Selamat membaca.Esok harinya. Aku kira, badanku akan remuk setelah bangun. Nyatanya tidak, cukup nyaman. Normal dan terkendali! Tak ada Baginda di sampingku, tapi aku tahu. Ia menemaniku sampai tertidur."Kau binatang aneh, menjauh lah dariku!""Grrrrau!"Aku mendengar sesuatu yang mendekat ke arah kamarku. Mengetuk—pintu terbuka, menampakan Bielra dan Nike. Nike? Aku bangkit, dan langsung memeluknya erat. "Nike? Kau belum kembali? Aku sangat senang melihatmu!" kataku rindu.Nike membalas, sembari tersenyum padaku. "Yang mulia akan memenggal kepalaku kalau aku berani keluar dari istana ini tanpa izinnya!"Aku tertawa mendengarnya. "Lalu bagaimana kau bisa keluar perpustakaan?""Katanya mataku akan di cungkil kalau tak berhenti membaca!"'hahaha' aku tertawa. Karena yakin itu hanya candaan mengerikan Baginda yang terdengar sangat benar. Nike mengajar satu alisnya padaku. "Wah! Wah! Wah! Sejak kapan kata-kata mengerikan itu terdengar lucu bagi seorang Emabell?" ejeknya sembari memaink
Selamat membaca.Sembari menunggu Baginda kembali. Kafkan mengajakku berkeliling istana, Bielra menanam kembali tanaman Herbal ku dan Nike mengurung diri dalam perpustakaan lagi.Selama berkeliling, Kafkan menjelaskan setiap inci tempat dan berbagai tempat-tempat rahasia. Yang boleh dikunjungi dan yang tidak boleh kunjungi Emabell.Aku pikir, aku akan tenang. Nyatanya tidak begitu."Anda, Emabell?"Seseorang menghentikan langkah kami, aku tidak tahu siapa dia tetapi dari raut wajah Kafkan yang mengambil posisi waspada. Sudah membuat aku mengerti kalau orang di depanku ini cukup berbahaya."Tenanglah Kafkan, kami hanya ingin bicara dengan Emabell."***Di aula utama. Pria itu bahkan duduk di kursi Baginda, seolah dialah yang paling berkuasa. Tapi Kafkan sepertinya tak keberatan akan hal itu. "Jadi, Anda adalah Emabell?""Ya!" jawabku tak gentar.Dia—pria berjubah, dengan lambang kerajaan utara itu mengangguk-anggukan kepalanya. Jadi merekalah para tetua itu! Sedang apa mereka ada dis
Selamat membaca.Hosh!Hosh!Hosh!Aku berlari semakin jauh, tak melihat ke belakang. Saat mencapai hutan yang berbatasan dengan gunung, langkahku berhenti—sadar kalau ada sesuatu yang salah disini.Berjalan pelan. Aku bahkan tak peduli pada kakiku yang tergores ranting-ranting tajam, dan kerikil."Emabell!"Seseorang menarik tanganku. Menyadarkan pandanganku, aku melihat Nike yang tampak kelelahan bersama Bielra di sampingnya."Kalian sudah memberitahukan ini pada Baginda?!""Syuttt! Mereka ingin membunuhmu!"DEG!Mataku membelalak mendengar apa yang baru saja di katakan oleh Nike barusan. "Membunuhku?" ulangku. Bingung menatapnya. "Mengapa mereka mau membunuh orang milik Darka?!"Nike gemetar. "Aku tidak tahu!" Tapi aku tahu—informasi kalau ia diperlakukan layaknya kekasih sudah beredar sampai ke telinga mereka. "Emabell, kita tidak akan mati kan?" Nike menggenggam tanganku gemetar ketakutan menatap ke sana sini.Aku memegang bahunya. "tenanglah Nike. Kita akan baik-baik saja!""E-m
Selamat membaca.Terdiam selama beberapa saat, bahkan aku bisa merasakan angin berhembus menerpa kulitku."Kal, kau harus membunuhnya sekarang! Karena jika kau tidak bisa membunuh manusia itu karena ucapannya. Maka biarkan ia hidup!"Pria itu bernama Kal ya. Dan temannya, sepertinya memiliki hati yang baik. Aku bisa merasakannya, dari cara ia memandangku barusan."Kalian bisa mati!" ucapku sebelum mataku tertutup, tak sadarkan diri karena kehilangan banyak energi. Maklumlah, aku kan hanyalah manusia biasa.***-Saat Emabell tak sadarkan diri, Kal dilema. Ia bahkan tak tahu akan apa yang harus ia lakukan saat ini- "Kal! Mereka mendekat. Bunuhlah dia!""Kita selamatkan.""Tidak akan sempat!" Mereka panik. Karena Kal terlalu lama mengambil keputusan. "Kita harus hidup dengan baik.""TAPI AKU BUTUH WANITA INI!"Tiba-tiba saja, sesuatu yang ajaib terjadi. Dedaunan kering dan dedaunan pada pohon gugur, berjalan seperti air. Menutupi tubuh Emabell dengan sendirinya.Mereka semua membelalak.
