Selamat membaca.Beberapa hari kemudian, aku diurus dan dirawat dengan sangat baik. Aku menunggu kedatangan Baginda atau seseorang yang akan menjemputku untuk pulang. Sebab raja dan ratu mengatakan padaku, kalau mereka sudah melaporkan keberadaanku pada Baginda. Meski membutuhkan beberapa hari lagi."Emabell?"Ratu Rah Esyca selalu baik padaku, begitu juga dengan yang mulia raja Herdian Laskaris. Mereka memperlakukanku seperti seorang yang sama seperti mereka. Bahkan membuatku melihat-lihat hewan-hewan dan berjalan-jalan setiap harinya untuk menyaksikan betapa hebatnya kerajaan ini daripada Utara yang penuh konflik!"Ya?" Aku menatap ke arah sang ratu, yang kupanggil sebagai ibu sesuai permintaannya. Begitu juga dengan sang Raja yang ku panggil layaknya, orang tuaku sendiri. "Ada kabar dari Baginda Darka?!""Belum sayang. Mungkin kurir yang ibu dan ayah kirim, kesusahan melewati perbatasan kerajaan.""Mengapa?""Rulyria adalah wilayah paling jauh dari barat, untuk sampai di Utara. K
Selamat membaca.Ketika matahari belum terbit, aku yang bermodalkan tekad dan percaya kalau Elydra akan membantuku lagi. Keluar dari kamar yang begitu megah ini, dengan berbagai hal yang tidak ingin ku bayangkan lagi setelah kunjungan itu.Dengan jubah hitam legam yang bisa menyamarkan posisiku, aku keluar dari jendela. Turun perlahan dari tembok istana, yang membuat jariku terluka cukup menyakitkan. Untungnya, aku selalu bisa kabur dan ahli dalam melarikan diri—struktur istana cukup familiar karena raja dan ratu juga sangat terbuka padaku.Hosh! Hosh! Hosh!Di gerbang, aku membekap mulutku sendiri saat melihat beberapa penjaga menggantung seseorang di atas tembok. Menunggu, mereka akhirnya pergi. Tetapi saat aku melihat wanita berpakaian pelayan itu, mataku melebar. "Dia?!" Pelayan menumpahkan minuman padaku waktu itu.Seekor hewan berbentuk seperti panda dengan warna hitam gelap menghampiriku, menarik kain baju bawahku. Untuk mendekat ke arah mayat itu. "Apa yang kau lakukan? Membaw
Selamat membaca.Seekor hewan seperti macan tutul dengan kristal biru pada dahinya, berukuran raksasa dengan sayap perkasanya dan tanduk yang dipenuhi dengan permata yang menggantung-ngantung mendekat."Emabell….""Maaf!"Kataku sebelum melompat ke arah punggung hewan itu dengan sangat cepatnya, tanpa ragu sedikitpun. Herdian melesat hendak mengejar ku, tapi wanita yang digantung itu tiba-tiba saja hidup dan langsung menahan kaki yang mulia.Lupa. Mereka abadi, di gantung. Hanya membuat mereka menderita, selama tak ada putusan untuk membunuh bawahannya—meski tak pernah bicara dengan pelayan itu, aku bisa lihat kalau ia sangatlah baik! "Aku akan mengingat kebaikanmu!"Suara hatinya. Aku bisa mendengarnya. Katanya, "di kehidupan selanjutnya. Biarkan aku menjadi bagian dari Clossiana Frigga." ucapan yang mampu membuat aku tersenyum cukup bangga pada didikan Clossiana Frigga padaku.Angin berhembus menerpa ku, tetapi saat aku keluar dari perbatasan mereka. Anehnya tak ada yang mengejarku!
