Mas Daran keluar dari kamar ini setelah menepuk pucuk kepalaku beberapa menit. Katanya itu ibarat sebuah mantra yang bisa membuat kita merasa lebih baik. Ya, aku mengakui meskipun luka di hati masih terasa.
Perempuan mana yang tidak terluka diperlakukan demikian buruknya oleh mertua. Mas Abryal pun nampak acuh tak acuh lagi. Tidak ada pesan yang dia kirim untuk menjelaskan keberadaannya. Padahal saat kami masih pacaran dulu, dia kerap marah jika aku keluar rumah tanpa mengabarinya.
Kembali teringat ketika ijab qabul diiringi teriakan 'sah' dari para saksi menggema di rumah besar ini. Air mata sejuk jatuh membasahi pipi. Aku selalu mendambakan malam pertama yang indah untuk kemudian melanjutkan mimpi bersama pasangan, saling menguatkan dalam keadaan apa pun.
"Megumi."
Aku yang sedang meneguk air sedikit terkejut dengan kedatangan Kania. Dia bersama seorang pelayan yang langsung menerobos masuk kamar dan mengambil piring yang sudah kosong itu.
Kania sendiri tinggal di kamar. Kami belum mengenal satu salam lain, jadi aku harus waspada. Bagaimana jika ternyata dia sama saja dengan ibu mertua, lebih mementingkan prasangka daripada menaruh simpati padaku?
Sebagai pengantin baru, aku pun ingin menghabiskan malam dengan suami, lalu pada siang harinya menunggu kepulangan Mas Abryal ke rumah, lanjut makan bersama dan bertukar cerita sebelum kami larut dalam dunia mimpi.
Cerita tentang apa saja yang aku lakukan selama menunggunya di rumah dan apa pula yang Mas Abryal lakukan di tempat kerja. Apakah ada yang sedang menunggu keajaiban atau menanti kelahiran buah hati. Seperti pasangan pada umumnya, aku menantikan hal tersebut.
"Megumi!"
"Eh, iya, apa?" Aku tersentak kaget. Bagaimana bisa aku melamun tentang harapan yang entah kapan bisa terwujud itu padahal Kania ada di dalam kamar ini?
"Sudahlah, sepertinya kamu nggak suka kalau aku ada di sini!" Kania melipat kedua tangan di depan dada hendak melangkah menuju pintu keluar. Aku segera turun dari tempat tidur, mencegahnya karena berpikir mungkin Kania adalah orang baik seperti Mas Daran.
Kami berakhir duduk di sebuah sofa berwarna hijau di sudut kamar mengarah pada jendela. Tidak ada kecurigaan di dalam hati, mungkin memang aku yang salah. Adalah wajar apabila Kania ikut menanyakan tentang masalah aku dan suami karena mereka adalah sepupu.
"Sebenarnya apa yang sudah terjadi, Meg? Kenapa Mas Abryal semarah itu sama kamu?"
"Aku tidak tahu, semua terjadi begitu saja. Mas Abryal mengira aku sudah tidak suci sebelum kami bersama. Kania, apa kamu bisa bantu aku?"
"Sebelum itu, sejak kapan kamu dekat sama Daran?"
Aku melipat bibir. Bagaimana harus menjelaskan pada Kania tentang hubungan kami yang tidak pantas ini? Memang bukan spesial, tetapi pernah terjadi sesuatu di antara kami.
"Mas Daran menolong aku tadi waktu diikat sama mami di pohon. Mungkin karena aku ini adik iparnya."
"Dia menggendong kamu tadi."
"Tadi lemas banget dijemur dalam keadaan lapar. Jadi, Mas Daran membantuku. Tidak ada hal lain, Kania."
Kania diam, kemudian meninggalkan aku tanpa sepatah kata pun. Aku tidak bisa menebak isi pikiran gadis tadi dan dia berpihak pada siapa. Jika Kania saja bersikap dingin, bagaimana dengan orang lain?
Andai saja ada waktu mengobrol dengan bapak mertua, apakah mungkin aku bisa menemukan jalan keluar? Saat melamar, beliau lah yang paling ramah padaku.
