Anisa turun dari mobil, lalu berjalan menjauhi kendaraan mewah itu. Walau jalanan terlihat sangat sepi, tapi ia terus melangkah.
Tidak tahu ke mana ia akan pergi, yang terpenting menjauh dari laki-laki yang telah menipunya.
Bara melajukan kendaraannya mengikuti gadis yang sangat ia cintai. Ia segera turun dari mobil setelah mencegat sang kekasih.
"Sayang, aku antar pulang ya!" Bara mencekal lengan gadis itu, lalu memeluknya dengan sangat erat. "Aku sangat mencintaimu. Aku memang berbohong tentang identitasku, tapi tidak ada kebohongan dalam cintaku."
Anisa tidak mau mendengarkan ucapan laki-laki yang telah membohonginya. Ia terus memberontak, tapi Bara tidak akan melepaskannya.
"Kamu boleh marah padaku, tapi aku mohon, ikutlah denganku! Aku akan mengantarmu pulang."
Bara tidak mungkin meninggalkan wanita yang dicintainya itu di tempat yang sepi, dan jauh dari keramaian.
"Lepaskan!" teriak Anisa sembari menangis.
"Aku akan
Setelah Bara pergi, Anisa segera mengemas pakaian, dan barang-barang yang dianggap penting. Kemudian segera mengganti pakaiannya.Anisa memakai celana jeans berwarna hitam serta jaket yang ada penutup kepalanya dengan warna serupa.Wanita itu meninggalkan ponsel, dan benda lainnya pemberian dari kedua laki-laki yang telah menemaninya beberapa bulan terakhir.Ia hanya membawa satu tas travel jinjing berwarna hitam. Anisa mengunci pintu rumahnya, lalu menaruhnya di bawah pot bunga di meja yang ada di teras depan.Wanita itu bergegas mencairkan tabungannya. Hasil selama ia bekerja. Ia ingin pergi jauh dari kota yang telah mengajarkannya banyak hal."Apa rumah Nenek masih ada?" gumamnya saat ia hendak menaiki bus menuju tempat kelahiran ibunya.Gadis sederhana itu pergi jauh meninggalkan semua kenangan manis yang pernah ia rasakan bersama laki-laki yang selalu melindunginya.Wanita itu pun tertidur selama diperjalanan. Setelah beber
Bara, dan sang mommy pergi ke rumah Anisa. Sedangkan Haidar segera menelpon orang kepercayaannya untuk melacak keberadaan gadis itu melalui nomor teleponnya yang ia dapatkan dari Bara.Setelah beberapa menit, Haidar sudah mendapat laporan dari orang kepercayaannya kalau posisi ponsel tersebut masih berada di lokasi yang sama dengan kediamannya."Syukurlah. Gadis itu tidak pergi ke mana-mana." Haidar merasa lega, akhirnya sang putra tidak mengalami hal seperti dia.Ia masih bisa merasakan begitu tersiksanya saat wanita yang dicintainya pergi tanpa pamit, bahkan tidak bisa dihubungi sama sekali.Beruntung dulu Andin mempunyai keluarga besar, Haidar bisa dengan mudah melacak keberadaan istrinya.Namun, Anisa gadis yang hidup sebatang kara. Ia tidak punya siapa-siapa lagi, bahkan teman dekat pun tidak ada.Keadaannya yang memprihatinkan membuat ia minder untuk bergaul dengan wanita sebayanya. Anisa hanya fokus pada dirinya sendiri.Berunt
"Apa?" Bara buru-buru melihat isi lemari Anisa yang sudah kosong separuhnya. "Anisa pergi ke mana, Mom?""Kenapa tanya sama Mommy? Emangnya Mommy cenayang." Andin melangkah menuju kursi santai yang ada di kamar itu. Ia duduk sembari mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan."Nisa, kamu ke mana, Sayang?" gumam Bara sembari memegangi pakaian kekasihnya yang masih tersisa di lemari itu."Ponselnya nggak dibawa, coba kamu lihat apakah ada nomor yang bisa dihubungi!" titah sang mommy kepada anaknya. 'Orang akan menjadi bodoh jika sedang patah hati?' ucap Andin dalam hati sembari menggelengkan kepalanya melihat Bara.Bara segera mengambil ponsel Anisa yang tergeletak di tempat tidur, ia membuka ponsel itu, tidak ada nomor lain selain nomornya, dan nomor atasan tempatnya bekerja."Dia nggak ada teman lagi selain aku, Mom." Bara terduduk di lantai sambil memandang potret dirinya dan sang kekasih yang terpampang di wallpaper ponsel itu."Bara
"Mommy menyuruh menyelesaikan masalah di masa laluku, tapi nggak mau bantu. Aku harus bagaimana? Apa aku harus datangi mereka satu persatu untuk meminta maaf?"Bara terlihat bingung dengan apa yang diperintahkan mommy-nya. Bagaimana mungkin ia mendatangi kembali teman kencannya setelah lama tidak berhubungan.Andin bertanya serius kepada putranya. "Wanita terakhir yang kamu kencani sebelum dengan Anisa, bagaimana dia sekarang? Apa kamu mencampakkannya atau kamu mengencani Anisa, dan wanita itu sekaligus?""Nggak, Mom!" jawab Bara dengan tegas. "Setelah aku jatuh cinta dengan Anisa, aku sudah memutuskan hubunganku dengan wanita lain."Setelah ia merasa nyaman dengan Anisa, dan tidak mau berpaling dari gadis sederhana itu, walau tak dipungkiri kalau ia tahu betul siapa gadis yang ia kagumi itu. Bara tidak lagi bermain-main dengan wanita lain.Wanita manis yang berhasil meluluhkan hati saudara kembarnya yang dingin, dan angkuh dengan julukan Manusia e
