Pandangan mata kami bertemu dalam satu titik yang sama. Aku menggigit bibir, berusaha menahan emosi agar tidak sampai meledak. Lelaki berkulit sawo di hadapanku sepantasnya dibenci karena dia telah merenggut kehormatan yang selama ino berusaha aku jaga untuk dipersembahkan pada suami tercinta pada malam pertama kami. Akan tetapi, apa yang sedang dia pikirkan sekarang? Sebuah solusi agar tidak pernah ketahuan atau hal aneh lainnya?
Aku memanyunkan bibir, memutar badan kembali menghadap ke depan. Jalanan begitu sepi, tetapi pikiran sangat ramai. Bayang-bayang penyesalan terus menghantui memeluk diri. Sanggupkah menerima fakta bahwa aku telah mengkhianati pernikahan dengan Mas Abryal yang selama ini bersikap lembut dan baik padaku? Meskipun kami pacaran beberapa bulan saja, tetapi dia sudah menunjukkan kalau dirinya mampu menjadi kepala rumah tangga yang baik. Ya, meskipun kesalahan besar terjadi dengan pergi meninggalkan aku di malam pertama.
"Mas, kenapa kamu nggak jawab? Kamu gak peduli sama adik ipar sendiri? Padahal ini kesalahan kamu, loh!"
"Bukan aku gak mau jawab, bukan gak mau peduli. Ini aku lagi mikir karena sebelumnya gak kepikiran. Emang satu kali gituan bisa bikin hamil?" kilahnya dengan raut wajah santai, kemudian melempar pertanyaan paling menyebalkan di akhir kalimat.
"Mas, walau sekali gituan juga tetep bisa bikin hamil. Gak pernah baca atau nonton film yang ada kasus hamidunnya apa?!"
Mas Daran mengacak rambut, seperti orang frustrasi. Ya, sebenarnya aku pun sama stresnya, tetapi harus bisa menaham diri karena jika pulang dalam keadaan berantakan, pasti ibu mertua akan menaruh curiga pada kami dan itu memudahkan kita ketahuan telah melakukan kesalahan tadi malam. Ah, sial, pikiran buruk terus saja menghantui.
"Semoga kamu nggak hamil atau malah makin rumit. Aku harus menjaga nama baik sendiri dan juga kamu, Meg. Kalau ketahuan menghamili adik ipar sendiri, pasti mereka akan meledek aku bahkan mungkin lebih parah dari biasanya."
"Diledek gimana maksudnya, Mas? Mereka siapa?"
"Sebenarnya aku ini seorang dosen. Mahasiswi aku sering ngejek, ngatain dosen ganteng, tapi masih jomlo. Nah, kalau ketahuan bisa dipecat, terus dihujat."
Dosen? Jadi, kakak ipar aku ini seorang dosen? Padahal tadi dia menyebut kata kantor sebagai tempatnya bekerja yang sedang malas dikunjungi. Apa dia memiliki dua atau lebih pekerjaan berbeda? Entahlah, sepertinya itu tidak penting. Namun, jika saja nanti Mas Abryal menjatuhkan talak karena sudah tahu kebenaran, apa aku boleh meminta Mas Daran menikahi?
Mungkin terdengar konyol, tetapi aku tidak punya pilihan lain. Daripada dihujat tetangga karena menjadi janda dalam waktu dekat, lebih baik meminta pertanggungjawaban bukan? Hanya saja, apakah cinta bisa tumbuh di antara kami berdua? Melihat Mas Daran dan kejadian tadi malam tidak berhasil membuat jantung berdegup kencang. Mas Abryal lah pemilik hati ini.
"Semoga kamu nggak hamil. Aku sebenarnya gak punya niat menikah, Meg. Bukan tidak laku, tetapi bagiku menikah itu adalah masalah. Kita harus memenuhi tanggungjawab sebagai suami dan hidup penuh tekanan. Rekan kerja aku malah ada yang hampir bunuh diri karena sikap istrinya terlalu posesif. Jangankan ngobrol dengan perempuan lain, kumpul sama teman sesama lelaki saja dia larang dan aku tidak suka seperti itu."
"Gak semua perempuan kayak gitu, Mas. Lihat aku, Mas Abryal menghilang di malam pertama demi pasien, gak aku larang, kan?"
