Andai saja bisa diungkapkan debaran jantung Arka yang bergemuruh itu pasti akan terasa cenat-cenut, Cenat-cenut… Begitu irama dan rasa debarannya.Arka sendiri merasa heran, tidak tahu saat ini apa yang sedang terjadi pada dirinya, atau jangan-jangan dia sedang menderita penyakit tipe langka yang sulit untuk dijelaskan.[Terima kasih ya kak Arka. Kak Arka ini benar-benar sangat baik deh.]Terang saja Pujian Amara itu mendadak membuat tubuh Arka tiba-tiba menjadi ringan. Seakan-akan ia hampir melayang terbang menembus plafon ruang kantornya.Arka hanya mengangguk, kemudian dia berkata dengan lembut, [Baiklah, sekarang lebih baik Nona Amara istirahat dulu, aku tutup panggilannya ya?][Tidak mau. Aku belum puas melihatmu. Bagaimana jika Kak Arka, taruh saja ponselnya. Arahkan ponsel itu menghadap kakak. Jadi aku bisa melihatmu dari sini.]‘Astaga! Ini anak semakin aneh saja keinginannya!’ batinnya sambil kedua mata Arka melotot.Mana bisa seperti itu? Waktu santai begini saja, dia tidak
Mengetahui jika tidak ada respons dari Amara tentang berita yang disampaikannya itu, Rayyan bersuara.“Amara, ada apa? Apa ada masalah? Sepertinya kamu tidak tertarik dengan berita bahagia yang kakak sampaikan ini?” diujung gawai telponnya Rayyan betul-betul merasa heran, pada hal selama ini Amara akan sangat antusias jika mendengar kalimat untuk keluar negeri.Setelah terdiam dengan waktu yang cukup lama kemudian Amara menjawab, “Kak, sepertinya aku tidak lagi ingin pergi ke luar negeri.” tuturnya.Rayyan menyerngitkan keningnya,“Biarkan saja aku di sini. Aku akan mengikuti terapi dari dokter dengan rajin. Aku akan memperhatikan semua apa yang disarankan dokter. Aku pasti akan pulih 100% di sini. Meskipun itu memakan waktu yang cukup lama, bagiku itu tidak masalah. Kak Rayyan, maaf ya aku benar-benar tidak mau pergi ke luar negeri.”Rayyan betul-betul merasa heran. Dalam hatinya ia berkata, ‘Kenapa bisa seperti itu? Padahal selama ini Amara lah yang selalu merengek dan menginginkan
Rayyan sudah tidak heran dengan tingkah Arka yang selalu sesuka hatinya seperti itu, Arka orangnya memang seperti itu. Meskipun Arka adalah orang yang tidak disiplin masalah waktu, akan tetapi untuk urusan pekerjaan dia memang benar-benar dapat diandalkan.Disaat Rayyan dan Robi sibuk mengira-ngira dimana keberadaan Arka, seseorang yang dicari itu sudah melajukan mobilnya menuju restoran tempat dia dan Amara janjian.Dia sudah mendapatkan pesan dari Amara jika Amara sudah sampai di restoran dan sudah menunggunya di dalam. Jadi ketika dia sampai di depan restoran itu, dia langsung berjalan masuk ke dalam restoran.Dia melihat seorang gadis kecil mengenakan rok pendek berwarna hijau melambaikan tangan padanya. Gadis itu mengenakan sepatu boot tinggi di bawah lutut. Penampilannya benar-benar begitu menawan di mata Arka, padahal jika diperhatikan secara khusus penampilan Amara itu sangatlah sederhana.Arka menarik nafas dalam lalu menghembuskannya, ia harus menstabilkan detak jantungnya t
