"Aku..." Feng Huang mencoba mengatur nafasnya yang terasa sesak, juga jantungnya yang berdetak keras seakan ingin melompat keluar dari tubuhnya. Tanpa menyadari bahwa ia masih meremas hanfu yang Jinlong kenakan dengan kedua tangan mungilnya. Di sisi lain, Jinlong justru memperhatikan reaksi Istrinya itu. "Mungkin belum saatnya," bisiknya dalam hati sambil mengamati wajah Feng Huang dengan netranya. "Dia baru saja terbangun hari ini, jadi bagaimana mungkin aku..." Sesaat Jinlong menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan demi meredakan gejolak gairah yang ia rasakan. Lagipula ia bukan Raja Naga yang dulu yang selalu bisa mendapatkan semua yang ia inginkan dari Feng Huang. Kini ia mencintai Istrinya ini. Sangat cinta, hingga ia tidak mungkin mampu membuat Feng Huang menjadi bersedih karena ulahnya. "Istirahatlah! Besok aku akan mengantarmu ke daratan Benua Zhejiang," ucapnya seraya mengangkat tangannya, memindahkan tangan tersebut dari tengkuk Feng Huang ke pucu
"Pria ini... Apakah dia ingin membuatku kesal setengah mati?!" Feng Huang memicingkan matanya. "Ada apa, Feng sayang? Apakah kamu tidak terlalu suka dengan penampilanku yang sekarang? Haruskah aku tetap menggunakan penampilanku yang biasa?" goda Jinlong. "Itu sama saja!" protes Feng Huang sebal, "Bukankah tadi aku telah memintamu untuk mengubah penampilanmu? Tetapi apa ini? Kamu hanya mengubah warna rambut dan... Dan mengubah hanfu," cetusnya. Ia mendengus, bibirnya bergetar menahan geram, bahkan seluruh tubuhnya sangat ingin menghajar Jinlong sekarang. "Hmmm... Haruskah aku mengubah wajahku?""Tidak perlu!" tidak ingin terus berdebat dengan Jinlong yang hampir membuat amarahnya naik hingga ke otak, Feng Huang pun memilih untuk pergi meninggalkan suaminya itu. Melihat sang Istri pergi, Jinlong langsung membalikkan tubuhnya kemudian mengikuti Feng Huang keluar dari kamar. ***Beberapa dupa kemudian, di daratan Benua Zhejiang... Kini Feng Huang telah tiba bersama Jinlong yang mengan
Di aula Sekte Burung Api, saat ini Shu Haocun yang tengah duduk berdampingan dengan Feng Huang tidak sekalipun melepaskan pandangannya dari Jinlong yang sedang duduk di seberangnya. Sudah hampir satu dupa ia melakukan hal itu, sejak ia mengajak pria ini dan Cucunya ke aula Sekte setelah pria ini menjatuhkan semua muridnya di halaman Sekte.Perkelahian itu bermula dari Ming Hao dan Guan Lin yang tidak terima karena Jinlong telah sangat lancang menepis tangan Shu Haocun dan berani melotot pada Guru Besar mereka itu yang sangat ditakuti di Benua Zhejiang. Dari sanalah akhirnya seluruh murid Sekte Burung Api ikut turun tangan untuk membantu kedua Kakak seperguruan mereka dalam menghadapi Jinlong. Namun naasnya, semua murid Shu Haocun itu justru menjadi bulan-bulanan Jinlong. Sementara Shu Haocun yang melihat hal itu hanya bisa berteriak agar Jinlong berhenti memukuli para muridnya yang telah babak belur. Meski di Benua Zhejiang ini Shu Haocun termasuk salah satu pemegang kekuasaan terti
Sore ini cahaya matahari yang garang sedang tertutup oleh lapisan awan lembut yang berarak beriringan. Hembusan angin sepoi-sepoi meniup ranting dan dedaunan. Dan tak jauh dari goa yang terdapat di belakang Sekte Kaki Besi, Fu Yuxuan tampak melangkah terburu-buru ke arah goa. "Jiazhen!!" teriakan kerasnya menggelegar tepat ketika Fu Yuxuan mencapai ambang pintu goa. Teriakan itu membuat Fu Jiazhen yang sedang bermeditasi di atas batu yang terdapat di dalam goa sontak membuka matanya dan melemparkan pandangannya ke arah pintu goa. "Ada apa, Ayah?" tanpa mempedulikan kemarahan Ayahnya, Fu Jiazhen perlahan menurunkan kakinya yang sejak tadi selalu ia lipat di atas batu dalam posisi bersila. Mengibas pangkuannya, kemudian berdiri tegak untuk menyambut Ayahnya. "Salam, Ayah." Fu Jiazhen membungkukkan tubuhnya dengan kedua tangan mengatup di depan tubuhnya di saat ia melihat Ayahnya melangkah ke arahnya dengan wajah menghitam. Sementara Fu Yuxuan yang telah tiba di hadapan putranya, se