"Papa kamu bener udah meninggal?" Kania kembali, tatapannya sedikit berubah. Tidak lagi dingin seperti tadi.
Aku mengangguk. "Kenapa?"
"Om Abizar bilang, kamu dinikahi Abryal karena balas budi. Mungkin Om Abizar ada utang ke papa atau mama kamu."
"Maksudnya?"
Kania mengedikkan bahu, aku memilih diam. Suasana di kamar kembali hening, hampa.
***
Sudah sepekan ini Mas Abryal bersikap dingin padaku. Setiap aku mencoba untuk mengobrol, dia pasti sibuk dengan ponselnya. Setelah itu akan melangkah keluar dari kamar menuju ruang kerja atau mungkin ke rumah sakit.
Apa yang dia lakukan di luar sana sehingga bisa pulang ke rumah dalam keadaan bahagia? Aku melihat dari jauh karena jika mata kami bertemu, senyum itu seketika memudar. Dia benar-benar berubah, tidak seperti Abryal yang aku kenal dulu.
Andai saja waktu bisa diulang, mungkin aku akan menerima saran dari mama untuk meninggalkan Mas Abryal. Setelah orang tua meninggal, Mas Abryal justru datang melamar. Apakah ini semua bagian dari rencana, bagaimana pun sekarang aku sebatang kara.
"Megumi, kamu mengadu apa ke papi?!" Suara berat itu berhasil membuat jantungku berdegup tidak normal.
"Apa, Mas? Mengadu apa?"
Mas Abryal melepas stetoskop yang melingkar di lehernya, kemudian melempar asal ke tempat tidur. Dia masih memakai pakaian kerja lengkap khas seorang perawat. Bukankah tenaga medis pun dianjurkan untuk bersikap ramah pada semua orang?
"Lalu, ada rumor tentang kamu dan Daran. Apa jangan-jangan sebelum kita menikah kalian sudah pernah ...."
Aku sengaja memicingkan mata agar Mas Abryal tidak curiga. Mengelak adalah pilihan terakhir, lagi pula aku adalah korban. Jika hanya memojokkan sebelah pihak, itu adalah kesalahan besar. Mas Abryal juga salah karena dia meninggalkan aku pada malam pertama kami.
Sebagai seorang perempuan, tentu kekuatan aku bukanlah apa-apa dibanding Mas Daran. Suami yang harus melindungi istrinya dalam keadaan apapun. Namun, malam itu dia pergi seolah hanya dia perawat di dunia ini.
"Rumor." Aku tersenyum sinis. "Mas Abryal lebih percaya rumor ketimbang aku?"
"Itu karena kamu sudah tidak perawan sebelum kita menikah. Jangan mencoba menipu aku, Megy. Mau kita buktikan di rumah sakit?"
Rumah sakit?
Jika Mas Abryal berhasil membawa aku ke rumah sakit, maka kebenaran akan terungkap. Aku tidak mau. Lebih baik berdebat asal aib itu tidak diketahui oleh semua orang. Mungkin besok atau lusa aku harus mendiskusikannya dengan Mas Daran.
Bagaimana pun, Mas Daran adalah pelaku di satu sisi. Aku harus bisa menemukan jalan keluar dan tidak melangkah sendirian. Melihat aku mengatup bibir membuat Mas Abryal tertawa sumbang. Sekarang dia menyeret aku keluar dari kamar, menuruni anak tangga bersama dengan langkah tak beraturan.
"Daran!" Teriakan Mas Abryal menggema. Semua orang mendekat ke arah kami.
Sesaat kemudian, aku melihat Mas Daran menuruni anak tangga dengan langkah tergesa. Dia memakai kemeja putih yang lengannya dilipat sampai siku. Begitu tiba, dia menatap aku dan Mas Abryal bergantian.
Kedua mertua dan juga Kania ikut berkumpul. Sial, aku merasa seperti berada di ambang kematian. Mas Abryal mendorong aku dengan kasar. Beruntung Mas Daran segera menangkap atau aku akan terjungkal ke belakang.
"Abryal, apa yang kamu lakukan?!" bentak ayah mertua dengan mata menyalak tajam. Mas Daran membantu aku berdiri dengan baik, tetapi tidak meninggalkan aku sendiri.
