sabar ingin mati?""Ya, setelah itu aku akan gentayangan dan mengganggu hidupmu." William menunjuk CCTV yang berada tak jauh darinya."Hentikan, Sayang." Ella menyela William. "Apa tantangan berikutnya?" Ella menatap serius ke arah CCTV."Sebelum kalian lanjut, aku ingin bertanya apa sebenarnya tujuanmu datang kesini? Kau sama sekali tidak takut dan kau sangat pintar.""William sudah mengatakan padamu, kan?" Ella mengingatkan."Hahahaha, kau kira aku percaya?""Kalau tidak percaya, jangan mengulur waktu. Berikan tantangan yang lain.""Kau benar-benar berani