Selamat membaca.Hujan tak berhenti, seolah menunggu agar cerita dan candaku berakhir. Seperti sebuah keajaiban yang tak bisa kuungkapkan dengan kata—aku senang, karena dunia ini membantuku, mungkin memilihku. Tetapi mengapa? Harus aku! Bukankah Killian, kak Tara dan mereka memiliki pemikiran yang sama tentang kedamaian?!"Apa yang akan kau lakukan setelah ini Emabell, pada akhirnya mereka akan tahu. Kalau kau akan hidup sebagai kelemahan yang mulia!""Itu berbahaya!"Benar kata mereka. Tapi yang memilih jalan rumit ini siapa sih? Oh, iya. Lupa, Aku—Emabell dan impian gilanya. Tersenyum pada mereka. Menjawab, "Aku bukan peramal."Tap!Tap!Tap!Suara langkah kaki yang mendekat membuat mereka semua waspada, menarik pedang, busur dan belati mereka. Tetapi lawan mereka adalah Almosa dan yang lainnya telah kembali."Kalian? Terlambat!" ujarku. Mencoba mencairkan suasana, tapi pria itu bahkan tak memikirkan apapun selain melihat ke arahku dengan tatapan dinginnya.Hujan membuat kami basah.
Selamat membaca.Aku tidak bisa menjawab apapun. Karena aku tidak pernah dilindungi oleh dunia Elydra, seperti apa yang baru saja dikatakan oleh Kal dan yang lainnya—mungkin mereka benar, mungkin aku mendengarnya. Tetapi itu mungkin saja bukan alam Elydra, tetapi kekuatan salah satu dari mereka—aku berani berpikir begitu, sebab aku tidak pernah mengalami sesuatu yang mustahil seperti itu.Manusia. Ayolah, aku hanyalah seorang putri dari Clossiana Frigga yang menginginkan kehidupan. Tetapi malah berakhir dikejar oleh kematian.Sebuah tangan menggenggamku erat—aku menoleh ke arah Baginda yang lagi-lagi menatapku dengan tatapan yang sulit untuk aku artikan dan ku mengerti?! Mengecap bibir—aku menatap ke arah mereka, para tetua yang hentinya menatapku sebagai hama bagi Darka. Lalu berkata. "Aku tidak tahu!""Emabell!"Kal mencoba untuk membantuku. Tetapi aku tidak melihat saat itu. "Aku benar-benar tidak tahu, akan apa yang terjadi saat itu. Tetapi aku hanya tahu kalau Kal dan yang lainny
Selamat membaca.Mendengar apa yang baru saja Darka ucapkan—ku yakin kuping mereka panas mendengarnya, tetapi mereka tidak lebih dari pada orang-orang yang senang membicarakan orang lain di belakang, tetapi tak pernah berani melakukannya di depan.orang tersebut.Aku tahu Darka kuat—tetapi tidak dengan mereka. Hanya saja, pria di sampingku ini sedikit emosional.Pria tersenyum sinis. "Kau membuat kelemahan YANG MULIA!" Aku jadi merasa begitu. "Ia begitu hebat dalam berpikir dan menyerang lewat kata, tetapi dia bahkan tak memiliki keturunan yang bisa membuat kami tutup mulut. Terserah padamu!" katanya sembari mengedipkan bahunya acuh. "Tetapi bagaimana dengan rakyatmu!""Jangan cemaskan hal yang tak perlu kalian cemaskan."Dingin sekali dia—pikirku dalam hati."Tetapi ingatlah ini yang mulia, Jika aku tidak bisa membuatmu melepaskan 'kesetiaanmu' pada manusia itu. Maka akan ku buat ia mengamuk, lari, menjauh darimu!"BRAKKK!AKHHH! Baginda melesat, mencengkram leher pria itu sampai mem