"Lihat mereka, Pi. Daran sangat peduli pada Jalang itu. Apa mungkin rumor tentang mereka benar?""Jalang? Rumor? Kamu ini bicara apa, Abryal? Papi nggak pernah mengajarimu merendahkan perempuan apalagi istri kamu!" bentak ayah mertua semakin merah.Aku sendiri memilih menunduk, tetap di tempat karena tidak bisa melangkahkan kaki sekadar memberi jarak dengan Mas Daran. Ternyata memang ada rumor tentang kami berdua. Seharusnya Mas Daran memilih cuek untuk mematahkan prasangka mereka dan bukan malah menolongku.Pernikahan yang baru seumur jagung aku sangka akan dipenuhi dengan bunga-bunga cinta karena sikap romantis dari suami. Apakah dosa mengimpikan hal itu sebelum pernikahan sehingga Tuhan memberiku hukuman seberat ini?"Papi tanyakan saja sama Daran. Dia kan anak kesayangan Papi!"Ayah mertua semakin marah, dia menggertakkan gigi dengan wajah merah padam. Ibu mertua langsung menenangkannya sebisa mungkin. Aku semakin ketakutan, gemetar tidak karuan karena tahu bahwa masalah besar aka
"Benar, Om. Aku jadi saksi. Tante Yuni mengamuk membenarkan tuduhan Abryal, lalu diikat di pohon. Aku mau menolong, tetapi Tante Yuni marah dan mengancam aku diusir kalau berani mengadu. Untungnya Mas Daran datang di waktu yang tepat sebelum Megy pingsan." Kania memberi jeda, tersenyum manis sebelum akhirnya melanjutkan, "Aku menelepon Mas Daran untuk segera pulang, makanya dia tahu Megumi ada di belakang rumah, Om.""Bohong!" pungkas ibu mertua cepat menatap kami secara bergantian. "Sebenarnya mami dijebak. Kania bilang kalau Megumi itu punya hubungan dengan Daran, jadi Kania menyarankan agar mami menghukum Megumi untuk mencari bukti dan benar, Daran datang menolongnya!""Tante Yuni yakin?""Kania, jangan menyudutkan Mami! Niat Mami itu baik karena mau membuka kedok mereka dan sudah terbukti, kan? Bahkan dengan gatalnya minta digendong." Mas Abryal kembali membuka suara seperti tidak ingin ibu mertua disalahkan.Aku tidak tahu bagaimana keputusan akhir karena ayah membawa istrinya me
"Nggak mungkin, Meg. Kamu jangan hamil dulu!""Semoga enggak, sih, Mas. Tapi gimana kalau seandainya emang beneran hamil?"Mas Daran mengusap kasar wajahnya. Siapa yang tidak akan frustrasi? Apalagi suamiku seorang perawat, tentu mudah mengetahui siapa ayah biologis dalam kandunganku ini. Lantas haruskah jujur pada keluarga, kemudian menikah dengan dia?Oh, ini berat. Mas Daran sendiri sudah memutuskan untuk hidup melajang. Dia memang yang merenggut kehormatanku pertama kali, tetapi setelah tidur dengan Mas Abryal juga, apa dia akan mempertimbangkan atau justru menolak kasar?Aku perempuan dan di mana-mana dalam kasus yang sama, kamilah yang paling dirugikan. Mas Daran bisa menyangkal untuk sesaat jika mau saat suatu hari nanti kebenaran terungkap. Lagi pula jika dia menikah dengan perempuan lain, mungkin istrinya tidak akan curiga.Mas Daran menatap lekat padaku, sejurus kemudian aku memalingkan pandangan ke luar jendela karena berhasil di buat salah tingkah. "Kamu keberatan kalau ..
