"Kamu pikir aku akan duduk manis saja melihatmu melakukan hal itu?!"Jinlong terkekeh, ia bahkan dengan santai melangkahkan kakinya untuk memasuki kamar. Melewati Feng Huang yang sama sekali tidak melepaskan pandangan darinya. "Feng sayang, maksudku... Nona Yu. Bukankah kamu hanya manusia biasa?" celetuknya seiring ia menghentikan langkahnya tepat di samping salah satu kursi yang mengelilingi sebuah meja bulat yang ada di dalam kamar yang ia masuki. Ia melirik kursi tersebut, menggerakkan jari telunjuknya untuk membuat kursi itu sedikit bergeser agar bisa ia duduki. Setelah menempatkan bokongnya dengan nyaman di atas kursi, ia pun menatap Feng Huang dengan wajah datar. "Apakah menurutmu manusia sepertimu bisa menghadapiku?!" tantangnya. Jika sebelumnya ia hanya sedang bermain-main dengan Feng Huang, tetapi tidak saat ini. Kini ia sangat ingin memberi pelajaran pada istri mungilnya itu. Di sisi lain, ekspresi suaminya yang tidak lagi terlihat genit bahkan seolah ingin menghukum dir
Satu dupa berselang... Jinlong sontak membeku di atas tubuh Feng Huang dengan sebelah alisnya terangkat naik, mencuat tinggi membentuk bayangan bukit. Sementara netranya yang sebiru air laut nanar menatap wajah Feng Huang yang telah tak sadarkan diri. "Hmmm... Feng sayang, berani sekali kamu menolak untuk melayaniku," ucapnya gemas. Beberapa saat yang lalu ia baru saja ingin menurunkan celana sutra yang membalut kedua betis ramping Feng Huang sambil mengecup leher jenjang istrinya itu. Namun yang terjadi, tiba-tiba Feng Huang tak sadarkan diri begitu saja. Ketika Jinlong mencoba untuk memeriksanya, ada hawa hangat pada ujung jari telunjuk dan ujung jari tengah tangan kanan Feng Huang. Yang artinya istrinya ini baru saja menggunakan kultivasinya untuk menotok salah satu syaraf di tubuhnya. Energi kultivasi yang hanya dimiliki oleh Suku Pheonik Api. Yang mengesalkan bagi Jinlong adalah... Feng Huang bersedia melakukan apa saja demi tidak melayaninya, meski harus membuka kebohongannya
Keesokan harinya, di Sekte Burung Api. Pagi-pagi sekali Ming Hao dan Guan Lin tergesa-gesa pergi menemui Shu Haocun di kamar Guru Besarnya itu. Dan sekarang, di depan pintu kamar Shu Haocun setelah Shu Haocun membukakan pintu untuk kedua muridnya yang mengetuk terburu-buru. "Apa?! Nyonya Besar Yu, dia..." Shu Haocun membeku ketika ia menerima kabar tentang kepergian tiba-tiba Nyonya Besar Yu yang merupakan Nenek Yu Jie dari sebelah Ayahnya. "Benar Guru, murid dan Adik Ming sejak kemarin berada di kediaman Yu sesuai perintah Guru. Tapi pagi ini... Pagi ini ketika murid dan Adik Ming pergi sebentar saja untuk makan. Di saat murid kembali, Nyonya Besar Yu, dia... Dia sudah pergi Guru." Terang Guan Lin terbata. "Kalian sudah melihat kondisi mayat Nyonya Besar Yu? Apakah ada keanehan?" tanya Shu Haocun setelah ia mampu menguasai rasa terkejutnya. Guan Lin dan Ming Hao saling bertukar pandang, kemudian berpikir selama beberapa saat. Hingga... "Bukankah tadi Nyonya Muda Yu mengatakan k
