Karena takut terjatuh, kedua tangan Amara pun secara alami dalam gerak cepat langsung merengkuh leher Arka. Tanpa sengaja dalam keadaan itu bibir mungil Amara menempel pada pipi Arka saat wajah mereka bersentuhan dengan kejadian itu..Tubuh Arka seketika bergetar, sepanjang umurnya baru kali ini wajah tampannya tersentuh oleh bibir seorang wanita dan sialnya wanita ini adalah Nona Amara, seseorang yang diibaratkan bagaikan seorang putri yang harus dijaga dan dihormati oleh dirinya.Amara yang sudah berdiri tegak, dengan salah tingkah langsung melepaskan rengkuhan tangannya dan bergeser dua langkah untuk menjauh dari Arka.“Ma.. Maaf, itu tadi aku tidak sengaja.” Dia sadar jika tadi tanpa sengaja dia yang mencium Arka.Jujur saja saat ini Amara merasa benar-benar sangat malu bahkan juga merasa bersalah. Apalagi adegan mereka yang terjadi tepat di depan pintu restoran, menjadi tontonan beberapa tamu restoran lain yang ada di tempat itu.Arka juga tidak tahu harus berkata apa. Awalnya ia
Pagi hari, Arka bangun dari tidurnya. Begitu membuka mata hal pertama yang ingin dilihatnya adalah benda pipih yang ada di samping tubuhnya. Ia melihat begitu banyak pesan chat masuk di dalam ponselnya. Dengan cepat ia langsung memeriksa. Tapi kemudian dia mendesah kecewa. Dari sekian banyak pesan yang masuk, ternyata tidak ada satupun yang dari Nona Amara.Entah kenapa tiba-tiba dia begitu berharap jika Nona Amara akan mengiriminya pesan. Meskipun itu hanya kata-kata ucapan selamat pagi saja.Arka mengangkat kedua alisnya, benar-benar merasa aneh dengan dirinya.“Apa yang aku pikirkan? Dasar gila!”Baru saja dia meletakkan ponselnya kembali terdengar notif pesan masuk di handphonenya,Ting!Ada satu pesan lagi yang masuk. Arka malas untuk melihat, karena dia berpikir jika itu pasti hanya pesan dari anak-anak grup saja.Tapi ketika hatinya merasa penasaran kemudian ia sedikit melirik, senyumnya merekah, siapa yang menyangka jika itu adalah pesan dari Amara. Dia langsung menyambar kemb
Beberapa gadis karyawan di kantor itu sampai terpesona melihatnya.Biasanya saat melihat Arka datang, mereka pasti akan langsung melengos dan membuang muka.Bahkan sebagian akan berkata dengan pelan, “Tuh manajer Arka yang jahat! Baru datang males lihat wajahnya!”Akan tetapi pagi ini suasana kantor menjadi berbeda, Arka melihat sekeliling jika orang-orang sekitar sedang melempar tatapan aneh padanya. Ada perasaan kesal yang tiba-tiba saja menyergap hatinya.Dia menyerngitkan alisnya. “Apa yang kalian lihat hah! Minta dicongkel matanya ya?” tuturnya kesal.Arka yang beberapa menit lalu sejenak berubah menjadi seorang pangeran yang penuh wibawa, kini dalam hitungan menit berikutnya sudah pada mode awal setelan dari pabrik, kembali pada asal wataknya yaitu pria arogan.Senyum takjub yang tadi sempat mengembang pada bibir gadis-gadis yang ada di kantornya, kini mendadak langsung berubah menjadi senyum kecut.“Dasar manajer Arka menyebalkan! Baru saja terlihat baik, eh setannya sudah kemb