"Jadi, kamu mau aku nikahi?"
Kedua mataku membulat sempurna seperti ingin keluar. Bisa-bisanya Mas Daran menanyakan hal itu. Selama tidak ketahuan, maka aku akan selalu setia menemani Mas Abryal sampai mau memisahkan. Berbeda jika nanti suami tahu kebenarannya, maka lelaki yang duduk di kursi kemudi harus bertanggungjawab. Dia tidak boleh lari demi menjaga nama baik sendiri.
"Jadi, kamu mau aku nikahi?" Mas Daran mengulang pertanyaannya.
"Gak boleh punya suami dua. Udah ah, Mas, lanjut perjalanan saja atau kita pulang daripada di sini doang, takut ada apa-apa!"
Tidak ada sahutan, Mas Daran kembali melajukan kendaraan roda empatnya demi membelah jalan. Langit seolah tahu bahwa ada kesedihan mengendap di dalam dada. Bergemuruh hebat, tetapi berusaha aku sembunyikan. Perlahan awan mulai menghitam, lalu rintik hujan jatuh membasahi bumi. Suasana melow ditambah Mas Daran yang menyetel lagu romansa.
***
Pukul lima sore, ketika aku selesai mandi, seseorang sudah berdiri di dalam kamar. Harum semerbak menyeruak, menusuk indra penciuman. Dia adalah Mas Abryal dan sepertinya baru selesai mandi juga karena rambut hitam legam itu masih basah.
"Mas Iyal?" Panggilan khusus pun terlontar begitu saja, bibir merekahkan senyuman saat dia memutar badan menghadapku.
"Udah selesai mandi?"
Aku mengangguk, lantas menunduk karena merasa malu. Ada desiran hebat merambat di dalam dada. Mungkin pipi merah merona, kaki pun seolah terpaku di bumi. Derap langkah Mas Abryal terdengar jelas, sedetik kemudian aku berhasil tenggelam dalam pelukannya. Wangi parfum lemon tercium begitu jelas, aku menutup mata, menikmati cumbuan kecil yang suami berikan.
"Sore ini mungkin kamu bakal mandi dua kali, Sayang. Mas udah nggak bisa menunda lagi. Jangan sampai nanti malem dapat telepon."
"Emang kamu nggak capek, Mas? Seharian bekerja, lalu pulang-pulang minta jatah?" Sengaja aku melontarkan pertanyaan itu karena kembali teringat dengan kejadian di malam pertama. Tidak, aku belum sanggup jika talak jatuh sekarang. "Aku nggak apa-apa, kok, Mas, kalau misal kamu mau rehat dulu dan kalau udah bugar lagi baru kita gituan. Aku selalu siap melayanimu, Mas. Pikirkan kesehatan kamu juga."
Mas Abryal menggeleng, kedua matanya jelas menyiratkan bahwa dia menginginkan hak itu sekarang. Aku menghela napas berat, lantas mengangguk memberi persetujuan. Kalau terus menolak, mungkin dia akan curiga. Aku harap Mas Abryal tidak memperhatikan noda di tempat kami memadu kasih nanti. Dia seorang perawat, apa mungkin tahu membedakan walau tanpa melihat darah sekali pun?
Entahlah, selama memadu kasih nanti, aku harus memikirkan seribu alasan yang bisa meyakinkan Mas Abryal. Berpisah adalah hal yang paling tidak pernah aku bayangkan. Terutama jika cinta sudah tumbuh, meraja di dalam hati. Saat tubuhku terhempas di peraduan, rasa gundah semakin menjalar.
"Sayang, kamu sudah siap?" bisik Mas Abryal ketika tidak ada sehelai benang pun menempel pada tubuh.
"I-iya, Mas. Aku sudah siap."
Setelah mengatakan itu, Mas Abryal menyeringai lantas melanjutkan aksinya. Aku memejamkan mata, berharap semua cepat selesai dan tidak menimbulkan masalah. Semoga setelah ini ada telepon dari rumah sakit, jadi Mas Abryal tidak perlu mengecek apakah ada noda setelah kami bersimbah keringat.
"Jangan kaku, lakukan dengan baik!" Mas Abryal memukul pahaku dengan keras. Ada apa dengannya?