Tidak butuh waktu lama untuk menunggu, panggilan telepon via WhatsApp itu pun terhubung.“Halo Kak Rayyan, aku sudah memutuskan untuk pergi ke luar negri.” suara Amara terdengar riang diujung gawai teleponnya.Rayyan tercengang ketika mendengar jika Amara berkata demikian. Tapi belum sempat dia mengatakan apapun, tiba-tiba saja panggilan itu sudah diputus oleh sepihak.Rayyan terbengong menatap layar ponsel yang telah mati itu.“Kenapa anak itu benar-benar plin-plan? Apa yang terjadi padanya?” Rayyan hanya menggelengkan kepalanya, tanpa memikirkan apapun atau merasa curiga sedikit pun.Kemudian dia segera menghubungi Robi dan menyuruhnya untuk datang kembali ke ruangannya.Robi dengan cepat masuk ke dalam ruangannya dan bertanya penuh semangat. “Tuan, apa ada perintah untuk ku?”“Ita betul, Robi kali ini, sepertinya kita benar-benar harus meyakinkan Arka supaya dia mau berangkat ke luar negeri.”Robi menyerngitkan alisnya, merasa sedikit heran bercampur rasa penasaran, “Kalau saya bol
Cukup lama Arka terdiam, bahkan terkesan terlihat seperti orang linglung sejenak, hingga Amara yang sejak tadi menatapnya dengan rasa penasaran untuk menunggu jawaban, seketika memajukan wajahnya untuk bertanya padanya. “Kak Arka, negara mana yang akan kamu tuju?” ekspresinya penuh dengan harapan besar. “Berarti negara yang akan kamu tuju juga kamu Norwegia?” bukan menjawab pertanyaan Arka sebaliknya kembali bertanya. Norwegia, negara dengan waktu siang terpanjang umumnya terletak di bagian utara bumi, Norwegia adalah salah satunya selain Islandia. Bahkan Norwegia juga dijuluki sebagai negara matahari tengah malam. Hal itu karena saat tengah malam tiba, kondisi di negara ini masih terang benderang layaknya saat siang hari. Walau Arka tidak menjawab pertanyaannya, akan tetapi dari pertanyaan balik yang diucapkan oleh Arka, semestinya dia sudah bisa menyimpulkan semuanya. Sekarang yang membelalakkan matanya adalah Amara. Gadis itu benar-benar terkejut setengah mati, dia tidak a
Arka hampir saja tidak bisa mengendalikan dirinya, beruntung dia masih mampu untuk menutupi rasa yang ada itu dan segera menenangkan diri.Akan tetapi dibalik sikap yang bisa dikendalikan olehnya itu, batinya bertanya-tanya, ‘‘Sebenarnya, sialan ini sedang menguji diriku atau bukan ya? Lalu kenapa dia malah menyuruh ku untuk mengawasi adiknya?’Dia kembali bisa tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Kemudian bertanya lagi, “Kenapa bisa kamu menyuruhku untuk mengawasi adikmu? Bukankah selama ini kamu selalu mengatakan jika aku ini adalah pria Arogan? Bagaimana kamu bisa percaya padaku jika nantinya aku bisa mengawasi adikmu dengan baik.”Tidak disangka dan diduga oleh Arka, Rayyan justru tertawa dengan pertanyaannya.“Ya.. kamu memang seorang pria yang arogan. Semua orang juga tahu itu. Tetapi kita sudah bersahabat sejak lama, jadi aku tahu bagaimana sifat kamu yang sebenarnya.”Arka tertegun, kemudian Rayyan kembali berkata, “Aku tersentuh hatiku ketika tempo lalu kamu menyelamatkan ad
“Oh, ya ampun! Ayah, aku lupa hari ini adalah ulang tahun Ibu kan? Ah, bukan hari ini, maksudnya besok adalah hari ulang tahun Ibu.”Di sana Sofyan tersenyum meskipun Evelyn tidak melihatnya, tapi dia sangat senang karena putrinya ternyata mengingat hari ulang tahun ibunya.“Kamu benar sekali. Jadi bagaimana, apakah hari ini kamu bisa pulang? Besok malam kita akan merayakan ulang tahun Ibu bersama-sama di rumah. Sederhana saja, asalkan dia senang.”“Iya, ayah. Aku pasti akan pulang.”“Ah, baiklah Evelyn. Terima kasih kalau begitu. Ayah akan tutup teleponnya ya?”“Iya ayah, sampai jumpa ya?”Evelyn menutup panggilan, setiap kali dia berbicara dengan ibu atau ayahnya sebenarnya hatinya selalu bergetar. Bukannya apa, dia sebenarnya tahu jika kedua orang tuanya itu sangat mencintainya dengan sepenuh hati.Hanya saja dulu memang ada sesuatu yang mengharuskan mereka untuk membuang dirinya. Bukan karena mereka tidak menginginkan dirinya. Bahkan sekarang setelah dia sudah berkumpul dengan mer