"Megy!" Teriakan itu menggema bersamaan dengan tangan aku yang dicekal kuat. Gunting direbut ketika aku membuka mata."Mas Daran?"Dia menggeleng kuat sebagai isyarat bahwa dia tidak memberi izin aku mengakhiri hidup. Dalam satu gerakan, aku sudah berada dalam pelukannya. Tentu hal ini menambah kecurigaan Mas Abryal. Aku pasrah, memejamkan mata untuk sesaat.Tidak kupedulikan hinaan Mas Abryal yang mengatai kami manusia hina. Bahkan sampai lelaki itu pergi, Mas Daran tetap pada posisinya. Untuk waktu yang lama, aku merasa damai.***Tanpa terasa, waktu berputar begitu cepat dan setiap pagi aku harus menahan mual agar keluarga suami tidak curiga. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Mencoba mencari jalan keluar yang sudah pasti buntu?Selain jujur pada mereka, aku tidak akan pernah lepas dari masalah ini. Namun, Mas Daran sudah berjanji ingin membantu meskipun bukan bermaksud akan bertanggungjawab dengan menikah."Aku sudah telat sebulan hari ini, Mas. Kayaknya ... emang lagi hamil."M
"Jujur, aku tinggal di sini itu karena diusir dari rumah. Setelah wisuda, aku ketahuan hamil di luar nikah. Jadi, aku tahu betul gimana orang kalau hamil," lanjut Kania lagi karena aku terpaku memandangnya.Kalau dia pernah hamil, kenapa bapak mertua mau menampungnya di sini? Apa karena rasa kasihan? Namun, sepertinya tidak bagus jika langsung percaya begitu saja. Orang-orang di rumah ini hampir semua bermuka dua.Kembali teringat perkataan Mas Daran tentang dirinya yang seperti diberi obat perangsang malam itu. Jika memang benar, maka siapa yang menjebaknya? Apalagi di saat yang sama, parfum Mas Abryal juga dipakai Mas Daran. Apakah semua memang sebuah kebetulan?Aku memijit kening, melangkah gontai menuju tempat tidur. Andai saja Kania sudah pasti baik dan mendukung aku seperti Mas Daran, aku bisa jujur pada apa yang aku rasakan. Memendam masalah sendirian itu berat dan hanya menambah sesak di dada."Meg, minimal lakukan tes kehamilan. Kalau kamu hamil, mungkin Abryal bisa berubah.
Malam hari, aku yang baru saja keluar dari kamar mandi dikejutkan oleh keberadaan Mas Abryal, duduk di tempat tidur. Biasanya dia akan pulang saat aku sudah terlelap. Itu pun tidak akan mau masuk di kamar kami. Sekarang, entah apa tujuannya.Jantung berdegup tidak normal, aku menelan saliva selaya melebarkan langkah mengikis jarak di antara kami. Mas Abyral menoleh dengan tatapan yang sulit di artikan. Tangan kanannya bergerak menepuk sisi kanan sebagai isyarat bahwa aku diminta duduk di sana."Di sini saja, Mas." Aku menjawab ragu, lalu duduk di sofa kamar.Mas Abryal menghembuskan napas kasar, menatap dalam padaku. "Kamu istriku, Megumi. Jadi, harus menurut sama aku?""Istri?" Aku tersenyum ketus mendengarnya. Setelah apa yang dilakukan selama ini seolah menganggap aku tidak ada, dia berani menganggap istri?Sebenarnya aku memang cukup senang karena Mas Abryal mengakui aku sebagai istri sekarang. Namun, tetap saja khawatir mengingat masalah di antara kami belum menemukan titik teran
