"Bee, kamu bisa nggak bawakan aku makan siang? Sekalian kita makan bareng di kantor," tutur Haidar ketika sambungan telepon mereka terhubung.
Laki-laki yang mengintip di balik pintu ruangan asisten CEO ternyata adalah CEO perusahaan itu sendiri, Tuan Haidar Mannaf.
Laki-laki itu hendak menyuruh sang asisten untuk memesankan makan siang, tapi ternyata orang kepercayaannya itu tengah makan bersama calon istrinya yang membuat sang CEO ingin melakukan hal yang sama seperti pasangan yang akan menikah dalam beberapa hari lagi.
"Tumben," sahut Andin.
Biasanya Haidar melarang sang istri untuk melakukan kerjaan lain selain mengurus kedua anaknya, tapi kali ini ia merasa cemburu melihat kemesraan calon pengantin itu.
"Udah lama kamu nggak manjain aku," jawab Haidar dengan suara yang memelas supaya sang istri mau menuruti kemauannya. "Aku lagi pengin dimanja."
Ucapan sang istri membuat alis ibu menyusui itu berkerut. 'Tumben banget dia kayak gitu
Andin melepas pelukan suaminya. Wanita cantik itu memerhatikan penampilan sang suami dari atas sampai bawah. Ia baru sadar kalau laki-laki tampan itu sangat berantakan. "Kamu abis ngapain? Baju kusut, dasi entah di mana, rambut acak-acakan," tanya Andin dengan penuh selidik sembari menarik lengan kemeja suaminya. 'Apa aku jujur aja tentang yang tadi pagi diriku tersiksa karena kekenyangan?' Haidar bertanya-tanya dalam hatinya. Laki-laki itu sedang berpikir menimang apa dia harus jujur atau berbohong. 'Aku jujur aja lah, nggak apa-apa Bidadari mesumku marah juga dari pada dia salah paham,' batin Haidar. "Kenapa kamu diem aja!" Andin kembali bertanya sembari memukul lengan suaminya "Sebenarnya tadi pagi perutku sakit banget karena kekenyangan," jawab Haidar. "Aku lepas dasi supaya aku lebih nyaman," lanjutnya. "Apa sekarang masih sakit?" tanya Andin yang khawatir padahal dalam hati masih ragu, ia curiga kalau suaminya habis kasak-k
"Maafkan saya, Tuan." Baron segera menutup kembali pintu ruangan sang CEO. Laki-laki itu mengayunkan langkah menuju meja kerja calon istrinya."Kapan Nyonya muda datang?" tanya Baron kepada Tari.Tari menggelengkan kepalanya dengan pelan, wanita cantik itu benar-benar tidak mengetahui istri sang tuan datang ke kantor. "Aku nggak tahu Nyonya datang," balas Tari."Apa mungkin Nyonya datang waktu kita makan?" tebak Baron."Mungkin aja," sahut Tari. "Bang ... besok aku izin nggak masuk kantor. Nyonya besar ngajakin aku ke salon."Dari tadi Tari ingin mengatakan itu, tapi selalu tidak jadi, ia takut calon suaminya melarang ia pergi."Iya, lakukan lah yang kamu suka," jawab Baron sembari menyunggingkan sudut bibirnya. "Kamu tidak usah memikirkan kerjaan ini lagi, saya sudah ada orang yang tepat untuk menggantikan kamu untuk sementara."Terima kasih, Bang," balas Tari sembari menyunggingkan sudut bibirnya menampilkan senyuman indah yang meng
Pintu ruangan sang CEO masih tertutup rapat. Baron melarang calon istrinya atau pegawai lain untuk masuk atau bahkan mengetuk pintu ruangan itu. Laki-laki yang terlihat dingin, tapi baik itu sudah memberi perintah kepada calon istrinya untuk melarang siapa pun mendekat ke ruangan itu.“Apa Tuan atau Nyonya sudah ada yang keluar ruangan?” tanya Baron pada sekretaris sang CEO.“Belum, Tuan,” jawab Tari yang membuat Baron celingukan, netranya menyapu semua sudut lantai itu.‘Kenapa dia?’ tanya Tari pada dirinya sendiri di dalam hati saat melihat suaminya seperti sedang mencari sesuatu.“Kenapa kamu manggil saya Tuan?” tanya Baron kepada calon istrinya saat tidak menemukan satu orang pun di sekitar mereka.“Ini ‘kan jam kerja, Tuan,” jawab Tari yang sudah mengerti arah pembicaraan calon suaminya itu. “Aku khawatir ada seseorang yang mendengar pembicaraan kita,” lanjut Tari de