Selamat membaca.Hosh!Aku menghembuskan nafasku kasar. Juga kaget, saat melihat mencoba keluar dari kubangan lumpur. Tunggu, kubangan lumpur. Bagaimana bisa aku ada disini "astaga!" Aku kebingungan juga kelelahan.Berbaring tepat di atas Padang rumput, dengan jalanan luas yang sepi. Menatap ke arah langit yang sama, tetapi udara dan suasana dari tempat ini. Sangatlah damai dan tenang, sejuk. Bahkan membuatku mengantuk di buatnya—pakaianku kotor, tapi yang aku pikirkan adalah dia yang terpisah jauh dariku.Lantas aku tersenyum sembari menutup mataku. "Aku merindukannya! Aku merindukan amarahnya!""Nona?" DEG! Aku membuka mataku lebar. Terkejut, saat melihat ke arah pria dan wanita yang sedang menatap ke arahku dengan alis mengerut sempurna—di belakang mereka, berdiri para prajurit. Dari pakaian, mungkinkah mereka adalah bangsawan?!***Kereta kuda, dalam perjalanan menuju tempat yang katanya disebut sebagai istana. Aku terdiam, saat duduk berhadapan dengan dua orang yang ternyata ad
Selamat membaca. Tabir pelindung yang terbentuk di atas dunia Elydra itu mampu menyerap setiap api kemarahan Darka, meski terlambat. Tapi kekuataan itu begitu besar sampai setiap kaki yang berdiri akhirnya tak mampu lagi untuk berdiri—semua mahkluk akhirnya menghormati Emabell, bahkan para tetua yang tersisa menundukan kepalanya.Bukan karena kekuataan lagi. Tapi karena pengorbanan seorang manusia biasa pada dunia yang dengan hebatnya menolaknya sebagai ratu, tapi dengan sangat luar biasanya ia bela dengan mengorbankan nyawanya sendiri."Mungkin agak terlambat, tapi kini kau akan menjadi ratu kami. Satu-satunya ratu kami, Emabell kami."Aku menang. Tapi tunggu, aku kewalahan karena menahan kekuataan Darka. Keringat dingin memenuhi tubuhku, tapi tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya aku di panggang!WUSH!Lenyap. Ah, rupanya aku juga tumbang. Baginda…tolong aku?!Gelap.***Beberapa hari kemudian, akhirnya aku sadar. Seolah tersadar dari mimpi, atau terbangun di dalam mimpi.Aku me
Selamat membaca.Raja dan Ratu, dan setiap makhluk yang mengisi aula utama Gratarus yang mengag dan indah saling tatap. Mereka kebingungan dengan alis yang mengerut sempurna—bagaimana tidak, pasalnya aku yang sudah seperti kehilangan kendali akan dirinya sendiri tiba-tiba saja menjadi tenang."Kau baik-baik saja Nak?" tanya ayah. Melirik ke arahku yang sedang berjalan menuju altar. "Emabell?""Ya ayah? Aku baik. Sangat baik." ucapku sembari tersenyum. Meski hatiku sangat ragu sekarang—"ternyata benar ya ayah, memilih itu sangat mudah. Yang susah itu, adalah bertahan." Kataku sambil mengumbar senyuman khas seorang Emabell dari Clossiana Frigga.Dan yah. Mata ayahku berbinar, dapat ku rasakan kalau hatinya tergetar atas perkataanku yang sepertinya sangat menyentuh hatinya. "Kau a-akhirnya mengerti Emabell?""Iya.""Ayah bangga padamu."Aku tersenyum. "Ayah akan semakin bangga. Karena kini aku mencintai Dunia Elydra.""Kenapa?" Karena dunia ini mencintai Bagindaku, rajaku, pilihan hatiku
