Orang tua Harry dan orang tua Selena sudah sampai rumah sakit setelah mendengar kabar insiden yang dialami Selena.
Mereka terlihat sangat panik dengan keadaan Selena yang masih belum sadar.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" tanya ibu Selena sambil menangis tersedu-sedu.
"Ada orang yang sengaja mencelakai Selena. Dia mengunci Selena di dalam ruang pendingin, Bu," sahut Harry dengan ragu. Ia merasa orang yang paling bersalah dalam insiden ini.
"Ya Tuhan, anakku." Ibu Selena memeluk dan menciumi anaknya.
"Sabar, Bu. Kita berdoa saja semoga Selena baik-baik saja." Ayah Selena berusaha menenangkan.
"Harry, apa yang sudah kau perbuat sehingga Selena seperti ini?" Haira menatap Harry dengan tatapan tajam.
Namun, belum sempat Harry menjawab, terdengar suara lemah memanggil namanya. Mereka menoleh ke sumber suara dan ternyata Selena sudah sadar.
<Hari ini, Selena pulang dari rumah sakit karena keadaannya yang sudah membaik. Orang tuanya dan orang tua Harry juga ada di sana untuk ikut mengantar mereka ke rumah Harry. Sedangkan William dan Ella tidak ikut karena William sedang ada pekerjaan penting.Di rumah Harry, mereka sedang duduk di ruang keluarga."Rumah ini begitu besar untuk kalian tempati berdua. Kenapa tidak menambah satu atau dua orang lagi," ucap Haira."Memangnya siapa yang akan kami rekrut menjadi penghuni rumah ini, Bu?" tanya Harry."Siapa? Tentu saja anak kalian," sahut Haira."Itu masih lama, Bu. Selena dan aku be....aduh!" Harry meringis saat merasakan kaki Selena menginjak kakinya."Iya, Ibu mengerti. Masih lama karena belum dibuat kan? Kau sama polosnya seperti Ella." Haira menggelengkan kepalanya."Kalau bisa jangan lama-lama, ya. Kami ingin sekali menimang cuc
Setelah Harry menghapus video terkutuk itu, ia pun segera menyegarkan diri. Di tengah guyuran air shower, ia terus tersenyum sambil membayangkan bagaimana malam pertamanya dengan Selena.Setelah mengganti baju, ia kembali ke dapur. Selena sudah selesai memasak. Wajahnya tampak lelah dan berkeringat."Kenapa kau harus turun langsung memasak semuanya? Kau bisa meminta pelayan memasaknya." Harry mendekati Selena dan mengusap kepalanya."Aku ingin sekali memasak untuk suamiku. Dulu aku sering ikut lomba memasak, lho.""Oh ya? Kau dapat juara berapa?""Juara 3.""Wah hebat, masakanmu pasti sangat enak. Aku jadi tidak sabar.""Aku mandi dulu, ya. Nanti kita makan malam bersama." Selena hendak pergi ke kamarnya."Tunggu. Bagaimana kalau nanti malam kita Dinner di ruangan pribadiku. Tidak akan ada gangguan," ujar Harry.
Pagi itu Ella sedang membantu para pelayan menyiapkan sarapan di dapur.William datang dengan pakaian rapi serta tas kerjanya. Ella langsung mengambilkan makanan ke piring William juga piringnya dan mereka pun sarapan bersama."Sayang, sepertinya aku akan pulang telat. Aku ada pertemuan penting dengan pengusaha dari kota B pagi ini, lalu ada pertemuan besar di perusahaan ayah." William berbicara dengan penuh semangat."Oh, ya sudah. Tapi sepertinya klienmu sangat penting hingga matamu berbinar-binar saat membicarakannya.""Tentu saja. Perusahaan itu sama seperti perusahaan Armadja. Sangat sulit diajak untuk bekerja sama. Jangankan bekerja sama, bertemu saja sangat sulit.""Sepenting itu kah?""Ya, tentu saja. Dia orang yang sangat berpengaruh di dunia bisnis. Tidak ada yang berani menyentuh dirinya.""Sehebat itu?"
