Andin membuka mata, menoleh pada laki-laki yang masih memejamkan mata sembari memeluk erat tubuhnya. Sejak berat badannya bertambah drastis, sang suami senang sekali memeluknya, padahal ia begitu enggan di peluk saat tidur, tapi wanita cantik itu tidak bisa menolak.
Ia berpikir dari pada suaminya memeluk wanita lain lebih baik ia merelakan tubuhnya dipeluk bagai bantal oleh laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu.
Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi, ia segera bergegas bangun setelah menyingkirkan tangan sang suami yang melingkar di perutnya. Andin pergi ke kamar sang anak setelah membersihkan diri.
Ketika Haidar membuka mata, sang istri sudah tidak ada di sampingnya. Laki-laki itu menguap sembari melirik jam yang ada di dinding kamar. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, ia pun bergegas turun dari tempat tidur dan masuk kamar mandi untuk membersihkan diri.
Sepuluh menit kemudian, laki-laki tampan itu keluar dari kamar mandi hanya menggunakan
Haidar menggelengkan kepala saat sang istri membawa nasi goreng di piring besar, lengkap dengan irisan timun dan sosis goreng.“Itu buat siapa?” Haidar mengikuti sang istri ke meja makan. Lalu, duduk di kursi yang biasa ia tempati.“Ya buat kita berdua lah,” jawab Andin. “Mulai sekarang kita makan sepiring berdua,” lanjutnya sembari tersenyum. Kemudian menyendokkan nasi goreng dan menyuapkannya ke dalam mulut sang suami setelah ia tiupi terlebih dulu.Haidar mengunyah makanannya sembari menatap nasi goreng di hadapannya yang setara dengan empat porsi. ‘Kalau sampai kekenyangan seperti semalam yang ada aku nggak bisa kerja,’ ucapnya dalam hati sembari menelan makanannya dengan susah payah.Bukan karena makanannya tidak enak, tapi karena Haidar sudah merasa kenyang duluan melihat porsi besar sarapannya pagi ini.“Kamu kenapa? Takut gendut kayak aku? Ngebiarin istrimu gendut sendiri supaya kamu ada
“Tuan kenapa?” tanya Baron kepada sang tuan yang berjalan sembari memegangi perutnya. “Tuan sakit?”“Jangan banyak bicara! Ayo kita berangkat.” Haidar segera masuk ke dalam mobil. Baron juga bergegas masuk dan segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.“Kamu tahu bagaimana cara mengatasi kekenyangan?” tanya Haidar. Laki-laki itu tidak bisa duduk diam, ia mencari posisi ternyaman untuknya.“Saya tidak tahu, Tuan,” jawab Baron dengan sangat menyesal ia tidak bisa membantu sang tuan.“Lebih cepat lagi! saya ingin segera rebahan,” ucap Baron sembari melonggarkan dasi dan membuka dua kancing atas kemejanya.“Baik, Tuan.” Baron bepikir keras untuk mencari solusi masalah yang dihadapi tuannya.“Sudah sampai, Tuan,” ucap Baron pada sang tuan yang sedang memejamkan mata, menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.Laki-laki yang tampak
Haidar segera masuk ke dalam ruangan istirahatnya yang ada di balik lemari, di belakang meja kerjanya. Tapi, tidak lama kemudian laki-laki itu keluar lagi, penampilannya sangat berantakan.Haidar berjalan menuju sofa, lalu merebahkan tubuhnya di sana. Di mana ada Baron yang sedang mengerjakan kerjaannya, ia tidak berani meninggalkan sang tuan dalam keadaan tidak baik-baik saja.“Tuan istirahat saja di dalam,” ucap Baron kepada laki-laki yang berpenampilan sangat kusut itu.“Saya tidak bisa istirahat, ini sangat tidak nyaman,” sahut Haidar sembari mengusap-usap perutnya. ‘Apa aku harus ngalamin semua ini setiap hari?’ Haidar bertanya-tanya dalam hatinya.“Bagaimana kalau saya panggil Dokter Riko saja?” usul Baron yang langsung dibantah oleh sang tuan.“Tidak usah! Dia pasti akan menertawakan kalau tahu penyebab saya sakit perut.” Laki-laki itu menaruh lengan kanan di atas keningnya. Lalu me