"Megumi, buka pintunya. Ini aku, Kania."Aku membuka mata, ternyata setelah mandi pagi tadi, aku justru terlelap dan melewatkan sarapan. Melirik ke dinding, sudah hampir pukul sembilan. Kenapa Kania mengetuk pintu, apa dia sengaja membawa makanan untukku?Entahlah, jawaban itu akan aku dapatkan begitu kami bertemu. Mata masih sedikit perih karena menangis selama berjam-jam tadi malam. Kalimat yang dilontarkan Mas Abryal sangat menyakiti hati apalagi dalam keadaan hamil begini, rasanya mudah tersinggung."Kania, Mas Daran?" Aku terkejut melihat mereka datang bersama. Setelah menengok ke kanan dan kiri, sepi."Aman, Mami sama Papi ada acara di luar dan pulang malam nanti. Abryal juga ada operasi besar di rumah sakit." Kania menjelaskan seperti tahu apa yang terlintas di dalam benak.Aku meminta mereka masuk, lalu mengunci pintu kamar rapat berharap benar-benar tidak ada yang melihat kami atau sengaja menguping untuk mengadu pada Mas Abryal. Jantungku berdegup tidak normal. Mereka berdua
"Itu hukuman setiap kali kamu mencoba melawan." Mas Daran mengucapkan itu ketika menarik diri.Sial, jantung berdegup tidak normal. Aku tahu ini bukan cinta, tetapi rasa gugup karena mendapat kecupan lembut di bibir. Kenapa bukan Mas Abryal yang melakukannya? Aneh, aku bingung kenapa hanya diam dan bukan memberontak atau memakinya."Kamu suka? Kalau suka, nanti kita ulang.""Mas Daran!" pekikku berhasil membuatnya terkekeh pelan.Entah kenapa, kekehan kecil itu seperti menumbuhkan bunga di musim semi. Aku menjadi semakin bingung berada di dekat Mas Daran. Terlalu banyak teka-teki yang tidak bisa dipecahkan dengan mudah.Mobil kembali melaju, aku sengaja memejamkan mata untuk menghindari obrolan yang mungkin tidak masuk akal. Pada intinya sekarang aku merasa bahagia. Mas Daran adalah kakak ipar yang baik dan suatu hari aku akan membalas kebaikannya.Sayang sekali lelaki tampan di sampingku tidak ada keinginan untuk menikah, padahal dari segi paras dia terbilang tampan. Pun pekerjaan ya
"Hubungan apa, Mas? Aku nggak punya hubungan apa-apa sama Mas Daran selain sebagai adik ipar." Megumi memaksa diri tersenyum sinis. "Harusnya kamu yang takut kalau nanti aku mengumbar kebusukan kamu di depan semua orang.""Baik, silakan. Kita lihat saja siapa yang akan dipermalukan. Aku atau ...." Abryal menoyor bahu kiri sang istri seraya melanjutkan, "kamu!"Megumi tidak memberi jawaban, melainkan hanya mengibas tangan. Cintanya pada Abryal semakin sirna dan tidak ada alasan untuk terus mengalah. Dia sudah muak dianggap sebagai bahan pelampiasan.Andai saja sejak dulu tahu bahwa kehidupan setelah pernikahan akan sangat menyakitkan, Megumi akan memilih hidup sendiri sembari menunggu pangeran dengan kuda putih datang menjemput.Saat hendak memejamkan mata, Abryal dengan kasar menyingkap selimut yang menutupi tubuh wanita itu. Dia sangat marah karena diabaikan, padahal sengaja ingin membuatnya cemburu.Sejak mengetahui bahwa sang istri tidak lagi suci sebelum mereka memulai malam perta
"Dan aku pribadi belum pernah mendengar kabar Pak Daran menikah," lanjut gadis itu mengikis jarak di antara mereka.Jika tidak berusaha, maka selamanya cinta akan bertepuk sebelah tangan. Helen hanya peduli pada perasaannya. Sejak dua tahun lalu, cinta tumbuh di dalam hati, meraja, terus memanggil nama Daran."Aku tidak tertarik sama kamu. Kalau nggak mau dapat masalah, jangan pernah muncul di hadapan aku lagi!""Bagaimana kalau aku bilang ke semua orang kalau tadi Bapak sama wanita itu saling ...." Helen menautkan jari tangan kanan dan kirinya sambil tersenyum penuh misteri. "Aku melihatnya pergi sambil megang bibir bawahnya."Daran tersenyum miring. Dia tidak menduga gadis di hadapannya sangat peka dengan gerak tubuh. Hanya melihat Megumi memegang bibir saja sudah berhasil membuatnya menebak bahwa tadi mereka berciuman.Namun, Daran bukan tipe lelaki yang mudah menyerah. Dia akan selalu mengelak bahkan ketika bukti sudah memberatkan. Semua orang tahu kalau dia masih lajang, lantas j