Dua puluh tiga tahun yang lalu, bertempat di negera California. Terjadi sebuah pembantaian di sebuah keluarga mafia. Mereka adalah Tuan Gerald Jenskin dan Nyonya Rilley Jenskin serta anaknya."Berpencar dan cari mereka!" suara seorang pria bertubuh kekar menggema di ruangan megah itu.Tampak sebuah pemandangan yang sangat mengerikan. Mayat berserakan dimana-mana dengan luka tembak di sekujur tubuh mereka. Itu semua adalah perbuatan anak buah dari pria itu.Semua anak buahnya perpencar dan mencari sepasang suami istri yang merupakan pemilik rumah itu.Tak berselang lama, mereka kembali dengan sepasang suami istri yang sudah dalam keadaan terikat rantai. Mereka adalah Gerald dan Rilley yang merupakan musuh dari pria tersebut.Mereka di hadapkan ke pria itu. "Tuan, anak mereka tidak kami temukan. Sepertinya mereka tahu akan kedatangan kita dan mengungsikan anak mereka," lapor seoran
Beberapa hari kemudian,Ella dan William melakukan perjalanan ke danau terkenal di daerah mereka dengan dikawal sebuah mobil berisi empat orang pengawal.Sepanjang jalan, Ella terus saja tersenyum. Ini pertama kalinya ia piknik bersama William. Segala perbekalan telah dibawa.Sesampainya di sana, Ella terkejut melihat danau yang tidak ada wisatawan satu pun."Kenapa sepi? Bukannya ini hari libur?" tanya Ella."Entahlah, mungkin mereka bosan ke sini terus.""Tunggu! Jangan bilang ini semua ulahmu. Kau telah menyewa tempat ini hanya untuk kita, bukan?" Ella menatap curiga."Kau sekarang sangat pintar." William mencubit gemas pipi Ella."Haruskan menggunakan kekuasaan hanya untuk piknik?""Jika itu membuatmu rileks, kenapa tidak?"Ella menghela nafas panjang. Ia hanya pasrah saja. Toh yang dik
Buggh!!William meninju dinding yang ada di depannya dengan sekuat tenaga sampai tangannya terluka. Ella tidak berani menatap William yang sangat emosi itu."Kenapa? Kenapa kau tidak memberitahuku sejak awal?""Maafkan aku. Aku takut kau akan marah.""Sekarang pun aku marah. Jika sejak awal kau jujur, aku tidak akan terlihat sebodoh ini kau tau?""Maafkan aku." Ella masih menunduk sambil meremas ujung bajunya."Lalu kenapa kau sampai membahayakan keluargaku? Kau ingin semua keluargaku juga dibantai?"Kalimat William sontak membuat Ella berdiri dan menatapnya dengan serius."Tidak. Aku tidak pernah berniat membawa keluargamu ke dalam masalah keluargaku. Aku....aku awalnya menolak saat ayah menjodohkanku dengan Harry. Namun, jika aku hidup sendirian, maka mereka akan dengan mudah menangkapku. Aku mohon, William. Maafkan aku." E
"Mau pergi kemana, Sayang."Sebuah suara yang Ella kenal menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke sumber suara dan alangkah terkejutnya ia saat melihat orang yang sangat ia kenal."William!" Ella membelalakkan matanya saat melihat William berdiri di belakang Abraham."William, pergilah atau kau akan celaka!" teriak Ella."Ella tenanglah. Aku mengerti kau pasti sangat syok." William mendekat dan mencoba menenangkan Ella."William, apa maksud dari semua ini? Kenapa kau ada di sini?" Tatapan mata Ella memaksa sebuah penjelasan."Sebenarnya......"Flashback OnSehari setelah pertemuan William dan Abraham.William masih memikirkan tentang Ella yang terus menampakkan perubahan yang mencolok. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menemui Abraham karena ia yakin Abraham mengetahui sesuatu.