“Sosor, Bang!” seru Andin sembari terkekeh.Istri dari CEO Mannaf grup beserta suaminya keluar dari ruang kerja sang CEO, mereka melihat pasangan calon pengantin, Baron dan Tari sedang berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.Baron dan Tari langsung berdiri menghadap sang atasan. Sebenarnya jam kerja mereka sudah selsesai, tapi kedua pasangan calon pengantin itu tetap setia pada bosnya. Mereka menunggu sampai Tuan dan nyonya mudanya keluar dari ruangan itu.Jam menunjukkan pukul tujuh malam ketika Haidar dan Andin keluar dari ruang kerja sang CEO dengan rambut yang masih basah. Pasangan itu terlihat sangat segar dan berseri-seri.“Kamu udah nggak tahan ya?” ledek Haidar pada asistennya. “Tunggu tiga hari lagi, jangan main sosor aja,” lanjutnya sembari terkekeh. Kedua pasangan itu meledek calon pengantin yang sedang berdiri menghadapnya.“Kenapa rambut Tuan dan Nyonya basah?” tanya Baron sembari mena
Langkah pasangan calon pengantin yang sedang bergandengan tangan itu terhenti. “Tidak, Tuan,” jawab Baron.“Mungkin penghuni lain yang ada di kantor ini,” tukas Andin. “Aku dari tadi nggak denger apa-apa,” lanjut Andin sembari terus melangkah meninggalkan suaminya.“Kamu jangan bicara sembarangan, Bee.” Haidar segera menyusul sang istri dan menggenggam tangannya dengan erat, lalu mempercepat langkahnya.“Kamu kenapa, Boo? Kamu takut?” Andin menoleh pada suaminya sembari terkekeh.“Nggak,” jawab Haidar dengan cepat. “Aku cuma takut bidadari mesumku ada yang nyolek,” lanjutnya sembari terkekeh.Mendengar ucapan dari istri sang tuan, Tari yang penakut semakin mengeratkan genggaman tangannya. Namun, Baron segera melepasnya. Kemudian laki-laki tampan itu melingkarkan tangan pada bahu calon istrinya.Rasa takut membuat ia tidak malu memeluk tubuh calon suaminya. Ba
"Bee." Haidar membelai rambut istrinya dengan lembut. "Besok aja ya jalan-jalan ke Mall-nya, kita ajak Bara sama Gara. Mereka belum pernah kita ajak jalan-jalan." Haidar membujuk istrinya supaya wanita cantik itu tidak merajuk lagi.Bukannya ia tidak mau mengajak istri cantiknya jalan-jalan, tapi laki-laki yang sudah mempunyai dua anak itu ingin mengajak kedua anaknya jalan-jalan bersama. Namun, Andin berpikir kalau sang suami malu mempunyai istri sepertinya."Nggak mau!" jawab Andin dengan ketus. "Kamu nggak mau aku ajak ke Mall karena malu 'kan bawa istrimu yang kayak gajah bengkak ini," tukas Andin pada suaminya tanpa menoleh pada sang suami yang sedang mengelus rambutnya."Aku nggak malu, malah aku bangga punya istri cantik kayak kamu, Bee. Kamu nggak kayak gajah bengkak, tapi kamu seksi. Wanita paling seksi yang selalu ada di hatiku dan selamanya akan ada di sini" Haidar menunjuk dadanya dengan jari telunjuk yang tak mungkin juga sang istri melihatnya karen
"Aww ...." Haidar mengaduh sembari mengusap-usap keningnya yang terbentur tiang pintu."Tuan tidak apa-apa?" tanya Bi Susi kepada majikannya. "Maaf, saya terlambat memberitahukan kalau Tuan melangkah di jalan yang salah.""Tidak apa, Bi. Sekarang tolong ambilkan kompres, sepertinya kening saya benjol," titah Haidar pada pelayannya sembari memutar kenop pintu dan mendorongnya perlahan.Laki-laki itu berjalan sempoyongan sembari memegangi keningnya yang sudah terasa membengkak. Ia hampir saja terjatuh karena merasa pusing dan pendangannya sedikit kabur.Akhirnya ia sampai di pinggiran tempat tidur dan segera menjatuhkan dirinya di kasur empuk itu. "Kepalaku terasa berputar." Haidar memejamkan mata untuk mengurangi rasa pusingnya.Wanita cantik yang sedang marah pada suaminya itu tidak tahu kalau sang suami sedang kesakitan. Ia pergi ke dapur untuk mencari salah satu pelayannya."Bi, itu kompres untuk siapa?" tanya Andin pada Bi Sus
Haidar membuka matanya karena keningnya terasa sakit saat kain berisi es batu itu mengenai benjolannya.Haidar menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya. Ia masih merasa sedikit pusing saat membuka mata. "Bee.""Apa?" jawab Andin dengan ketus sembari menempelkan kembali es batu gang dibungkus kain tipis itu di kening suaminya yang benjol."Pelan-pelan, Bee! Ini sakit sekali," balas Haidar sembari memegang tangan sang istri supaya wanita cantik itu tidak menekannya terlalu kuat."Iya, jawab Andin sembari terus mengompres.Haidar kembali memejamkan matanya. Walau sakit, ia akan menahannya supaya sang istri terus merawatnya.'Benjol membawa berkah,' ucap Haidar dalam hatinya sembari menahan senyum.Walau terasa sangat sakit, ia merasa bersyukur karena istrinya masih peduli padanya walau masih marah."Boo, kamu ganti pakaian dulu sana!" Andin menyuruh suaminya untuk mengganti pakaian kerjanya yang masih melekat di tub