"Jadi, Cindy ada di balik semua ini?"Daran mengangguk membenarkan. Dia pun geram dan bersumpah akan membalaskan dendamnya. Kesalahan terbesar dokter itu adalah membuat Daran dalam masalah dan menyebabkan seorang gadis kehilangan kehormatan yang berusaha dia jaga untuk suaminya. Akan tetapi, di balik kesalahan itu tersimpan sebuah kebaikan di mana Daran kembali jatuh cinta.Ya, dia mencintai Megumi. Adik ipar yang telah dinodai pada malam pertama sehingga menyebabkan kericuhan besar. Selain tanggungjawab, Daran memang berharap suatu hari bisa menikah dengannya. Akan tetapi, bukan sekarang karena dia ingin membuktikan kebusukan Cindy dan Abryal sebelum keluarga menilai buruk Megumi."Keterlaluan! Jadi, kita harus gimana, Mas?""Kamu belum menjawab pertanyaan aku, Megy!" Daran menyelipkan rambut Megumi ke belakang telinga dengan gerakan lambat.Dua orang dewasa itu menatap satu sama lain, menelan saliva karena ada gelora di dalam dada. Napas kian memburu ketika keduanya saling mengikis
"Kamu nggak usah sok baik, Meg. Urus diri sendiri aja. Kalau bisa bujuk Abryal biar mau ceraiin kamu." Setelah itu, Yuni langsung meninggalkan menantunya tanpa rasa bersalah. Sebagai sesama perempuan, bukankah harusnya saling mendukung agar pernikahan tidak berujung pada perpisahan? Dia benar-benar unik, tidak pernah memikirkan perasaan orang lain dan sungguh, Megumi menyesal menikah dengan kekasihnya. Seorang kekasih yang dulu diagung-agungkan, dipercaya akan memberi kebahagiaan dunia akhirat, ternyata justru melukai di awal pernikahan. Kalau memang terbukti dia bermain api sebelum menikah dengan Megumi, maka wanita itu akan membuat tangannya terbakar oleh api. Cepat atau lambat, pembalasan itu akan tumbuh seiring dengan dendam membara karena dikhianati. Mengepal tangan kuat berusaha menahan emosi di dada. Sesuai saran dari Kania bahwa dirinya harus bisa terlihat santai. "Tadi aku lihat Tante Yuni keluar dari sini. Dia bikin masalah lagi?" Megumi tersentak, lantas menoleh ke sumb
"Dua hari. Kania berjanji akan membongkar kebusukan Abryal dalam waktu dua hari.""Dia seyakin itu, Mas? Bagaimana kalau ternyata Kania tidak berhasil karena Mas Iyal setia sama aku?"Daran menggeleng pelan, berusaha meyakinkan Megumi bahwa suaminya memang telah mendua. Meskipun masih tanda tanya, tetapi kebenaran pasti terungkap cepat atau lambat.Lelaki tampan itu percaya pada Kania. Dia yakin bahwa dalam waktu dua hari akan ada kejelasan mengapa Abryal meninggalkan istrinya di malam pertama mereka.Di rumah itu, selain Yuni, hanya Kania yang paling dekat dengannya. Daran menduga bahwa ada sesuatu yang sepupunya sembunyikan, tetapi memiliki masa untuk mengungkap."Kalau memang Mas Iyal selingkuh, maka aku tidak akan memaafkannya.""Lagi dan lagi kamu memanggilnya Iyal. Masih cinta sama dia?"Megumi memilih diam. Jauh di sudut hati dia memang sangat merindukan lelaki itu. Seorang lelaki yang dulunya begitu baik, lembut dan memperlakukannya seperti princess. Sekarang semua berubah beg