Saat ini di dalam kereta yang sedang berlari kencang menuju ke kediaman Yu. Empat orang yang berada di dalam kereta ini tidak ada satu pun yang berbicara, terutama Jinlong. Setelah aksinya pagi ini terhadap Feng Huang terganggu oleh suara ketukan di pintu yang sengaja dilakukan oleh Shu Haocun. Bahkan di saat Shu Haocun memberi kabar pada Feng Huang tentang kematian Nyonya Besar Yu, ia harus menerima pelototan kesal dari Istri kecilnya itu. Karena pagi ini ia telah mengurung Feng Huang di dalam kamar hanya demi mengerjai sang Istri yang masih tidak bersedia berbicara jujur padanya. Dan demi melampiaskan kekesalannya, Jinlong membalas Shu Haocun dengan memelototi Kakek Yu Jie itu hingga sekarang. Yang lebih mengesalkan, Shu Haocun bertingkah seakan tidak terjadi apa-apa. Pria paruh baya itu bahkan sama sekali tidak mau menatapnya dan terus memandang keluar jendela kereta. Tidak hanya Feng Huang dan Jinlong yang enggan berbicara. Chun yang terguncang ketika menerima berita kematian
Kediaman Yu telah dipenuhi oleh para penduduk Benua Zhejiang yang datang melayat ketika kereta milik Shu Haocun tiba. Setelah keributan kecil yang ia lakukan bersama Jinlong di kereta, akhirnya Feng Huang bersedia turun bersama suaminya itu. Karena Shu Haocun dan Chun seolah sengaja meninggalkannya. Dan sembari menekuk wajahnya, ia pun menerima uluran tangan Jinlong yang ingin membantunya turun dari kereta. Pasca melakukan perdebatan panjang dengan suaminya itu tentang tanda pernikahan yang harus diukir di keningnya sebagai simbol bahwa ia telah menikah dengan Dewa Naga. Semuanya berawal dari usul Shu Haocun satu dupa yang lalu. Di dalam kereta, Shu Haocun memberitahukan agar penduduk Benua Zhejiang tidak merasa bingung tatkala melihat kehadirannya yang dianggap telah dipersembahkan kepada Dewa Naga Penguasa Laut Xishi, Jinlong diminta untuk melukiskan gambar bunga teratai di keningnya sebagai tanda kalau ia sudah menikah. Feng Huang mengikuti saran tersebut. Namun, Jinlong yang k
"Siapa wanita itu? Mengapa dia terus menatap Istriku dengan pandangan yang merendahkan?" tanya Jinlong pada Chun. "Maksud Tuan, wanita itu?" tunjuk Chun pada Li Qui. "Benar." "Oh, dia adalah Nona Li Qui, Tuan. Saudari tiri Nona. Chun dengar dari Nyonya Besar, sebelum hamba bekerja di kediaman Yu dia telah sering mengganggu Nona bersama Adiknya. Tidak hanya dia..." Kali ini Chun mengalihkan pandangannya ke arah Li Mei yang tampak sedang berbicara dengan suaminya. "Nyonya Muda juga sering mengganggu Nona. Beberapa bulan yang lalu sebelum Nona dikirim ke Istana Taiyang, Nyonya Muda...""Tidak perlu diteruskan, Chun." Jinlong segera berpaling pada Feng Huang ketika ia mendengar ucapan istrinya itu. "Ada apa? Bukankah mereka adalah orang-orang yang telah menyakitimu?!" tanyanya sambil menatap Feng Huang dengan wajah bingung. "Memang benar." Feng Huang tersenyum sinis, ia menengadah dan membalas tatapan Jinlong, "Karena itu aku akan membalas mereka semua, tapi aku bisa melakukannya sen
Tak jauh dari Feng Huang dan Jinlong, di tempat Li Qui tengah berbicara dengan Ibunya. Li Qui sama sekali tidak memperhatikan semua ucapan Ibunya. Namun ia membuka mulutnya ketika ia tidak lagi mendengar suara Ibunya. "Apakah Ibu yang telah mengirimkan kabar pada Tetua Shu tentang kematian Nenek?" tanyanya pada Ibunya tanpa mengalihkan pandangannya dari Feng Huang, terutama pria yang berada di samping Feng Huang saat ini. Karena pria itu telah menarik perhatiannya. Dan ia tentu saja tidak akan semudah itu percaya pada bualan Saudari tirinya yang mengatakan bahwa pria itu adalah siluman. "Sebaiknya kita bicarakan masalah ini di kamar Ibu!" ajak Li Mei, di saat yang sama ia memberi isyarat pada Li Qi yang sedang melangkah ke arahnya agar putranya itu menemani Ayahnya untuk menyambut para pelayat. Sepeninggal putranya dan suaminya, Li Mei langsung menarik tangan Li Qui dan membawa putrinya itu menuju kamarnya. Bahkan ia juga memerintahkan pada Yin untuk berjaga di depan kamar selama ia