Setelah satu jam melakukan penyatuan, aku meringkuk di tempat tidur berharap tidak terjadi masalah besar. Namun, ternyata aku salah. Mas Abryal menarik tanganku kasar agar berdiri menghadapnya. Untung saja tangan bergerak cepat mengambil selimut untuk menutupi tubuh polos ini.
"Megumi, katakan dengan jujur. Siapa lelaki itu, hah?!" Aku menggeleng cepat, tetapi Mas Abryal justru melayangkan satu tamparan. Semburat merah di matanya sudah menjadi jawaban kalau dia sangat marah. "Kamu sudah tidak suci lagi, kan? Katakan, siapa lelaki itu, hah?!"
"Jangan pikir bisa menipu aku, Megy. Aku tahu kalau kamu tidak suci lagi. Katakan, sudah berapa banyak lelaki yang menidurimu?!" Mas Abryal kembali melontarkan kalimat yang menyakiti hati.Mungkin lebih terdengar sebagai tuduhan. Pada malam pertama, aku menghabiskan malam dengan kakak ipar juga karena kesalahannya. Andai saja dia segera menyusul ke kamar dan bukan meladeni tamu yang katanya begitu penting, mungkin tidak akan terjadi masalah besar. Kesalahan kedua adalah dia tidak masuk ke kamar sekadar meminta izin. Tidak mungkin lelaki itu pergi dengan memakai baju pengantin bukan?"Kenapa diam saja, Lacur?!" bentak Mas Abryal semakin tega.Mata merah berkaca-kaca, terdengar embusan napasnya berulang kali darinya. Aku menunduk, air mata ikut mengalir di pipi, tetapi segera aku seka. Detik selanjutnya berusaha tersenyum lebar meski harapan telah patah berulang kali. Mungkin memang sudah takdirnya untuk dihina seperti ini karena siapa pun akan terluka jika tahu pasangannya sudah tidak
"Kenapa diam saja? Kamu nggak denger mami bicara?" Ibu mertua kembali membuka suara yang kali ini sangat melengking. "Nggak gitu, Mam. Mas Abryal cuma salah paham, gak ada yang aku sembunyikan.""Bohong!" Ibu mertua langsung melayangkan tamparan di pipi kanan ini, lalu menyeretku ke belakang rumah dekat kebun.Entah sejak kapan ibu mertua merencanakan semua ini karena sudah tersedia tali tambang yang cukup panjang. Aku diikat pada batang pohon mangga yang tidak terlalu tinggi, tetapi seperti angker. Memberontak pun tidak bisa, aku hanya mengandalkan suara untuk berteriak.Namun, semua percuma seolah penghuni rumah ini tidak memiliki telinga. Gadis tadi pun mungkin enggan memunculkan batang hidungnya. Aku pasrah, menitikkan air mata memikirkan hal-hal yang mungkin saja terjadi esok atau lusa."Mami nggak bakal ngelepasin kamu kalau nggak jujur!""Please, Mami. Aku bersumpah sebelum kami menikah, aku masih perawan.""Tadi malam kamu ngapain aja? Abryal kan ke rumah sakit.""Itu ...." A
Mas Daran keluar dari kamar ini setelah menepuk pucuk kepalaku beberapa menit. Katanya itu ibarat sebuah mantra yang bisa membuat kita merasa lebih baik. Ya, aku mengakui meskipun luka di hati masih terasa.Perempuan mana yang tidak terluka diperlakukan demikian buruknya oleh mertua. Mas Abryal pun nampak acuh tak acuh lagi. Tidak ada pesan yang dia kirim untuk menjelaskan keberadaannya. Padahal saat kami masih pacaran dulu, dia kerap marah jika aku keluar rumah tanpa mengabarinya.Kembali teringat ketika ijab qabul diiringi teriakan 'sah' dari para saksi menggema di rumah besar ini. Air mata sejuk jatuh membasahi pipi. Aku selalu mendambakan malam pertama yang indah untuk kemudian melanjutkan mimpi bersama pasangan, saling menguatkan dalam keadaan apa pun."Megumi."Aku yang sedang meneguk air sedikit terkejut dengan kedatangan Kania. Dia bersama seorang pelayan yang langsung menerobos masuk kamar dan mengambil piring yang sudah kosong itu.Kania sendiri tinggal di kamar. Kami belum