“Maafkan saya, Tuan,” ucap Baron.Laki-laki itu bangun dari duduknya. Menghampiri lemari pendingin untuk mengambil minuman dingin. Ia mengambil botol kecil berisi air mineral. Kemudian, kembali menghampiri tuannya memberikannya pada sang tuan. “Minum ini Tuan, semoga bisa mendinginkan lidah Tuan.” Baron mengulurkan tangannya yang memegang botol air mineral itu. Namun, Haidar menolaknya.“Tidak usah.” Haidar menolaknya karena ia khawatir akan membuatnya tambah begah.Baron kembali menaruh botol minuman itu di lemari pendingin. Kemudian, sang asisten melangkahkan kaki menuju tempatnya semula dan lanjut mengerjakan kerjaannya. Haidar kembali menyesapi teh mint yang dibawakan sekretarisnya. Kali ini laki-laki itu menyesap perlahan.“Apa ini bisa membuat perutku lebih baik?” tanya Haidar pada laki-laki di depannya yang sedang fokus dengan komputernya. Sang tuan menyesapi teh dengan campuran daun mint itu sedikit
“Apa kamu sudah makan?” tanya Baron pada wanita cantik yang berdiri di samping meja kerjanya sambil menundukkan pandangan.Tari menggeleng pelan. “Aku makan di pantry aja,” jawab Tari pelan.“Kenapa? Kamu nggak mau makan bersama saya?” tanya Baron kepada calon istrinya.Tari kembali menggelengkan kepalanya. “Bukan begitu, Tuan. Aku nggak mau kalau orang melihat kita makan bersama dan mereka akan berpikir yang tidak baik tentang kita,” jelas Tari sembari menatap calon suaminya yang juga sedang menatapnya.Wanita cantik itu memberanikan diri menatap wajah tampan calon suaminya. “Nanti reputasi Tuan jadi jelek karenaku,” ucapnya.“Tidak ada yang berani masuk ke dalam ruangan ini tanpa seizin saya. Dan apa kamu lupa? Di lantai ini cuma ada ruangan saya dan Tuan Haidar. Tidak ada yang berani datang ke lantai ini jika tidak ada keperluan.”Ibu satu anak itu tidak bisa berbicar
“Jangan ngomong kayak gitu,” sela Tari. “Kita ngomongin yang indah-indah aja,” ucap Tari sembari tersenyum manis.Kini wanita cantik itu benar-benar membuka hatinya untuk laki-laki yang mau menerima masa lalunya terutama menerima anak satu-satunya. Hasil dari kekhilafannya di masa lalu.“Baiklah,” ucap Baron sembari tersenyum manis membalas senyuman calon istrinya.“Laki-laki itu memerhatikan piring nasinya. “Kenapa laukmu berbeda?” tanya Baron pada calon istrinya.“Aku lebih suka ini,” jawab Tari.Wanita bertubuh mungil itu hanya makan telur dadar dan tumis kangkung saja. Bukan karena di rumah calon suaminya itu tidak menyediakan bahan makanan, tapi wanita cantik itu tidak mau bergantung kepada laki-laki yang belum sah menjadi suaminya.“Ini siapa yang masak?” tanya Baron sembari menaruh kembali sendoknya di atas piring.“Ini semua aku yang masak,&rdq
"Bee, kamu bisa nggak bawakan aku makan siang? Sekalian kita makan bareng di kantor," tutur Haidar ketika sambungan telepon mereka terhubung.Laki-laki yang mengintip di balik pintu ruangan asisten CEO ternyata adalah CEO perusahaan itu sendiri, Tuan Haidar Mannaf.Laki-laki itu hendak menyuruh sang asisten untuk memesankan makan siang, tapi ternyata orang kepercayaannya itu tengah makan bersama calon istrinya yang membuat sang CEO ingin melakukan hal yang sama seperti pasangan yang akan menikah dalam beberapa hari lagi."Tumben," sahut Andin.Biasanya Haidar melarang sang istri untuk melakukan kerjaan lain selain mengurus kedua anaknya, tapi kali ini ia merasa cemburu melihat kemesraan calon pengantin itu."Udah lama kamu nggak manjain aku," jawab Haidar dengan suara yang memelas supaya sang istri mau menuruti kemauannya. "Aku lagi pengin dimanja."Ucapan sang istri membuat alis ibu menyusui itu berkerut. 'Tumben banget dia kayak gitu
Andin melepas pelukan suaminya. Wanita cantik itu memerhatikan penampilan sang suami dari atas sampai bawah. Ia baru sadar kalau laki-laki tampan itu sangat berantakan. "Kamu abis ngapain? Baju kusut, dasi entah di mana, rambut acak-acakan," tanya Andin dengan penuh selidik sembari menarik lengan kemeja suaminya. 'Apa aku jujur aja tentang yang tadi pagi diriku tersiksa karena kekenyangan?' Haidar bertanya-tanya dalam hatinya. Laki-laki itu sedang berpikir menimang apa dia harus jujur atau berbohong. 'Aku jujur aja lah, nggak apa-apa Bidadari mesumku marah juga dari pada dia salah paham,' batin Haidar. "Kenapa kamu diem aja!" Andin kembali bertanya sembari memukul lengan suaminya "Sebenarnya tadi pagi perutku sakit banget karena kekenyangan," jawab Haidar. "Aku lepas dasi supaya aku lebih nyaman," lanjutnya. "Apa sekarang masih sakit?" tanya Andin yang khawatir padahal dalam hati masih ragu, ia curiga kalau suaminya habis kasak-k