waktu hampir menginjak siang hari, pelayat terakhir baru saja meninggalkan kediaman Yu. Kini yang tersisa hanyalah anggota keluarga Yu, Shu Haocun, Feng Huang, Jinlong, dan Chun saja yang akan melakukan ritual terakhir kepada peti Nyonya Besar Yu yang akan segera ditutup. Tanda tanya besar terlukis di wajah Feng Huang, Jinlong, maupun Chun dan Shu Haocun ketika Yu Zhuting dan Li Mei tampak terburu-buru ingin menutup peti Nyonya Besar Yu dan mengurus penguburannya. Dan kebingungan itu disampaikan oleh Shu Haocun melalui perkataannya sesaat setelah ritual anggota keluarga dilakukan. "Matahari belum berada di atas kepala, mayat Nyonya Besar Yu bahkan masih wangi. Lalu mengapa kalian ingin menguburkannya secepat ini?!" protesnya sambil menatap Yu Zhuting dan juga Li Mei yang sedang meminta para pelayan kediaman untuk menutup peti mati Nyonya Besar Yu. Mendengar ucapan Shu Haocun itu, Yu Zhuting diam-diam bertukar pandang dengan Li Mei. Ketika ia melihat anggukan Li Mei... Ia pun menata
Setelah Raja Iblis dikirim kembali ke Sungai Akhirat-- Feng Huang pun menjentikkan jarinya untuk mengembalikan Kaisar Gao yang sedang terluka ke kapal yang ditumpangi oleh Shu Haocun dan keempat Tetua Sekte. Ia dan Jinlong tidak menghampiri para Kultivator di kapal itu, melainkan hanya melambaikan tangan saja dari atap Istana Jinlong. Di saat yang sama, Hong Hu juga berpamitan pada Feng Huang dan Jinlong untuk kembali ke rakyatnya yang masih berada di hutan perbatasan. Sepeninggal Hong Hu, Feng Huang dan Jinlong memutuskan untuk kembali ke Alam Langit demi menemui para Dewa dan Dewi yang selama lebih dari 500 tahun telah dibiarkan hidup tanpa Pemimpin mereka. ***Keesokan harinya, keadaan di Benua Zhejiang kembali seperti sedia kala. Di Istana Taiyang, dua Tabib Istana sibuk bolak-balik ke ruangan kerja Kaisar Gao untuk mengobati Kaisar mereka itu. "Bagaimana keadaan Yang Mulia?" tanya Gong Fai pada seorang Tabib yang baru keluar dari kamar pribadi Kaisar Gao.Tabib itu mengernyit
Tanpa Feng Huang duga, Jinlong yang sejak tadi telah mencoba untuk tidak tertawa keras-- Kini justru terbahak di sampingnya. Melihat tingkah Suaminya itu, ia pun menghela nafas gusar. "Huftt!" ia mengerucutkan bibirnya lalu melemparkan pandangannya pada Raja Iblis yang saat ini telah berdiri tegak di atas rerumputan sambil menatap ke arahnya.Sejak Feng Huang menampakkan wujudnya, semua yang berada di balik kabut tebal sudah mengetahui di mana ia berada, termasuk Raja Iblis."Sekarang kamu sudah muncul? Bagus, jadi terimalah pembalasanku!!" teriak Raja Iblis yang langsung menyerang Feng Huang dengan senjata andalannya, yaitu pemusnah raga Dewa.Feng Huang menghindari serangan tersebut hanya dengan memiringkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada Jinlong, membuat serangan Raja Iblis itu tidak berhasil menyentuhnya dan justru melewatinya begitu saja."Apakah dia pikir ini adalah pertempuran 515 tahun yang lalu?" dengusnya.Jinlong hanya tersenyum smirk mendengar ocehan Istrinya i