William dan Ella baru saja sampai di rumah. Rasa lelah menghampiri mereka karena seharian ini begitu banyak kejadian tak terduga yang melibatkan fisik dan pikiran mereka."Aku tidak menyangka ternyata Ayah kandungku masih hidup." Ella merebahkan dirinya ke atas ranjang empuk di kamar mereka."Keluarga Jenskin sangat kejam. Mereka memang pantas mendapatkan apa yang mereka alami dulu." William mendaratkan bokongnya ke atas sofa tak jauh dari tempat Ella."Aku penasaran, bagaimana rupa saudara kembarku dan kakak laki-lakiku." Ella bangkit dari posisinya dan menatap William dengan serius."Pasti dia sangat cantik sepertimu. Dan kakak laki-lakimu sangat tampan seperti ayahmu. Aku sudah mengirim orang-orang terbaikku untuk melacak keberadaan mereka. Kita berdoa saja semoga mereka segera ditemukan." William mendekati Ella dan mengusap ramb
William, Ella, Jane, dan Haira sedang makan malam bersama."Ella, ingat, ya. Saat melahirkan normal, pengaturan nafas sangat penting. Dan kau juga tidak melahirkan hanya satu bayi, melainkan dua bayi. Dulu ibu memilih operasi caesar karena tidak memungkinkan melahirkan secara normal. Jika kau ingin merubah pikiranmu, masih sempat. Kita ke rumah sakit sekarang dan melakukan operasi." Haira menjelaskan panjang lebar."Benar, Nak. Jarang ada yang melahirkan bayi kembar dengan normal. Satu bayi saja rasanya sangat sakit, apalagi dua. Dan juga, kalau kau pingsan atau tak sadarkan diri setelah melahirkan anak pertama, maka itu akan membahayakan keselamatanmu. Ibu juga dulu operasi caesar saat melahirkan kau dan Selena." Jane menambahkan."Ibu, sudahlah. Aku selalu mendengar ini setiap hari. Dan keputusanku tetap sama, aku ingin melahirkan normal." Ella menengahi ceramah kedua ibunya.Sedangkan William hany
Beberapa bulan telah berlalu. Ella dan William tengah menanti kehadiran buah hati mereka. William bahkan sudah mengambil cuti untuk menjadi suami siaga jika Ella sewaktu-waktu mengalami kontraksi. Memang, Ella ingin agar kelahiran anaknya dilakukan secara normal.Namun, semakin mendekati kelahiran anak mereka, William bertambah pusing karena ibu dan mertuanya tinggal di rumahnya."Bu, aku tau kalian ingin menjaga Ella. Tetapi tidak perlu satu kamar dengan kami, kan," ucap William kepada Haira dan Jane yang merupakan ibu dan mertuanya.Kini mereka sedang berada di kamar William dan Ella."Memangnya kenapa? Kami kan ingin menjaga Ella. Ella itu anak kami," ucap Jane."Tapi tidak begini konsepnya. Aku dan Ella kan butuh privasi.""Privasi apa? Agar bisa berduaan? Bermesraan?" cibir Haira."Astaga, ibu bukan itu. Ada kalanya aku ingin m
Dua minggu kemudian, William dan Ella baru saja pulang dari rumah orang tua Ella. Mereka piknik bersama di taman belakang rumah orang tua mereka."Aku senang sekali hari ini." William berseru saat memasuki rumahnya."Kenapa kau sangat gembira sekali? Apa karena Kak Alex hanya datang sebentar?" Ella menatap penuh selidik."Tentu saja, tanpa adanya si berengsek itu, aku bisa leluasa melakukan apa yang aku ingin tanpa perlu waspada terhadapnya.""Itu kan karena dia tiba-tiba mendapat tugas penting. Ada pembunuhan yang sulit diungkap detektif kepolisian.""Memangnya sampai kapan dia akan menjadi detektif dadakan?""Tidak ada batas. Dia akan menjadi detektif kasus tersulit seumur hidupnya. Itulah kesepakatannya. Lagi pula, dia selalu dengan mudah memecahkan masalah.""Bagaimana denganmu? Kau juga mempunyai otak cerdas dan bisa memecahkan beber
"Bisa-bisanya kau bersekongkol dengan ibu dan Harry, Ella!" gerutu William saat berjalan memasuki rumah mereka. Mereka baru saja sampai rumah setelah acara piknik di taman tadi selesai."Aku tidak bersekongkol." Ella membela diri."Apa kau kira aku tuli? Jelas sekali aku mendengar ucapan Harry saat aku dan Alex mengejarnya."William mengingat kembali saat ia dan Alex mengejar Harry."Ibu, tolong akuuuu!""Kemari kau, adik laknat!" William mempercepat larinya hingga akhirnya ia berhasil mendapatkan Harry.Harry jatuh tersungkur. Bukannya memukul, William malah ikut tergeletak di atas rerumputan tepat di samping Harry. Sedangkan Alex memilih duduk di samping mereka dan mengatur nafas.Jelas saja, mereka berkejar-kejaran selama setengah jam. Untung saja taman yang sepi tidak membuat mereka terlihat seperti orang gila."N
Setahun telah berlalu. Kini, Selena telah melahirkan seorang bayi perempuan lucu yang diberi nama Hazel Alexander. Sedangkan Ella tengah mengandung anaknya dan William.Hari ini, mereka baru pulang dari berziarah dan memutuskan untuk piknik bersama di sebuah taman."Lihatlah Hazel, dia cantik sekali, ya," puji Ella."Anak siapa dulu?" Harry membanggakan diri."Apa kalian memang suka bersenang-senang tanpa aku?" Alex datang sambil menggandeng tangan Anisa istrinya yang kini sudah memberikannya seorang anak yang usianya hampir sama dengan anak Harry dan Selena. Anak laki-lakinya itu diberi naman Jimmy Wilson."Kau saja yang dayang terlambat." Ella mencibir."Jangan kebanyakan mencibir, nanti anakmu bisa tampan seperti aku.""Enak saja, dia akan tampan seperti aku." William tak mau kalah."Dasar calon ayah amatir."