Selamat membaca.Saat sedang memohon pada Elydra, seseorang tiba-tiba saja menarik tanganku dengan kasarnya. Dan seorang lagi menendang kakiku, agar berlutut. Mereka, siapa? Aku tidak ingin berakhir seperti ini.Menarik daguku, sehingga kepalaku mendongak ke arah pria asing yang sedang menyeringai dengan dua bola mata yang hampir saja lepas karena terkagum-kagum kurasa. Wajah seperti, malah terlihat seperti kutukan."Boleh juga, wajahnya. Matanya, bibirnya. Yang mulia mungkin tak akan keberatan kalau sedikit berbagi denganku!"DEG! Mataku membelalak saat ia menarikku kedalam pelukannya—aku meronta, bahkan memohon. Tetapi mereka malah tertawa. "Baginda!" ucapku membatin. Berharap agar dia datang.Mendorong. Tapi kekuatan mereka terlalu kuat, aku tak bisa melakukan apapun lagi. Malah berharap agar pohon-pohon bergerak tapi nyatanya. Sekali lagi dunia ini, hanya menatapku dalam diam tak melakukan apapun. Itu cukup membuatku sedikit marah.Tap!Tap!Tap!"KEMBALIKAN, EMABELL!" Suara itu,
Selamat membaca."Kafkan!""Ya yang mulia?!""Katakan pada Almosa, untuk membuat surat pernyataan perang atas Rulyria!" Kafkan anehnya tersenyum senang begitu juga dengan Damor yang tersenyum sinis, atas perintah yang baru saja Darka ucapkan barusan. "Dengan senang hati yang mulia."***Setelahnya, Baginda menggendongku ala bridal membawaku terbang ke angkasa. Berpisah dengan Kafkan dan juga Damor, dengan kecepatan seperti angin. Ia tiba-tiba saja berhenti di hutan lebat yang tengah-tengah hutan itu, ada sebuah air terjun dan sungai yang indah dengan bebatuan yang menghiasi di sekitarnya.Turun—ia membawaku melewati air terjun, menembus air. Masuk ke dalam sebuah gua yang begitu kering, dengan air terjun sebagai pintu masuk. Kami berdua basah kuyup, tetapi aku tidak tahu tempat apa ini? Apakah dia akan segera mati disini?Menurunkanku perlahan, sebelum menatap ke mataku dengan tatapan tajam yang bisa menembus sampai ke tulang-tulangku. Lalu ia bertanya, "apakah kamu? Masih tidak bisa
Selamat membaca."Mengapa hanya diam dan menatapku hm? Kamu masih tak sudi ku sentuh, Emabell?" Pertanyaannya membuat aku terdiam di tempatku, tak bisa menjawab atau menolaknya. Jadi, yang ku lakukan hanyalah diam menatap wajah Baginda yang rupanya masih sama seperti saat aku pertama kali bertemu dengan dirinya."Baginda!" panggilku takut-takut. Ia menatapku, mendengarkanku dengan baik. "A-aku lapar!" ucapku, demi apapun. Aku tidak bisa mencari alasan yang jauh lebih baik dan jauh lebih meyakinkan daripada perutku yang kosong."Hm. Begitu ya!" ucapnya dingin tidak bisa aku mengerti—tetapi saat ia mengangkat tubuh telanjangku, membawaku masuk ke dalam air. Tanpa berekspresi apapun—aku hanya ingin kabur, tapi mengapa aku malah melingkarkan tanganku di lehernya seolah ini adalah hal biasa. "Tidak dalam kan?" tanyanya sesaat setelah kakiku menginjak lantai batu dalam air yang rasanya cukup licin."Em," jawabku. Sedang ia hanya duduk di dalam kolam, pinggiran kolam sembari menutup matanya
Selamat membaca.Dalam keheningan dimatanya dan mataku, ia mencoba membaca apa yang aku inginkan lewat netra mata ini. Lalu mengelus wajahku dengan satu tangannya sayang, menarik beberapa helai suraiku yang basah. Menghirupnya dalam-dalam, lalu berkata. "Kau berani bertanya saat kau tahu jawabannya Emabell?"DEG! Aku menelan saliva kasar, ketika Baginda melayangkan tatapan tajamnya padaku—anehnya aku takut, tapi saat orang lain yang melakukannya. Kenapa selalu saja ingin melawan, dan merasa kalau itu tidak benar."Emabell!"Suaranya membuat aku tersadar dari lamunanku. "Em, Baginda?""Apakah kamu mencintaiku? Atau kamu, hanya mencintai kekuatanku?"Genap sudah. Ia membalikan pertanyaanku, yang bahkan belum ia jawab. Dan aku tidak berani menuntut padanya. "Kamu tidak bisa jawab, aku juga tidak bisa jawab."Karena ini semua bukan berasal dari hati, tetapi sesuatu yang cenderung untuk dipaksakan. "Tetapi kali, tersenyumlah saat aku menjadikanmu milikku Emabell!" ujarnya padaku, sesaat
Selamat membaca.Diam tanpa melakukan apa-apa, mungkin adalah jalan terakhirku. Membiarkan Baginda mengerti, kalau aku tidak seberani itu padanya. Hanya saja, hari ini sedikit berbeda—jadi yang ku lakukan, hanyalah menundukkan kepalaku di depannya.Ia mendekat. "Aku hanya bercanda Emabell, angkat kepalamu sekarang!" Hah? Bercanda? Apakah nada suara dan tatapan membunuh yang baru saja ia perlihatkan padaku, bisa disebut sebagai sebuah candaan? Malah terdengar seperti sebuah ancaman yang meyakinkan. Ada-ada saja.***Berpakaian dengan layak, keluar dari gua tanpa memikirkan kejadian buruk yang menimpaku saat sampai di Rulyria—saking tak pedulinya, aku tidak sadar kalau semua mata kini tertuju ke arah langit Elydra."Lihatlah ke atas, Emabell!" Kafkan begitu takjub, aku mengikuti arah pandangan mereka. Dan terkejut, saat melihat ruang luas diatas sana kini berubah warna menjadi warna merah muda yang berkilau seolah ada jutaan mangkuk Glitter yang ditumpahkan di atas sana—terkagum-kagum