Ribuan tahun silam di Alam Langit. Di dalam kamar Feng Huang usai Feng Huang menjalankan kewajibannya sebagai istri. "Haruskah kamu pergi? Tidak bisakah kamu tinggal satu malam saja untuk menemaniku?" pinta Feng Huang yang saat ini sedang duduk di atas dipan sambil menutupi tubuhnya yang polos dengan selimut sutra. Tatapannya lurus menatap Jinlong yang sedang mengenakan kembali hanfu miliknya. "Aku tidak bisa!" tukas Jinlong, ia merapikan hanfu miliknya yang sedikit berkedut, lalu merentangkan kedua tangannya ke samping. Itu adalah isyarat yang ia berikan agar Feng Huang segera beranjak dari atas dipan kemudian membantunya memasangkan tali pinggang untuknya. Sebenarnya Feng Huang tahu kalau mengenakan hanfu bukanlah hal yang sulit bagi Jinlong. Suaminya itu cukup menjentikkan jarinya saja, dan dalam sekejap hanfu miliknya akan langsung terpasang di tubuhnya. Namun Feng Huang sadar, jika Jinlong sengaja mengenakan hanfunya layaknya seorang manusia biasa hanya untuk mempersulit diri
"Kamu pikir aku akan duduk manis saja melihatmu melakukan hal itu?!"Jinlong terkekeh, ia bahkan dengan santai melangkahkan kakinya untuk memasuki kamar. Melewati Feng Huang yang sama sekali tidak melepaskan pandangan darinya. "Feng sayang, maksudku... Nona Yu. Bukankah kamu hanya manusia biasa?" celetuknya seiring ia menghentikan langkahnya tepat di samping salah satu kursi yang mengelilingi sebuah meja bulat yang ada di dalam kamar yang ia masuki. Ia melirik kursi tersebut, menggerakkan jari telunjuknya untuk membuat kursi itu sedikit bergeser agar bisa ia duduki. Setelah menempatkan bokongnya dengan nyaman di atas kursi, ia pun menatap Feng Huang dengan wajah datar. "Apakah menurutmu manusia sepertimu bisa menghadapiku?!" tantangnya. Jika sebelumnya ia hanya sedang bermain-main dengan Feng Huang, tetapi tidak saat ini. Kini ia sangat ingin memberi pelajaran pada istri mungilnya itu. Di sisi lain, ekspresi suaminya yang tidak lagi terlihat genit bahkan seolah ingin menghukum dir
Satu dupa berselang... Jinlong sontak membeku di atas tubuh Feng Huang dengan sebelah alisnya terangkat naik, mencuat tinggi membentuk bayangan bukit. Sementara netranya yang sebiru air laut nanar menatap wajah Feng Huang yang telah tak sadarkan diri. "Hmmm... Feng sayang, berani sekali kamu menolak untuk melayaniku," ucapnya gemas. Beberapa saat yang lalu ia baru saja ingin menurunkan celana sutra yang membalut kedua betis ramping Feng Huang sambil mengecup leher jenjang istrinya itu. Namun yang terjadi, tiba-tiba Feng Huang tak sadarkan diri begitu saja. Ketika Jinlong mencoba untuk memeriksanya, ada hawa hangat pada ujung jari telunjuk dan ujung jari tengah tangan kanan Feng Huang. Yang artinya istrinya ini baru saja menggunakan kultivasinya untuk menotok salah satu syaraf di tubuhnya. Energi kultivasi yang hanya dimiliki oleh Suku Pheonik Api. Yang mengesalkan bagi Jinlong adalah... Feng Huang bersedia melakukan apa saja demi tidak melayaninya, meski harus membuka kebohongannya
Keesokan harinya, di Sekte Burung Api. Pagi-pagi sekali Ming Hao dan Guan Lin tergesa-gesa pergi menemui Shu Haocun di kamar Guru Besarnya itu. Dan sekarang, di depan pintu kamar Shu Haocun setelah Shu Haocun membukakan pintu untuk kedua muridnya yang mengetuk terburu-buru. "Apa?! Nyonya Besar Yu, dia..." Shu Haocun membeku ketika ia menerima kabar tentang kepergian tiba-tiba Nyonya Besar Yu yang merupakan Nenek Yu Jie dari sebelah Ayahnya. "Benar Guru, murid dan Adik Ming sejak kemarin berada di kediaman Yu sesuai perintah Guru. Tapi pagi ini... Pagi ini ketika murid dan Adik Ming pergi sebentar saja untuk makan. Di saat murid kembali, Nyonya Besar Yu, dia... Dia sudah pergi Guru." Terang Guan Lin terbata. "Kalian sudah melihat kondisi mayat Nyonya Besar Yu? Apakah ada keanehan?" tanya Shu Haocun setelah ia mampu menguasai rasa terkejutnya. Guan Lin dan Ming Hao saling bertukar pandang, kemudian berpikir selama beberapa saat. Hingga... "Bukankah tadi Nyonya Muda Yu mengatakan k