Arka menarik nafas panjang, dia berusaha menenangkan kegugupannya kemudian dia mengubah topik pembicaraan.“Evelyn, aku datang kemari untuk menjemputmu. Ibu yang menyuruhku untuk membawamu pulang hari ini.”Evelyn mengangguk, dia sudah paham. Kemudian dia duduk di samping Rayyan dan berkata padanya, “Kak Rayyan, apa kamu mengijinkan aku untuk pulang? Besok adalah hari ulang tahun Ibuku, tadi Ayah juga sudah menelpon dan memintaku untuk pulang ke rumah.”Rayyan mengangkat kedua alisnya, dia betul-betul tidak tahu jika besok adalah hari ulang tahun Ibu mertuanya. Perasaan di hatinya mendadak jadi serba salah, Sedangkan untuk dua hari kedepan dia masih punya banyak urusan di kantor.Tidak lama kemudian dia mengangguk, “Pulang lah kalau begitu. Maafkan aku jika belum bisa mengantarmu atau datang ke sana. Tapi nanti aku pasti akan kesana setelah urusanku selesai. Kamu tidak akan marah kan?”Evelyn tentu saja mengerti, Rayyan punya banyak kesibukan. Apalagi dia mungkin harus mengurus kebera
Mereka paham akan maksud dari ucapan Amara, mereka juga mengerti kegelisahan yang Amara rasakan.Pada akhirnya Amar pun menepuk pundak Arka, “Ada baiknya memang seperti itu Arka, kamu tidak keberatan kan, atas permintaan Amara?”Arka mengangguk, “Ya, Paman. Jika itu permintaan Amara, aku pasti akan menurutinya.”Amar kemudian keluar, dia menemui pihak rumah sakit untuk mengutarakan niatnya. Dokter tidak mempermasalahkan itu dan mengizinkan. Beberapa orang juga pernah melakukan hal yang sama seperti yang akan mereka lakukan. Menikah di rumah sakit, karena saat salah satu dari pasangan dari mereka kritis. Bahkan ada yang meninggal setelah mereka menikah. Dokter mengerti dan tidak mempersulit semua itu.Amar menghubungi Rayyan dan mengatakan hal ini. Lalu Rayyan menghubungi mertuanya dan menyampaikan apa yang dikatakan Amar.Siang ini di ruangan rawat inap tempat dimana Amara dirawat, nampak ramai orang. Tetapi mereka masih tetap menjaga ketenangan dan jarang yang berbicara. Sekali berbi
Evelyn menceritakan semuanya tentang kakaknya. Laras bukan tidak khawatir, dia bahkan menangis membayangkan jika hampir saja dia akan kehilangan putra satu-satunya milik mereka.Arka menoleh pada Azura, calon ibu mertuanya itu mengangguk. Dan mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh ibunya. Akhirnya Arka pun menurut.“Baiklah Bu, aku akan pulang.” Pada akhirnya Arka pun berpamitan pada Azura dan Amar untuk pulang dahulu.Ketika dia memasuki pintu, Laras dan Sofyan sudah berdiri menunggunya. Laras menatap putranya itu berjalan dengan lesu ke dalam rumah dengan wajah yang kusut dan pucat. Penampilan Arka sangat berantakan. Tetapi wajahnya tersirat sebuah kedewasaan. Jauh berbeda dengan Arka sebelum ini. Hati Laras sakit rasanya melihat keadaan putranya seperti itu. Langsung berlari dan memeluk Arka serta menangis tersedu-sedu.“Arka, jangan khawatir lagi. Semua akan baik-baik saja. Cinta kalian pasti akan bersatu.”Arka mendorong lembut tubuh ibunya kemudian mengangkat dagu