PoV 3__________"Daran!" Abryal membentak, wajahnya merah padam. Tentu saja karena dia adalah anak semata wayang Yuni. Kedua tangan terkepal sempurna.Anehnya, Kania langsung memeluk Abryal dari belakang, berusaha meredam emosinya. Apabila dua lelaki dewasa saling beradu fisik, bukankah akan terjadi masalah besar yang bisa berakhir penyesalan? Kania tidak ingin ada pembunuhan di rumah itu."Kenapa, kamu marah karena aku mengungkap fakta? Abryal, anak yang paling patuh pada orang tua dan sangat berprestasi. Terkenal baik dan ramah pada semua orang, tetapi bagaimana dengan sikapmu ke Megumi?"Lelaki yang semakin marah itu melepas paksa pelukan Kania, lantas menyerang Daran tanpa ampun. Sebenarnya Daran bisa melawan, tetapi dia sengaja mematung beberapa saat agar bisa melancarkan misi yang sempat tertunda."Mas, kamu bisa membunuhnya!" teriak Megumi histeris sambil berusaha melepaskan mereka.Abryal yang kesetanan langsung mendorong istrinya. Wanita itu terpental sedikit jauh, sikunya s
Lelaki bertubuh tinggi itu membuka masker dan kaca mata yang dia pakai. Aku menganga sempurna. "Mas Daran?""Ya, seperti yang kamu lihat. Makanya, lebih baik mencintai diri sendiri.""Jadi, karena diduakan, Mas Daran memilih hidup sendiri selamanya?"Lelaki itu mengangguk pelan, aku sendiri menggigit bibir karena merasakan sakitnya. Siapa yang bisa segera sembuh dari luka karena dikhianati? Aku saja yang hubungannya renggang karena kesalahpahaman atau sebut saja dosa—tidak disengaja—terus merasa bersalah dan menyesal.Hidup terkadang sekejam itu. Ketika tulus mencintai sepenuh hati, maka kerap dibalas pengkhianatan. Aku pernah memiliki seorang teman online, pacaran selama tiga tahun lantas putus karena fitnah orang ketiga. Sampai dua puluh tahun berlalu, cinta itu masih bersarang di hatinya, padahal mantan kekasih telah menjalani kehidupan baru bahkan anak keturunan.Dia mengatakan, "Andai aku bisa hidup sebagai kupu-kupu, maka aku pasti bahagia karena bisa terbang bebas mencarinya. A
PoV Megumi______________"Bagaimana rasanya di-bully?"Aku mengangkat wajah, tidak percaya dengan pertanyaan Mas Abryal. Apa dia sengaja melakukan ini untuk mem-bully aku? Lantas atas dasar apa?Lihatlah, minuman yang aku teguk hingga tandas tadi terpaksa dimuntahkan dan mengotori lantai. Perih seketika menyebar di dalam dada. Aku melempar cangkir hijau itu sehingga pecah berkeping-keping."Sejak tahu kamu sudah tidak perawan, aku banyak diam di tempat kerja dan sulit menyapa ramah beberapa pasien. Dokter bahkan direktur rumah sakit sampai mengancam akan memecat kalau aku mengulangi kesalahan yang sama. Beberapa rekan perawat justru mencibir aku terkait sikap non-profesional dalam pekerjaan dan juga pernikahan kita yang .... Satu dari mereka mendengar curhatan aku ke teman dan menyayangkan kamu yang tidak mengeluarkan noda di malam pertama. Menurutmu, apa aku tidak tertekan?""Kamu curhat ke temanmu tentang aku? Bilang apa kamu, Mas?!""Apa adanya. Aku tipe orang yang nggak bisa mend
PoV Abryal _______________ Aku heran dengan sikap Daran yang selalu ada untuk membela Megumi. Padahal jika kembali ke masa lalu, aku masih ingat betul ketika hendak mengenalkan mereka sebelum pernikahan. Daran adalah tipe lelaki yang tidak suka diganggu apalagi sampai membela seorang perempuan. Memang sebuah fakta bahwa Megumi adalah adik ipar, tetapi apakah wajar jika harus dilindungi seperti itu? Kita berdua, saudara yang tidak memperhatikan satu sama lain. Hal itu yang membuat Daran seharusnya cuek pada Megumi. Bagaimana aku tidak menaruh curiga pada Daran? Dulu sebelum pernikahan, Megumi pernah bersumpah kalau dirinya masih gadis dan kukuh menjaga kehormatan padahal aku hanya memancing kala itu. Pura-pura mengajaknya membuktikan cinta dengan sentuhan fisik yang ditentang orang tua. Malam itu ketika aku mendapat pesan darurat dari Dokter Cindy, aku menyesal karena tidak menyempatkan diri menemui Megumi di kamar. Ya, aku yakin kalau Megumi bersekongkol dengan seseorang. Besar k