"Lihat mereka, Pi. Daran sangat peduli pada Jalang itu. Apa mungkin rumor tentang mereka benar?""Jalang? Rumor? Kamu ini bicara apa, Abryal? Papi nggak pernah mengajarimu merendahkan perempuan apalagi istri kamu!" bentak ayah mertua semakin merah.Aku sendiri memilih menunduk, tetap di tempat karena tidak bisa melangkahkan kaki sekadar memberi jarak dengan Mas Daran. Ternyata memang ada rumor tentang kami berdua. Seharusnya Mas Daran memilih cuek untuk mematahkan prasangka mereka dan bukan malah menolongku.Pernikahan yang baru seumur jagung aku sangka akan dipenuhi dengan bunga-bunga cinta karena sikap romantis dari suami. Apakah dosa mengimpikan hal itu sebelum pernikahan sehingga Tuhan memberiku hukuman seberat ini?"Papi tanyakan saja sama Daran. Dia kan anak kesayangan Papi!"Ayah mertua semakin marah, dia menggertakkan gigi dengan wajah merah padam. Ibu mertua langsung menenangkannya sebisa mungkin. Aku semakin ketakutan, gemetar tidak karuan karena tahu bahwa masalah besar aka
"Benar, Om. Aku jadi saksi. Tante Yuni mengamuk membenarkan tuduhan Abryal, lalu diikat di pohon. Aku mau menolong, tetapi Tante Yuni marah dan mengancam aku diusir kalau berani mengadu. Untungnya Mas Daran datang di waktu yang tepat sebelum Megy pingsan." Kania memberi jeda, tersenyum manis sebelum akhirnya melanjutkan, "Aku menelepon Mas Daran untuk segera pulang, makanya dia tahu Megumi ada di belakang rumah, Om.""Bohong!" pungkas ibu mertua cepat menatap kami secara bergantian. "Sebenarnya mami dijebak. Kania bilang kalau Megumi itu punya hubungan dengan Daran, jadi Kania menyarankan agar mami menghukum Megumi untuk mencari bukti dan benar, Daran datang menolongnya!""Tante Yuni yakin?""Kania, jangan menyudutkan Mami! Niat Mami itu baik karena mau membuka kedok mereka dan sudah terbukti, kan? Bahkan dengan gatalnya minta digendong." Mas Abryal kembali membuka suara seperti tidak ingin ibu mertua disalahkan.Aku tidak tahu bagaimana keputusan akhir karena ayah membawa istrinya me
"Nggak mungkin, Meg. Kamu jangan hamil dulu!""Semoga enggak, sih, Mas. Tapi gimana kalau seandainya emang beneran hamil?"Mas Daran mengusap kasar wajahnya. Siapa yang tidak akan frustrasi? Apalagi suamiku seorang perawat, tentu mudah mengetahui siapa ayah biologis dalam kandunganku ini. Lantas haruskah jujur pada keluarga, kemudian menikah dengan dia?Oh, ini berat. Mas Daran sendiri sudah memutuskan untuk hidup melajang. Dia memang yang merenggut kehormatanku pertama kali, tetapi setelah tidur dengan Mas Abryal juga, apa dia akan mempertimbangkan atau justru menolak kasar?Aku perempuan dan di mana-mana dalam kasus yang sama, kamilah yang paling dirugikan. Mas Daran bisa menyangkal untuk sesaat jika mau saat suatu hari nanti kebenaran terungkap. Lagi pula jika dia menikah dengan perempuan lain, mungkin istrinya tidak akan curiga.Mas Daran menatap lekat padaku, sejurus kemudian aku memalingkan pandangan ke luar jendela karena berhasil di buat salah tingkah. "Kamu keberatan kalau ..