Andai saja bisa diungkapkan debaran jantung Arka yang bergemuruh itu pasti akan terasa cenat-cenut, Cenat-cenut… Begitu irama dan rasa debarannya.Arka sendiri merasa heran, tidak tahu saat ini apa yang sedang terjadi pada dirinya, atau jangan-jangan dia sedang menderita penyakit tipe langka yang sulit untuk dijelaskan.[Terima kasih ya kak Arka. Kak Arka ini benar-benar sangat baik deh.]Terang saja Pujian Amara itu mendadak membuat tubuh Arka tiba-tiba menjadi ringan. Seakan-akan ia hampir melayang terbang menembus plafon ruang kantornya.Arka hanya mengangguk, kemudian dia berkata dengan lembut, [Baiklah, sekarang lebih baik Nona Amara istirahat dulu, aku tutup panggilannya ya?][Tidak mau. Aku belum puas melihatmu. Bagaimana jika Kak Arka, taruh saja ponselnya. Arahkan ponsel itu menghadap kakak. Jadi aku bisa melihatmu dari sini.]‘Astaga! Ini anak semakin aneh saja keinginannya!’ batinnya sambil kedua mata Arka melotot.Mana bisa seperti itu? Waktu santai begini saja, dia tidak
Mengetahui jika tidak ada respons dari Amara tentang berita yang disampaikannya itu, Rayyan bersuara.“Amara, ada apa? Apa ada masalah? Sepertinya kamu tidak tertarik dengan berita bahagia yang kakak sampaikan ini?” diujung gawai telponnya Rayyan betul-betul merasa heran, pada hal selama ini Amara akan sangat antusias jika mendengar kalimat untuk keluar negeri.Setelah terdiam dengan waktu yang cukup lama kemudian Amara menjawab, “Kak, sepertinya aku tidak lagi ingin pergi ke luar negeri.” tuturnya.Rayyan menyerngitkan keningnya,“Biarkan saja aku di sini. Aku akan mengikuti terapi dari dokter dengan rajin. Aku akan memperhatikan semua apa yang disarankan dokter. Aku pasti akan pulih 100% di sini. Meskipun itu memakan waktu yang cukup lama, bagiku itu tidak masalah. Kak Rayyan, maaf ya aku benar-benar tidak mau pergi ke luar negeri.”Rayyan betul-betul merasa heran. Dalam hatinya ia berkata, ‘Kenapa bisa seperti itu? Padahal selama ini Amara lah yang selalu merengek dan menginginkan
Rayyan sudah tidak heran dengan tingkah Arka yang selalu sesuka hatinya seperti itu, Arka orangnya memang seperti itu. Meskipun Arka adalah orang yang tidak disiplin masalah waktu, akan tetapi untuk urusan pekerjaan dia memang benar-benar dapat diandalkan.Disaat Rayyan dan Robi sibuk mengira-ngira dimana keberadaan Arka, seseorang yang dicari itu sudah melajukan mobilnya menuju restoran tempat dia dan Amara janjian.Dia sudah mendapatkan pesan dari Amara jika Amara sudah sampai di restoran dan sudah menunggunya di dalam. Jadi ketika dia sampai di depan restoran itu, dia langsung berjalan masuk ke dalam restoran.Dia melihat seorang gadis kecil mengenakan rok pendek berwarna hijau melambaikan tangan padanya. Gadis itu mengenakan sepatu boot tinggi di bawah lutut. Penampilannya benar-benar begitu menawan di mata Arka, padahal jika diperhatikan secara khusus penampilan Amara itu sangatlah sederhana.Arka menarik nafas dalam lalu menghembuskannya, ia harus menstabilkan detak jantungnya t
Tidak butuh waktu lama untuk menunggu, panggilan telepon via WhatsApp itu pun terhubung.“Halo Kak Rayyan, aku sudah memutuskan untuk pergi ke luar negri.” suara Amara terdengar riang diujung gawai teleponnya.Rayyan tercengang ketika mendengar jika Amara berkata demikian. Tapi belum sempat dia mengatakan apapun, tiba-tiba saja panggilan itu sudah diputus oleh sepihak.Rayyan terbengong menatap layar ponsel yang telah mati itu.“Kenapa anak itu benar-benar plin-plan? Apa yang terjadi padanya?” Rayyan hanya menggelengkan kepalanya, tanpa memikirkan apapun atau merasa curiga sedikit pun.Kemudian dia segera menghubungi Robi dan menyuruhnya untuk datang kembali ke ruangannya.Robi dengan cepat masuk ke dalam ruangannya dan bertanya penuh semangat. “Tuan, apa ada perintah untuk ku?”“Ita betul, Robi kali ini, sepertinya kita benar-benar harus meyakinkan Arka supaya dia mau berangkat ke luar negeri.”Robi menyerngitkan alisnya, merasa sedikit heran bercampur rasa penasaran, “Kalau saya bol