Selamat membaca.Kau mengurungku. Lalu memintaku untuk melangsungkan upacara pernikahan yang tidak seharusnya terjadi Vardiantura? Baik, lakukan. "Aku akan mengukur waktu!"Mataku berubah warna menjadi keemasan, dan darah keluar dari mataku meski hanya sedikit. Itu karena Sakana mencoba melakukan lelepati denganku yang ternyata berhasil—baginda, hanya menyuruhku untuk menunggu sampai ia datang."Kalau kau tidak bisa bersabar, Baginda bersumpah akan memperkosaku setiap malam dan membunuh kami di depanmu! Jadi jangan lakukan hal gila. Kau mengerti!" tegas Sakana mengingatkan.Mataku membulat sempurna. Dan dengan susah payah aku menelan salivaku, "iya a-aku mengerti." jawabku.Karena semakin pusing. Jadi Sakana memutuskan telepati.Setelahnya, aku menatap ke arah pintu. Tapi percuma, pintu itu dikunci dari depan. 'hah' aku tidak suka di paksa—runtukku dalam hati.***-sementara itu, istana hitam. Utara yang membeku. Terjadi penangkapan besar-besaran di empat wilayah di Utara. Kota Devika
Selamat membaca.Berkat kecurigaan yang sepenuhnya benar. Aku di sidang di hadapan raja Vardiantura, di temani pangeran Edanosa dan Raja Nesessbula sebagai saksi atas kesalahanku."Bagaimana bisa rasa rindu menjadi kesalahan? Rindu itu tidak menyakitiku maka itu bukanlah sebuah kesalahan." Aku membela diriku sendiri. Tidak peduli seberapa hebatnya para ratu serta ibu dan ayahku yang terus memberiku kode agar aku diam saja tak mengatakan apapun—maaf tapi dia bukan Bagindaku, dan aku tidak akan pernah tunduk padanya."Berarti kamu berkomunikasi dengannya." ucapnya dingin."Itu hakku!" "Sejak kapan kamu memiliki hak Emabell?""Dan sejak kapan kau memiliki hak untuk bertanya padaku?" balasku tak ingin kalah. karena aku benar, ini adalah hakku.Edanosa menatapku dengan alis yang mengerut ke atas lagi. Tapi aku tidak bisa diam lagi, aku menatapnya sekali lalu tersenyum padanya seolah mengatakan kalau aku akan baik-baik saja meski hasilnya."Lihat aku!" Titah Vardiantura. Dan aku menatapnya
Selamat membaca.Gartarus. Kerajaan yang yang akan menjadi yang utama setelah Utara, indah, asri dan sangat nyaman namun sedikit mencekam.Orang-orangnya berkulit sawo matang dan hampir dari 99% warganya adalah pengendali tumbuh-tumbuhan. Merekalah yang membuat tumbuhan dapat bergerak, tapi ada juga tumbuh-tumbuhan yang sudah memiliki nyawa sejak lahir.Dedaunan yang jatuh bahkan bisa terbang kembali ke udara seperti ribuan burung-burung.Mereka ramah, dan alami saat tersenyum padaku."Huh! Senang rasanya melihat semua saling bahu membahu dalam mengurus kerajaan. Tamu tak diundang bahkan di sambut dengan baik," Ucapku sambil tersenyum manis menghirup udara segar menyambut hari pernikahanku. "Anehnya hanya Raja Nesessbula yang berbeda." Tambahku."Apa maksud Anda Emabell?!""Kau seperti orang mati, berkulit pucat, dingin dan terlihat seperti bukan berasal dari wilayah ini."Dia tersenyum smirk. "Timur. Tidak selalu tentang warna kulit. Dan lagi, aku adalah keturunan asli kerajaan Grata
Selamat membaca.Akhirnya hari itu tiba juga. Aku dan gaun pengantin di hadapanku, perhiasan bahkan mahkota yang akan ku kenakan terpajang dalam lemari kaca yang begitu mewah.Pernikahanku dan Vardiantura. Mereka berpikir kami akan menjadi 'lawan mencintai lawan' harusnya begitu. Tapi aku sudah mencintai lawanku yang sebenarnya—pria brengsek itu bukan Vardiantura tapi Baginda.Aku tersenyum membayangkan. "Kau tersenyum?" Edanosa muncul di sampingku. "Kau suka gaunnya?""Ya.""Aku mengenal guruku Emabell, dia memiliki dua senyuman. Yang satunya tulus, dan yang satunya lagi tulus dengan rencana.""Hm?" Ku kerutkan keningku pada pangeran Edanosa yang ada di sampingku. Sebelum tersenyum padanya. "Benarkah? Jadi, apa arti senyumanku ini?!" "Tulus dengan rencana." Aku tersenyum senang. "Emabell. Aku mohon!" Dia mengerutkan keningnya padaku. Mengandeng tanganku dengan mata berkaca-kaca."Lepas.""Alasan kau koma, bukan karena kekuataan misterius yang membutakan. Tapi karena…." Aku buru-bu