"Megy!" Teriakan itu menggema bersamaan dengan tangan aku yang dicekal kuat. Gunting direbut ketika aku membuka mata."Mas Daran?"Dia menggeleng kuat sebagai isyarat bahwa dia tidak memberi izin aku mengakhiri hidup. Dalam satu gerakan, aku sudah berada dalam pelukannya. Tentu hal ini menambah kecurigaan Mas Abryal. Aku pasrah, memejamkan mata untuk sesaat.Tidak kupedulikan hinaan Mas Abryal yang mengatai kami manusia hina. Bahkan sampai lelaki itu pergi, Mas Daran tetap pada posisinya. Untuk waktu yang lama, aku merasa damai.***Tanpa terasa, waktu berputar begitu cepat dan setiap pagi aku harus menahan mual agar keluarga suami tidak curiga. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mencoba mencari jalan keluar yang sudah pasti buntu?Selain jujur pada mereka, aku tidak akan pernah lepas dari masalah ini. Namun, Mas Daran sudah berjanji ingin membantu meskipun bukan bermaksud akan bertanggungjawab dengan menikah."Aku sudah telat sebulan hari ini, Mas. Kayaknya ... emang lagi hamil."M
"Jujur, aku tinggal di sini itu karena diusir dari rumah. Setelah wisuda, aku ketahuan hamil di luar nikah. Jadi, aku tahu betul gimana orang kalau hamil," lanjut Kania lagi karena aku terpaku memandangnya.Kalau dia pernah hamil, kenapa bapak mertua mau menampungnya di sini? Apa karena rasa kasihan? Namun, sepertinya tidak bagus jika langsung percaya begitu saja. Orang-orang di rumah ini hampir semua bermuka dua.Kembali teringat perkataan Mas Daran tentang dirinya yang seperti diberi obat perangsang malam itu. Jika memang benar, maka siapa yang menjebaknya? Apalagi di saat yang sama, parfum Mas Abryal juga dipakai Mas Daran. Apakah semua memang sebuah kebetulan?Aku memijit kening, melangkah gontai menuju tempat tidur. Andai saja Kania sudah pasti baik dan mendukung aku seperti Mas Daran, aku bisa jujur pada apa yang aku rasakan. Memendam masalah sendirian itu berat dan hanya menambah sesak di dada."Meg, minimal lakukan tes kehamilan. Kalau kamu hamil, mungkin Abryal bisa berubah.
"Hubungan apa, Mas? Aku nggak punya hubungan apa-apa sama Mas Daran selain sebagai adik ipar." Megumi memaksa diri tersenyum sinis. "Harusnya kamu yang takut kalau nanti aku mengumbar kebusukan kamu di depan semua orang.""Baik, silakan. Kita lihat saja siapa yang akan dipermalukan. Aku atau ...." Abryal menoyor bahu kiri sang istri seraya melanjutkan, "kamu!"Megumi tidak memberi jawaban, melainkan hanya mengibas tangan. Cintanya pada Abryal semakin sirna dan tidak ada alasan untuk terus mengalah. Dia sudah muak dianggap sebagai bahan pelampiasan.Andai saja sejak dulu tahu bahwa kehidupan setelah pernikahan akan sangat menyakitkan, Megumi akan memilih hidup sendiri sembari menunggu pangeran dengan kuda putih datang menjemput.Saat hendak memejamkan mata, Abryal dengan kasar menyingkap selimut yang menutupi tubuh wanita itu. Dia sangat marah karena diabaikan, padahal sengaja ingin membuatnya cemburu.Sejak mengetahui bahwa sang istri tidak lagi suci sebelum mereka memulai malam perta
"Dan aku pribadi belum pernah mendengar kabar Pak Daran menikah," lanjut gadis itu mengikis jarak di antara mereka.Jika tidak berusaha, maka selamanya cinta akan bertepuk sebelah tangan. Helen hanya peduli pada perasaannya. Sejak dua tahun lalu, cinta tumbuh di dalam hati, meraja, terus memanggil nama Daran."Aku tidak tertarik sama kamu. Kalau nggak mau dapat masalah, jangan pernah muncul di hadapan aku lagi!""Bagaimana kalau aku bilang ke semua orang kalau tadi Bapak sama wanita itu saling ...." Helen menautkan jari tangan kanan dan kirinya sambil tersenyum penuh misteri. "Aku melihatnya pergi sambil megang bibir bawahnya."Daran tersenyum miring. Dia tidak menduga gadis di hadapannya sangat peka dengan gerak tubuh. Hanya melihat Megumi memegang bibir saja sudah berhasil membuatnya menebak bahwa tadi mereka berciuman.Namun, Daran bukan tipe lelaki yang mudah menyerah. Dia akan selalu mengelak bahkan ketika bukti sudah memberatkan. Semua orang tahu kalau dia masih lajang, lantas j