Cukup lama Arka terdiam, bahkan terkesan terlihat seperti orang linglung sejenak, hingga Amara yang sejak tadi menatapnya dengan rasa penasaran untuk menunggu jawaban, seketika memajukan wajahnya untuk bertanya padanya. “Kak Arka, negara mana yang akan kamu tuju?” ekspresinya penuh dengan harapan besar. “Berarti negara yang akan kamu tuju juga kamu Norwegia?” bukan menjawab pertanyaan Arka sebaliknya kembali bertanya. Norwegia, negara dengan waktu siang terpanjang umumnya terletak di bagian utara bumi, Norwegia adalah salah satunya selain Islandia. Bahkan Norwegia juga dijuluki sebagai negara matahari tengah malam. Hal itu karena saat tengah malam tiba, kondisi di negara ini masih terang benderang layaknya saat siang hari. Walau Arka tidak menjawab pertanyaannya, akan tetapi dari pertanyaan balik yang diucapkan oleh Arka, semestinya dia sudah bisa menyimpulkan semuanya. Sekarang yang membelalakkan matanya adalah Amara. Gadis itu benar-benar terkejut setengah mati, dia tidak a
Jika dipikir-pikir, mencari pendamping untuk Amara tentu juga akan sangat susah. Seharusnya dia juga bersyukur jika Amara berjodoh dengan Arka. Setidaknya dia itu adalah sahabatnya, Kakak dari istrinya. Hubungan mereka dekat dan dia sangat mengenal siapa Arka. Dengan begitu Rayyan tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi sekarang. Sudah jelas jika kedua orang ini memang saling mencintai.Dia mengangguk dengan lembut. “Tentu saja. Mulai sekarang kakak akan merestui hubungan kalian berdua.”Mendengar ucapan dari Rayyan semua orang bernafas lega. Amara langsung senyuman. “Kak Rayyan, terima kasih,”Semua kini menoleh saat terdengar ucapan salam, Ega dan Wulan sudah melangkah masuk."Bagaimana keadaan cucuku?" Wulan terlihat cemas."Amara tidak apa-apa, Ma. Jangan terlalu khawatir. Dokter sudah memeriksanya." Azam yang menjawab."Sebenarnya apa yang terjadi?" Ega bertanya. Rayyan yang mendengar itu langsung menghampiri dan menunduk di depan kakeknya."Maafkan aku, kakek. Aku yang menyebabk
Tangan Azam sudah terangkat dan hampir saja menampar wajah Rayyan.Tetapi Arka berdiri dengan cepat dan mencegah, sekarang dia berlutut di antara mereka menghadap Azam."Tuan! Tuan Rayyan benar-benar tidak bersalah. Apa yang dilakukannya pada Nona Amara itu tidaklah sengaja. Dia marah padaku. Dan itu adalah hal yang wajar. Aku sudah lancang mencintai Nona Amara. Jika tidak, semua ini tidak akan terjadi. Jadi jika anda ingin memukul, pukul saja aku. Aku yang telah menghianati Rayyan. Aku tidak menjaga adiknya dengan baik tetapi malah membuat keadaan rumit seperti ini.”Bukannya Azam yang tercengang dengan ucapan Arka tetapi justru Rayyan yang membeku.Azam tidak mengatakan apapun lagi, dia mengurut pelipisnya. Jika dipikir-pikir, Rayyan memang tidak sepenuhnya bersalah, apa yang dilakukannya karena dia khawatir dengan keadaan adiknya. Biar bagaimanapun juga, selama ini Rayyan lah yang telah berusaha sekuat tenaga untuk membuat Amara bisa bertahan hidup sampai sekarang ini. Tetapi untu