"Bukankah itu maksud kedatanganku ke sini?" "Jika kamu bertemu dengannya, apakah kamu akan melakukan pertarungan dengan jujur kali ini?!" tukas Jinlong sambil menatap Raja Iblis dengan sebelah alis terangkat naik. "Selain itu, aku juga masih ingat bahwa di pertempuran kita yang terakhir kali di Alam Langit-- Saat itu kamu telah melukai Permaisuriku secara diam-diam." Lanjutnya lagi, di saat yang sama salah satu sudut bibirnya terangkat naik membentuk senyum sinis. Senyum Raja Naga itu yang seolah merendahkan kemampuannya, tentu saja membuat Raja Iblis menjadi geram. Ia bahkan berjanji di dalam hatinya akan membuat Raja Naga menyesali apa yang telah dilakukannya dengan cara membunuh Feng Huang di hadapan Raja Naga."Mengapa tidak perintahkan saja Istrimu untuk menampakkan wujudnya?!" cetus Raja Iblis lantang dengan kedua tangan yang terkepal dan rahang yang mengeras.Sesaat kemudian, suara pekikan pheonik memenuhi semua area di balik kabut tebal. Bersamaan dengan itu, seekor pheonik
Di dalam Istana Jinlong, saat ini Jenderal Shui sedang menahan lengan Jenderal Xiao yang sedang terbakar amarah agar tidak mengejar Raja Iblis. Dan sekeras apapun Jenderal Xiao memberontak, ia hanya terus menatap Sahabatnya itu. "Lepaskan, Jenderal Shui!!" teriak Jenderal Xiao garang sambil menyentakkan lengannya yang sedang dipegang oleh Jenderal Shui. Namun Jenderal Shui semakin mengeratkan genggamannya pada lengan Jenderal Xiao hingga ia mendapatkan pelototan dari Jenderal Xiao. Beberapa saat yang lalu, sebelum mengejar Jenderal Xiao ke dalam Istana-- Jenderal Shui dan Hong Hu bekerja sama terlebih dahulu untuk menjatuhkan ketiga bawahan Raja Iblis. Sebab saat itu, Raja Naga sedang menghukum Jenderal Tiong dengan mengurung sebagian tubuh sebelah bawah Jenderalnya itu di dalam bongkahan batu es. Bahkan kedua kepalan tangan Jenderal Tiong ikut dibuat membeku.Setelah membuat ketiga bawahan Raja Iblis tak lagi berkutik, ia lalu menitipkan mereka pada Hong Hu untuk mengejar Jenderal
"Rajaku, hanya 3 Iblis yang masih bertahan sejauh ini. Dan dengan sisa kekuatan ini hamba pikir kita tidak akan bisa menghadapi Raja Naga juga kedua Jenderalnya. Jadi... Bagaimana jika kita..."Raja Iblis tidak menanggapi ucapan dari salah seorang bawahannya itu, ia justru melirik ke arah Istana Jinlong. Kebetulan kini ia telah berada sangat dekat dengan Istana tersebut, jika ia bisa secepat mungkin berkelebat ke dalam Istana untuk menemukan Feng Huang lalu membunuhnya-- Maka pengorbanan beberapa bawahannya kali ini tidak akan sia-sia.Hanya masalahnya, di bagian mana Istana wanita itu berada sekarang?Ketika pertanyaan ini berkelebat di dalam benaknya, Raja Iblis pun mendengus gusar.'Apakah aku benar-benar tidak bisa menemukan wanita itu?' ia lalu mengalihkan pandangannya ke arah pembatas api dan air. Ada beberapa retakan tampak di bagian atas pembatas, melihat hal itu ia tersenyum licik.Namun, tanpa Raja Iblis duga-- Dari Langit tiba-tiba dua buah cincin emas melesat cepat ke arahn
Pertarungan di pulau terjadi dengan sengit, serangan demi serangan bahkan beberapa kali mengenai dinding pembatas api dan air. Saat itu terjadi, semua Kultivator yang berada di luar pembatas menahan nafas menyaksikan pertempuran antar Raja Naga dan Raja Iblis. Dan, di tengah-tengah kecemasannya akan nasib Benua Zhejiang, Kaisar Gao pun berpikir. Ia tidak bisa hanya diam saja mempertahankan pembatas sedangkan nasib semua penduduk di Benua Zhejiang dan sekitarnya sedang berada di ujung tanduk. "Te-Tetua Shu!" panggilnya pada Shu Haocun. Shu Haocun sontak berpaling setelah ia mendengar panggilan itu, netra tuanya nanar menatap Kaisar Gao. Mencoba mencari tahu apa yang ingin Kaisar Gao bicarakan padanya. "Ada apa, Yang Mulia?" tanyanya dengan kening berkernyit. "Bisakah Tetua Shu menjelaskan padaku, di mana aku bisa menemukan Permaisuri Raja Naga?" tanya Kaisar Gao. Shu Haocun berpikir sejenak, kemudian ia berpaling ke arah Biksu Changyi. Setelah saling bertukar isyarat... Shu Haocun