"Jadi, Cindy ada di balik semua ini?"Daran mengangguk membenarkan. Dia pun geram dan bersumpah akan membalaskan dendamnya. Kesalahan terbesar dokter itu adalah membuat Daran dalam masalah dan menyebabkan seorang gadis kehilangan kehormatan yang berusaha dia jaga untuk suaminya. Akan tetapi, di balik kesalahan itu tersimpan sebuah kebaikan di mana Daran kembali jatuh cinta.Ya, dia mencintai Megumi. Adik ipar yang telah dinodai pada malam pertama sehingga menyebabkan kericuhan besar. Selain tanggungjawab, Daran memang berharap suatu hari bisa menikah dengannya. Akan tetapi, bukan sekarang karena dia ingin membuktikan kebusukan Cindy dan Abryal sebelum keluarga menilai buruk Megumi."Keterlaluan! Jadi, kita harus gimana, Mas?""Kamu belum menjawab pertanyaan aku, Megy!" Daran menyelipkan rambut Megumi ke belakang telinga dengan gerakan lambat.Dua orang dewasa itu menatap satu sama lain, menelan saliva karena ada gelora di dalam dada. Napas kian memburu ketika keduanya saling mengikis
"Kamu nggak usah sok baik, Meg. Urus diri sendiri aja. Kalau bisa bujuk Abryal biar mau ceraiin kamu." Setelah itu, Yuni langsung meninggalkan menantunya tanpa rasa bersalah. Sebagai sesama perempuan, bukankah harusnya saling mendukung agar pernikahan tidak berujung pada perpisahan? Dia benar-benar unik, tidak pernah memikirkan perasaan orang lain dan sungguh, Megumi menyesal menikah dengan kekasihnya. Seorang kekasih yang dulu diagung-agungkan, dipercaya akan memberi kebahagiaan dunia akhirat, ternyata justru melukai di awal pernikahan. Kalau memang terbukti dia bermain api sebelum menikah dengan Megumi, maka wanita itu akan membuat tangannya terbakar oleh api. Cepat atau lambat, pembalasan itu akan tumbuh seiring dengan dendam membara karena dikhianati. Mengepal tangan kuat berusaha menahan emosi di dada. Sesuai saran dari Kania bahwa dirinya harus bisa terlihat santai. "Tadi aku lihat Tante Yuni keluar dari sini. Dia bikin masalah lagi?" Megumi tersentak, lantas menoleh ke sumb
"Dua hari. Kania berjanji akan membongkar kebusukan Abryal dalam waktu dua hari.""Dia seyakin itu, Mas? Bagaimana kalau ternyata Kania tidak berhasil karena Mas Iyal setia sama aku?"Daran menggeleng pelan, berusaha meyakinkan Megumi bahwa suaminya memang telah mendua. Meskipun masih tanda tanya, tetapi kebenaran pasti terungkap cepat atau lambat.Lelaki tampan itu percaya pada Kania. Dia yakin bahwa dalam waktu dua hari akan ada kejelasan mengapa Abryal meninggalkan istrinya di malam pertama mereka.Di rumah itu, selain Yuni, hanya Kania yang paling dekat dengannya. Daran menduga bahwa ada sesuatu yang sepupunya sembunyikan, tetapi memiliki masa untuk mengungkap."Kalau memang Mas Iyal selingkuh, maka aku tidak akan memaafkannya.""Lagi dan lagi kamu memanggilnya Iyal. Masih cinta sama dia?"Megumi memilih diam. Jauh di sudut hati dia memang sangat merindukan lelaki itu. Seorang lelaki yang dulunya begitu baik, lembut dan memperlakukannya seperti princess. Sekarang semua berubah beg