Selamat membaca.Aku tersenyum senang. Lalu menatap ke arah Nesessbula yang ingin menyampaikan informasi ini. "Sekalian, katakan padanya, aku masih menunggu." Terangku yang membuat Sih Vardiantura sialan itu tersenyum sinis."Apa yang kau harapkan?""Sampaikan saja!" Potongku. Tak peduli pada wajah angkuh seakan tak terkalahkan padahal cuma mayat hidup, aku jadi merindukan dia yang ku ciptakan dalam benakku. "Ini perintah!" Deg!"Kau….""Kau ingin aku menjadi ratu, akan ku lakukan sesuai yang kau inginkan. Dan kalian akan hidup!" Tegasku sembari tersenyum sampai mataku tidak lagi terbuka—meski artinya adalah sindiran.Mereka saling tatap. Tersenyum satu sama lainnya. "kau mau menikah denganku?" tanya Vardiantura."Hm." Jawabku sembari terus mengunyah."Kau mau menjadi ratu kami tanpa Baginda tercinta mu itu?""Hm." "Kau ingin memberikanku cinta.""Tentu.""Bagaimana dengan keturunan.""Tidak buruk."Mereka semakin bingung. "Kau masih waras Emabell?""Tidak. Setengah gila. YAH WARASL
Selamat membaca.Aku berjalan seperti orang bodoh diantara dinginnya malam, menikmati luasnya taman yang di bangun hanya untukku. Emabell dari Clossiana Frigga, bahkan nama taman ini adalah namaku. TAMAN EMABELL. Semuanya lengkap, kasih sayang, cinta, perhatian bahkan makanan sudah tersedia. Hanya saja, mengapa? Aku terus menatap ke arah tembok raksasa yang menghalangi duniaku."Baginda?" Sadar kalau ada langkah yang terus mengikutiku sedari tadi—Kubiarkan karena Baginda juga diam saja sedari tadi.Tiba-tiba. Ia memelukku dari belakang. "Tidak dingin?" tanyanya—Bisa kurasakan dengan jelas hembusan nafasnya yang menyentuh leher jenjangku. "Em.""Em?" Ulangnya.Aku tidak bersemangat sampai aku bisa membaca isi pikirannya. "Baginda mereka mengadakan pertemuan dan akhirnya Utara diundang….""Kita tidak akan pergi!""Mereka memilihku sebagai perwakilan." Aku sangat bersemangat sampai lupa akan sesuatu. "Ini…" tak melanjutkan ucapanku, kepalaku malah tertunduk ke bawah. Dan tak kusadari k
Selamat membaca.Ribuan panah amarah penuh penolakan di tengah kedamaian tanpa Utara. Dari orang-orang yang pernah tersenyum padaku—Tetapi Dia, Baginda. Dengan cepat menerjang ribuan anak panah itu seperti meteor yang kembali naik ke atas langit tanpa rasa takut.WUSH!Angin berhembus menerpa ku dengan sangat kuat, membuat surai dan pakaian kami beterbangan ke mana-mana. Tapi mata kami seakan menatap biasa saja ke arah Baginda.Zurra menatapku. "Nah Emabell, kita pulang?" Ia mengulurkan tangannya. Membuat aku tergetar, tersentak kagum. Melihat senyuman mereka yang berdiri di hadapanku, dengan ribuan prajurit Utara yang mendekat. Seolah menjemput kami untuk kembali pulang.Meski hanya kumpulan tengkorak dan mayat hidup. Mengapa rasanya bisa sangat hangat? Kegerian dan ketakutan yang pernah ada, sekarang ada dimana? Dan tekad untuk pulang ke Clossiana Frigga yang membuat banyak sekali rasa sakit. Terbang ke angkasa mana?"Ayo kita pulang." Senyumku sembari meraih tangan Zurra.Namun seb