"Alex." Ella tersenyum melihat kedatangan Alex yang tiba-tiba itu."Bereskan wanita ini!" perintah Alex kepada anak buahnya."Alex, jangan! Jangan bunuh dia. Jangan terjerat lebih dalam lagi," cegah Ella."Siapa juga yang mau mengotori tangan dengan membunuhnya. Dia harus merasakan dulu penderitaan dibalik jeruji baru boleh mati.""Kau! Dimana anak buahku?" tanya Margareth sambil memegangi lengannya yang berdarah karena tembakan Alex barusan."Anak buah? Maksudmu para pengecut itu? Mereka sudah lari saat melihat aku datang. Kau bilang itu anak buah." Alex menggelengkan kepalanya.Memang, saat kedatangan Alex tadi. Semua anak buah Margareth langsung ciut. Mereka lansung pucat dan ketakutan. Bahkan saat Alex melangkah mendekat, mereka langsung lari kocar kacir."Kau! Siapa kau sebenarnya?""Aku adalah Alex Julian. Jika
Beberapa hari kemudian.Akhirnya Feri sadar."Paman, bagaimana keadaan Paman?" tanya Ella."Dimana aku?" Feri seperti orang kebingungan."Paman ada di rumah sakit. Beberapa hari yang lalu, Paman mencoba untuk...bunuh diri." Ella sedikit ragu mengatakan.Feri mencoba mengingatnya. "Paman baru ingat. Tapi Paman bukan bunuh diri. Paman tergores pisau kecil yang terdapat di dalam baju yang terletak di pergelangan tangan Paman. Karena Tarikan tangan William dan Paman yang berlari, pisau itu menggores urat nadi Paman hingga saat berada di kamar, Paman baru melihat banyak sekali darah. Saat Paman buka, Paman syok melihat darah yang mengalir deras. Karena itu Paman tidak bisa membuka pintu.""Apa? Bagaimana bisa?" William terlihat heran."Bisa. Itu yang aku katakan soal kejanggalan. Tangannya berdarah dengan sayatan yang acak-acakan. Jika itu bunuh diri, maka
Sesampainya di rumah, William dan Ella langsung menuju kamar. Ella masih tetap diam. Ia berjalan menapaki anak tangga dengan tatapan kosong. Ia masih sangat kecewa dengan perlakuan Alex padanya."Ella, istirahatlah." William menepuk bahu Ella yang sedang berdiri di ambang pintu.Ella mengangguk dan tersenyum. Ia memasuki kamar. Namun, ia tak langsung menuju ranjang. Ia pergi ke balkon dan menatap langit yang bertabur banyak bintang.William datang lalu memeluk nya dari belakang. "Menangislah lagi jika masih kurang," bisiknya.Ella berbalik dan memeluk William. Ia menumpahkan segala kekecewaannya lagi, malam ini.William membelai rambut Ella yang sudah tidak dipasangi rambut sambung lagi.Setelah agak tenang, "Masuklah ke dalam. Nanti kau bisa sakit.""Iya, lagipula besok kita harus menangkap Paman Feri, kan?""Sebaikn
"Luar biasa!" Terdengar suara Alex dari dalam speaker."Sekarang lewatilah tantangan berikutnya. Jika kalian gagal, maka....""Yayaya kami tahu, kami akan mati, bukan?" tanya William dengan wajah malas."Apa kau tidak sabar ingin mati?""Ya, setelah itu aku akan gentayangan dan mengganggu hidupmu." William menunjuk CCTV yang berada tak jauh darinya."Hentikan, Sayang." Ella menyela William. "Apa tantangan berikutnya?" Ella menatap serius ke arah CCTV."Sebelum kalian lanjut, aku ingin bertanya apa sebenarnya tujuanmu datang kesini? Kau sama sekali tidak takut dan kau sangat pintar.""William sudah mengatakan padamu, kan?" Ella mengingatkan."Hahahaha, kau kira aku percaya?""Kalau tidak percaya, jangan mengulur waktu. Berikan tantangan yang lain.""Kau benar-benar berani