PoV 3__________"Daran!" Abryal membentak, wajahnya merah padam. Tentu saja karena dia adalah anak semata wayang Yuni. Kedua tangan terkepal sempurna.Anehnya, Kania langsung memeluk Abryal dari belakang, berusaha meredam emosinya. Apabila dua lelaki dewasa saling beradu fisik, bukankah akan terjadi masalah besar yang bisa berakhir penyesalan? Kania tidak ingin ada pembunuhan di rumah itu."Kenapa, kamu marah karena aku mengungkap fakta? Abryal, anak yang paling patuh pada orang tua dan sangat berprestasi. Terkenal baik dan ramah pada semua orang, tetapi bagaimana dengan sikapmu ke Megumi?"Lelaki yang semakin marah itu melepas paksa pelukan Kania, lantas menyerang Daran tanpa ampun. Sebenarnya Daran bisa melawan, tetapi dia sengaja mematung beberapa saat agar bisa melancarkan misi yang sempat tertunda."Mas, kamu bisa membunuhnya!" teriak Megumi histeris sambil berusaha melepaskan mereka.Abryal yang kesetanan langsung mendorong istrinya. Wanita itu terpental sedikit jauh, sikunya s
Lelaki bertubuh tinggi itu membuka masker dan kaca mata yang dia pakai. Aku menganga sempurna. "Mas Daran?""Ya, seperti yang kamu lihat. Makanya, lebih baik mencintai diri sendiri.""Jadi, karena diduakan, Mas Daran memilih hidup sendiri selamanya?"Lelaki itu mengangguk pelan, aku sendiri menggigit bibir karena merasakan sakitnya. Siapa yang bisa segera sembuh dari luka karena dikhianati? Aku saja yang hubungannya renggang karena kesalahpahaman atau sebut saja dosa—tidak disengaja—terus merasa bersalah dan menyesal.Hidup terkadang sekejam itu. Ketika tulus mencintai sepenuh hati, maka kerap dibalas pengkhianatan. Aku pernah memiliki seorang teman online, pacaran selama tiga tahun lantas putus karena fitnah orang ketiga. Sampai dua puluh tahun berlalu, cinta itu masih bersarang di hatinya, padahal mantan kekasih telah menjalani kehidupan baru bahkan anak keturunan.Dia mengatakan, "Andai aku bisa hidup sebagai kupu-kupu, maka aku pasti bahagia karena bisa terbang bebas mencarinya. A
PoV Megumi______________"Bagaimana rasanya di-bully?"Aku mengangkat wajah, tidak percaya dengan pertanyaan Mas Abryal. Apa dia sengaja melakukan ini untuk mem-bully aku? Lantas atas dasar apa?Lihatlah, minuman yang aku teguk hingga tandas tadi terpaksa dimuntahkan dan mengotori lantai. Perih seketika menyebar di dalam dada. Aku melempar cangkir hijau itu sehingga pecah berkeping-keping."Sejak tahu kamu sudah tidak perawan, aku banyak diam di tempat kerja dan sulit menyapa ramah beberapa pasien. Dokter bahkan direktur rumah sakit sampai mengancam akan memecat kalau aku mengulangi kesalahan yang sama. Beberapa rekan perawat justru mencibir aku terkait sikap non-profesional dalam pekerjaan dan juga pernikahan kita yang .... Satu dari mereka mendengar curhatan aku ke teman dan menyayangkan kamu yang tidak mengeluarkan noda di malam pertama. Menurutmu, apa aku tidak tertekan?""Kamu curhat ke temanmu tentang aku? Bilang apa kamu, Mas?!""Apa adanya. Aku tipe orang yang nggak bisa mend
PoV Abryal _______________ Aku heran dengan sikap Daran yang selalu ada untuk membela Megumi. Padahal jika kembali ke masa lalu, aku masih ingat betul ketika hendak mengenalkan mereka sebelum pernikahan. Daran adalah tipe lelaki yang tidak suka diganggu apalagi sampai membela seorang perempuan. Memang sebuah fakta bahwa Megumi adalah adik ipar, tetapi apakah wajar jika harus dilindungi seperti itu? Kita berdua, saudara yang tidak memperhatikan satu sama lain. Hal itu yang membuat Daran seharusnya cuek pada Megumi. Bagaimana aku tidak menaruh curiga pada Daran? Dulu sebelum pernikahan, Megumi pernah bersumpah kalau dirinya masih gadis dan kukuh menjaga kehormatan padahal aku hanya memancing kala itu. Pura-pura mengajaknya membuktikan cinta dengan sentuhan fisik yang ditentang orang tua. Malam itu ketika aku mendapat pesan darurat dari Dokter Cindy, aku menyesal karena tidak menyempatkan diri menemui Megumi di kamar. Ya, aku yakin kalau Megumi bersekongkol dengan seseorang. Besar k