Pintu ruangan dimana Amara dirawat terbuka, beberapa suster masuk dan hanya memerlukan waktu sekitar dua menit, mereka sudah keluar dengan mendorong tubuh Amara.Semua orang mengikuti, namun langkah mereka harus terhenti ketika pintu ruangan operasi tertutup, menyisakan cahaya lampu halogen dan lampu LED yang sinarnya menembus kaca jendela. Tapi itu hanya beberapa detik saja, cahaya lampu di dalam ruangan itu menghilang karena tirai jendela telah ditutup dengan rapat.Amar merengkuh tubuh Azura dan membawanya ke ruang tunggu, sementara Rayyan merengkuh tubuh Arka dan membawanya ke ruangan tunggu juga, Rayyan memperlakukan Arka seperti memperlakukan anak kecilnya saja, bahkan dia melupakan istrinya yang bengong melompong melihat suaminya yang bukannya merengkuh dirinya justru malah merengkuh kakaknya.Sejenak Evelyn tertegun kemudian dia langsung tersadar. Dia ikut menyusul mereka dengan berlari kecil, lalu duduk di samping Arka.Dia segera memeluk Arka kembali, menyisihkan tangan Ray
Suasana kembali hening. Kembali tidak ada suara dari mereka, kembali tidak ada yang beranjak dari tempatnya. Mata mereka hanya terfokus pada satu titik saja yaitu ke arah dimana Dokter membawa Arka.Ingin rasanya mereka berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Arka. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Bahkan cenderung dengan berat hati hanya bisa pasrah menghargai keinginan dan pengorbanan Arka.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Arka. Membelah dadanya dan mengeluarkan jantungnya hidup-hidup? Atau Arka di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Semua orang hanya bisa membisu ngeri dan menahan sakit dalam hati.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah-tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Rayyan, Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut." Evelyn cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Rayyan saja.
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Arka menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Arka saat ini sungguh tidak bisa dikatakan main-main. Arka akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Amara. Dia akan mati, demi Amara bisa hidup."Ikut lah bersama kami." Dokter melangkah. Arka mengikutinya."Kak Arka!" Evelyn yang sejak tadi membeku kini tidak bisa lagi menahan diri. Dia memanggil Arka sambil menarik lengannya.Arka menghentikan langkahnya kemudian dia menoleh.“Kak Arka, apa kamu akan meninggalkan kami?”Arka membalikkan badannya dia menatap lekat wajah adiknya yang teramat ya sayangi itu. Kemudian tangannya terulur untuk mengusap air mata Evelyn ini yang sejak tadi sudah membasahi pipinya.“Kak Arka tidak pernah pergi. Kak Arka akan tetap ada di hati kalian.” Dia meraih kedua tangan Evelyn kemudian menggenggamnya dengan erat.“Evelyn dengarkan kakak, tanpa Kakak, kamu akan tetap hidup lebih baik asalkan ada Rayyan di
Tidak perlu menunggu waktu lama, seseorang yang dihubungi oleh Rayyan itu langsung mengangkat panggilan teleponnya.[Robi, segera mungkin hubungi semua tim kita, untuk bergerak keseluruh rumah sakit atau kemana saja untuk mencari seseorang yang bisa mendonorkan Jantungnya untuk Amara. Berapapun harganya, kita akan membayarnya! Dengar berapapun, itu aku tidak peduli!]Tanpa bertanya, Robi sudah paham dengan maksud dari perintah yang diutarakan oleh Rayyan dan cepat mengiyakan.Baru saja Rayyan mengakhiri panggilannya, Seorang Perawat masuk dan berseru."Dokter! Nona Amara kritis!"Tanpa bertanya, Dokter pun segera berlari menyusul langkah perawat itu yang dengan sigapnya disusul juga oleh yang lainnya.Dokter segera masuk ke dalam ruangan tempat Amara berbaring."Amar, kondisi Amara, Putri kita memburuk! Dia tidak sadarkan diri lagi!" Azura langsung menubruk tubuh Amar dan menangis histeris saat sang suami muncul di hadapannya.Amar cepat membawa tubuh Azura ke luar ruangan mengikuti i