Netra Raja Iblis yang tajam berkeliaran, meneliti satu persatu ruangan Istana Raja Naga. Apa yang dilakukan oleh Raja Iblis itu tidak luput dari pandangan Jinlong, ia bahkan tersenyum tipis kala menyadari apa yang sedang dicari oleh Raja Iblis. Hingga suara erangan tertahan menyentakkannya dari mengamati Raja Iblis. Caping telinganya bergerak pelan mencoba mencari asal suara, sementara netranya berputar mengamati sekitar pulau. Hingga netranya jatuh pada sesosok tubuh yang berada di atas pundak Raja Iblis. Tubuh itu bergerak, dari sanalah erangan yang baru ia dengar berasal. Bukan hanya Jinlong yang tersentak mendengar erangan tadi, Raja Iblis yang tengah fokus mencari Feng Huang juga sama terkejutnya di saat ia menyadari kalau Hong Hu mulai tersadar di pundaknya. Tidak ingin Hong Hu kembali berontak padanya, Raja Iblis pun mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala Hong Hu. Namun, tanpa ia duga, tiba-tiba... Wussh!! Hembusan sedingin badai salju memukul pergelangan tangannya. M
"Jenderal Shui, pembatas air!" titah Jinlong. Dengan cambuk air di tangannya, Jenderal Shui berkelebat melewati Raja Iblis dan ke tujuh bawahannya. Ia mengambang 30 kaki dari permukaan Laut Xishi lalu memecutkan cambuknya ke atas permukaan air laut. Permukaan air bergemuruh, air bergolak mengelilingi pulau di balik kabut. Naik ke atas membentuk pembatas air setinggi 100 kaki. "Sekarang, Jenderal Xiao!" teriak JinlongDua tombak Jenderal Xiao beradu, percikan api besar pun meluncur ke angkasa dan membentuk sebuah kubah api raksasa. Dua perpaduan elemen yang saling bertolak belakang dalam membentuk pembatas ini, membuat kagum para Kultivator yang baru saja menembus kabut tebal dengan belasan perahu. "Hentikan perahu!!" teriakan Shu Haocun menggema. Para juru kemudi segera menarik energi kultivasi mereka yang mereka pergunakan untuk menggerakkan perahu agar perahu segera berhenti. Di saat perahu-perahu itu telah berhenti sempurna tak jauh dari pembatas, Shu Haocun segera mendekati
Di pulau di balik kabut, di Istana Jinlong. Prajurit-prajurit Alam Langit yang ditugaskan untuk menjaga Istana, kini sedang mengumpulkan para pelayan yang dulunya merupakan korban persembahan untuk Dewa Naga di dalam sebuah ruangan. Setelah semua pelayan berkumpul di ruangan tersebut, sekeliling ruangan itu langsung disegel dan diberi penghalang oleh Jenderal Xiao. Agar jika Raja Iblis benar-benar menyerang Istana ini nantinya, maka para pelayan itu akan tetap aman. Usai dengan tugasnya, Jenderal Xiao pun pergi menemui Kaisarnya yang menunggu kedatangan Raja Iblis di depan Istananya bersama dengan Jenderal Shui. "Bagaimana dengan tugasmu, Jenderal Xiao?" lontar Jinlong ketika ia menyadari kehadiran bawahannya itu. Jenderal Xiao mengangguk, "Semua sesuai dengan perintah Yang Mulia," sahutnya, sembari mengambil tempat di sisi kanan Jinlong. Seperti halnya Jenderal Shui dan Jinlong, ia ikut melemparkan pandangannya ke arah perairan, di mana saat ini dari kejauhan... Kedatangan Raja Ibl