"Bara ...!" Suara Andin menggema di dalam mobil mewah yang melaju dengan kecepatan sedang."Maaf, Mom, aku salah bicara." Bara mengatupkan kedua telapak tangan di depan wajah. "Maksudku, aku akan menemuinya lagi." Bara memejamkan mata. Ia takut tangan sang mommy kembali mendarat di kepalanya."Apa yang keluar dari mulut, itu asalnya dari hati. Itu artinya kamu ingin mengencani mereka lagi setelah Anisa pergi, hah?" Andin menyilangkan kedua tangannya di bawah dada.Kenapa bisa di saat seperti itu ia salah berucap. Apakah benar yang dikatakan sang mommy kalau playboy itu masih belum berubah?Di sepanjang perjalanan terus terjadi perdebatan antara Ibu, dan anak itu. Masalah Bara membuat Andin sakit kepala. Wanita tua itu sudah tidak bisa berpikir jernih lagi."Aku sudah berubah, Mom," jawab Bara sembari membuka matanya sebelah. Mengintip keadaan, apakah sang mommy ada niatan untuk memukulnya lagi atau tidak?Bara membuka matanya saat kead
Laki-laki yang sedang patah hati itu harus tambah merana ketika melihat kemesraan orang tuanya."Sudah tua masih aja mesum, pantesan aku mesum, ternyata ada keturunan," gumam Bara sembari berjalan cepat meninggalkan Mommy, dan daddy-nya yang mengumbar kemesraan di depannya.Bara masuk ke dalam kamarnya, menutup pintu dengan keras, lalu berteriak sekuat-kuatnya. "Anisa ...! Kenapa kamu menyiksaku seperti ini."Bara si tampan yang sering gonta-ganti pasangan akhirnya merasakan apa yang dirasakan kekasihnya dulu. Ditinggal pergi di saat lagi sayang-sayangnya ternyata sangatlah menyakitkan.Sebelumnya Bara tidak pernah merasakan kenyamanan seperti bersama dengan Anisa. Laki-laki itu berpacaran hanya ingin melakukan hal yang lebih kepada pasangannya.Kini di saat ia merasakan cinta yang sesungguhnya, laki-laki itu harus merasakan sakit karena separuh jiwanya telah menjauh entah ke mana. Wanita yang dicintainya telah menghilang tanpa jejak.
Bara menunjuk dadanya dengan jari telunjuk. "Sesak, Mom. Dadaku terasa sangat sesak jika teringat Anisa."Ia mengabaikan benjolan yang terlihat membiru di keningnya. Sakit hatinya lebih terasa menyakitkan dibandingkan dengan luka akibat tersungkur tadi."Kita ke rumah sakit ya," bujuk sang mommy kepada anaknya sembari memerhatikan benjolan di kening Bara. "Keningmu juga terluka."Andin sangat mengkhawatirkan anaknya. Ia pikir kalau Bara benar-benar sesak napas.Bara bangun, dan berdiri. Lalu, berkata, "Aku hanya mau Anisa. Aku akan merasa lega jika sudah tahu kabarnya."Laki-laki itu berjalan menuju balkon kamarnya. Ia ingin menghirup udara segar, dan berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan kesedihannya."Bara, kamu mau ke mana?" Andin mengikuti anaknya ke balkon kamar, begitu pun dengan Haidar.Mereka berdua terlihat sangat khawatir melihat putranya patah hati. Haidar takut Bara akan melakukan hal yang akan merugikan dir
Bara segera pergi untuk menemui mantan kekasihnya. Ia sadar sudah mencampakkan wanita yang baru beberapa bulan ia kencani demi Anisa.Padahal ia sudah sering melakukan hubungan suami istri dengannya, tapi Bara seolah tidak peduli dengan perasaan wanita yang berstatus sebagai kekasihnya.Menurutnya, Sila tidak hanya melakukan hubungan itu dengannya saja karena sejak pertama kali berhubungan wanita itu sudah tidak perawan lagi, dan sudah sangat berpengalaman dalam melayani hasrat laki-laki.“Dimana dia? Susah sekali dihubungi.” Bara masih berusaha menelpon mantan pacarnya, tapi belum ada jawaban juga, padahal nomornya masih aktif.Bara segera menelpon orang suruhan sang daddy untuk melacak nomor telepon wanita yang pernah mengisi hari-harinya sebelum bersama Anisa.Setelah beberapa menit, Bara sudah berhasil mengetahui keberadaan Sila berkat orang kebercayaan sang daddy. Ia pun segera meluncur ke alamat yang tertera di layar ponselnya. &l