Sudah hampir tiga jam lamanya, Tim medis dari rumah sakit ternama di kota mereka itu menangani Amara di ruangan ICU.Saat ini, Rayyan dan Evelyn sudah berada di rumah sakit, Amar yang sudah menghubungi mereka. Saat Rayyan mendapatkan kabar jika kondisi Amara kritis seketika saja ia langsung membawa serta Evelyn untuk bergegas menuju rumah sakit.Mereka sempat tidak percaya dengan berita yang mereka dengar, karena baru beberapa jam yang lalu suami dari Bibinya itu baru saja mengabarkan jika kesehatan Amara sudah membaik, bahkan hari ini Amara sudah dinyatakan boleh pulang ke rumah dan menjalankan berobat jalan saja.Akan tetapi semuanya terasa seperti mimpi, mendadak kondisi Amara menjadi kritis seperti saat ini. Semua orang dipenuhi rasa kekhawatiran. Menatap penuh harap ke arah pintu ruangan ICU tempat Amara sedang ditangani secara intensif oleh tim medis.Tak ada satupun suara yang terdengar, mereka hanya terdiam dan memanjatkan doa didalam hati mereka masing-masing. Hingga akhirnya
Epilog.Pagi-pagi, Amar dan Azura sudah terlihat melangkah menuju ruangan dimana Amara dirawat dengan wajah penuh ketenangan."Pagi sayang!" Azura menyapa berbarengan dengan membuka pintu ruangan."Pagi Mama, Papa." Amara menyambut dengan mata yang berbinar bahagia.Mata Azura langsung fokus pada tangan Arka yang sedang menyisir rambut Amara.'Wajar saja kalau Amara jatuh cinta pada pria itu. Dia begitu perhatian.' batinnya.Arka cepat mengangguk pada mereka berdua lalu kembali pada rambut Amara. Dia mengikat rapi rambut Amara keatas. Kemudian segera beranjak untuk menyisih."Bagaimana keadaan Amara, Arka?" tanya Amar pada Arka."Kata Dokter, aku sudah diperbolehkan pulang hari ini, Pa!" seru Amara.Amar tersenyum. "Papa sudah tahu. Dokter sudah menelpon Papa semalam, jika pagi ini kamu sudah boleh kembali ke rumah.""Paman, kalau begitu aku akan segera mengurus administrasi dulu." ucap Arka.Amar mengangguk."Kak Arka, kamu mau kemana?" tanya Amara."Arka harus mengurus biaya adminis
Hari ini, Amar menepati janji.Sepulang dari menjenguk Amara di rumah sakit, dia langsung menghubungi Rayyan untuk membahas rencana persiapan pernikahan Amara dan Arka.Rayyan pun segera datang bersama dengan Evelyn ke rumah besar keluarga Brahmana untuk membahas hal ini di sana.Setelah mereka berdiskusi akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tua Evelyn yaitu kediaman keluarga Limanto. Sebelum menuju rumah orang tuanya tidak lupa Evelyn memberi kabar pada ibunya supaya Ayahnya jangan dulu berangkat kerja, agar saat mereka tiba di kediaman keluarga Limanto, sang Ayah masih berada di rumah karena keluarga Brahmana akan datang ke sana.Laras tidak tahu apa yang akan mereka bahas, Dia mengira jika keluarga besar Brahmana hanya mengunjungi mereka sekedar untuk bersilaturahmi saja.Jadi dia pun memberitahu suaminya agar jangan pergi dulu ke kantor.Ketika semua orang sudah berkumpul di ruangan tengah kediaman keluarga Limanto, Laras dan Sofyan sedikit terkejut karena yang