Arka menghela nafas, menarik wajah Amara dan mengusapnya."Semua orang tua, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaan putrinya. Tapi, sebagai anak, kamu juga tidak boleh membuat orang tuamu sampai bersedih. Jangan membebani mereka dengan keinginan kita." ucap Arka dengan sangat hati-hati."Aku tidak membebani mereka, Kak Arka. Aku hanya bertanya apa papa akan membantu kita? Papa jawab, tentu saja. Itu artinya papaku merestui hubungan kita!" sahut Amara, matanya membulat."Ah iya. Baiklah. Jangan marah lagi." Arka meraih kedua tangannya. Menatap wajah Amara yang mulai berseri kembali."Kita akan menikah kan, kak Arka?"Arka mengangguk lagi. "Iya. Kita akan menikah."Amara tersenyum senang. Menarik tengkuk Arka untuk mencium keningnya dan kembali memeluknya."Aku bahagia. Akhirnya kita akan menikah.""Amara!"Keduanya sama-sama tersentak saat mendengar suara seseorang memanggil nama Amara dan menoleh cepat ke arah yang sama.“Kak Rayyan?"“Rayyan?”Rayyan sudah berjalan ke arah merek
Hampir setengah harian ini Amara mengurung diri di kamar. Dia kecewa kepada Arka karena tidak memberi jawaban pasti padanya. Padahal kedua orang tuanya sudah menyetujui permintaannya, pamannya Azam pun begitu.Azura dan Arka sudah beberapa kali mengetuk pintu untuk mencoba membujuknya. Tetapi Amara tetap tidak mau membuka pintu kamarnya."Sebenarnya ini ada apa lagi?" Amar bertanya pada Azura.“Aku tidak tahu. Sepertinya Amara …. “ Azura menggantung kalimatnya, kemudian dia menoleh pada Arka yang ada di samping sana.Arka hanya bisa menunduk, dengan perasaan yang tidak nyaman. Dia sama sekali tidak pernah bermimpi jika harus terlibat dengan keluarga Brahmana seperti ini.Amar kemudian menatapnya dan bertanya,"Arka, apa kamu tidak ingin mengatakan sesuatu pada kami? Saya yakin jika kamu pasti tahu, penyebab kenapa Amara mengurung diri di kamar seperti ini?”Arka menghela nafas cukup panjang, kini dia melangkah dan duduk di hadapan Amar yang sudah duduk di ruangan tengah."Nona Amara …
Linda yang juga melihat siaran langsung pesta pernikahan itu tidak dapat menahan diri, seketika dia menyambar remote tv dan mematikan televisi itu kemudian melempar remote secara sembarangan.Dadanya bergemuruh ia benar-benar kesal lalu melangkah dengan cepat untuk menuju ke dalam kamar.Wajahnya terlihat menggerutu kesal, kini mereka sekeluarga hanya bisa merenungi nasib keluarga mereka yang sedang berada di ambang kehancuran.Dulu dirinya begitu sombong dan angkuh menganggap jika keluarga Limanto tidak satu derajat dengan status mereka, dan alasan ini lah yang menjadi dasar dia tidak merestui hubungan Evelyn dan putranya.Namun kini takdir mengubah segalanya. Perusahaannya bangkrut, kehidupan dan masa depan putra-putrinya tidak jelas arah tujuan, dengan keadaan yang seperti ini tentunya status mereka sudah sangat tertinggal jauh di bawah keluarga Limanto.Keadaan yang sama juga terjadi pada Tomi Lewis, saat ini ia juga sedang meratapi nasib di kantornya. Dia tidak peduli adanya siar
Tetapi untuk menyuruh Amara pulang, rasanya Rayyan tidak tega. Bukankah sejak dulu gadis itu sangat menginginkan pergi ke negara itu bahkan, Rayyan juga sudah jauh-jauh hari menyusun rencana dan menghabiskan waktu serta pikiran untuk mengurus semuanya demi bisa mewujudkan mimpi dari adiknya itu. Tapi baru saja berapa hari dia di sana, sudah akan disuruh pulang.Namun Rayyan kembali berpikir jika apa yang dikatakan oleh ayahnya semua benar, jika Amara di sana sendirian di sana pasti akan sangat mengkhawatirkan. Jadi pada akhirnya Rayyan memutuskan untuk menyuruh Amara pulang dan kembali ke sini.Mengenai Arka, tentu saja dia harus ikut pulang. Karena yang pertama tugas Arka sudah selesai dan yang kedua tidak ada yang perlu diawasi lagi oleh Arka. Kemudian mereka semua memang harus berkumpul di hari bahagia mereka.Rayyan pada akhirnya mengatakan iya ada ayahnya, kemudian dia segera menghubungi sekretaris Robi dan meminta Robi untuk segera mengatur kepulangan Amara dan Arka.Kabar renca
Sofyan bergegas untuk pulang ke rumah, rasanya ia betul-betul tidak sabaran, untuk memberitahu kabar gembira yang tadi baru saja dia dapat kepada istrinya.Tapi begitu dia sampai di rumah bukannya dia yang memberi kejutan untuk kabar kabar baik yang ada, justru dia sendiri yang disambut oleh senyuman lebar dari istrinya, belum sempat dia berkata atau bertanya Laras sudah menariknya menuju ruangan tengah.“Lihat, apa itu?” Laras menunjuk tumpukan hadiah. Mata Sofyan terbelalak melihatnya. Ia terkejut saat melihat begitu banyak barang-barang mewah yang tersusun di ruangan rumahnya.“Laras, itu semua kamu dapatkan dari mana?” tanya Sofyan, dia terheran-heran. Selama ini dia mengenal istrinya ini adalah sosok seorang wanita yang super pengiritan dan tidak boros, tetapi kenapa tiba-tiba banyak barang mewah di rumahnya?“Semua ini dari keluarga Brahmana. Tadi Nyonya Brahmana datang kemari dan membawa hadiah yang katanya semua ini adalah hadiah lamaran yang tertunda.”Sofyan tertegun, betap
Saat dia tengah termenung, perwakilan dari grup Brahmana itu sudah berada di depan pintu ruangan kerjanya, mengetuk pintu dan memberi salam dengan sopan."Pak Sofyan, apa saya boleh masuk? Saya adalah utusan dari, Tuan Rayyan.” tutur utusan itu sopan.Sofyan mendongak dan menatap ke arah wajah pria itu, dia merasa tidak asing lagi dengannya. Beberapa kali dia pernah melihat pria tersebut datang ke rumahnya. "Tuan Robi, bukan?"Pria itu tersenyum lembut dan mengangguk, "Iya, Pak Sofyan. Saya Robi, sekretaris utama perusahaan grup Brahmana. Saya datang kemari atas perintah Tuan Rayyan untuk membahas suatu hal dengan Anda.""Oh, mari silahkan masuk dan duduk," ujar Sofyan sambil mengajak Robi untuk duduk.“Sebelumnya kalau saya boleh tahu, kira-kira apa yang ingin dibahas oleh Tuan Rayyan dengan saya? Apakah ini masalah putri saya?” tanya Sofyan.Robi mengerutkan alisnya. "Oh, tentu saja bukan. Tidak mungkin jika masalah keluarga akan dibahas di kantor, bukan? Dan tentu saja tidak mungk
Tubuhnya sampai gemetaran handphone di tangannya pun hampir terjatuh, namun cepat-cepat diambil oleh Anesa dan memberikannya lagi pada Linda.“Kenapa bisa begitu? Kenapa kamu bisa kalah? Tidak mungkin kamu kalah, kamu hanya bercanda kan? Kamu ingin memberi surprise kepada ibumu kan? Ya ampun Revan, jangan seperti itu. Ibu nanti bisa jantungan loh.” Linda seperti masih kurang percaya, dia masih berharap jika Revan ini sedang hanya bercanda padanya dan ingin memberinya kejutan saja.Terdengar suara lesu dari Revan kembali, “Tidak Bu, Revan tidak sedang bercanda. Ini benar. Revan kalah, Bu, tidak bisa memenangkan proyek itu bahkan paman tidak bisa membantuku.”Emosi Linda kian tersulut nada suaranya kian tinggi, “Revan! Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu bodoh sekali,” belum selesai Linda memarahi putranya panggilan sudah dimatikan oleh sepihak.Linda terlihat benar-benar seperti orang linglung, dia menoleh pada Anesa yang menatapnya dengan cukup khawatir.“Ibu, ada apa? Apa yang dikata